Selasa, 30 November 2010

Dindaku…… ( Selamat Tinggal Kanda…)

Perkenalkan, aku dipanggil kanda oleh kekasihku, dan aku pun memanggilnya dinda. Meski jarak kami berjauhan, namun aku tahu, dinda selalu mencintaiku dan mengingatku. Jarang sekali kami berkomunikasi. Mungkin karena aku terlalu sibuk dengan pekerjaan baruku dan tanggung jawabku sebagai seorang laki-laki dewasa yang sedang menata masa depan. Sama halnya dengan dinda, ia juga tidak begitu menyukai komunikasi melalui hp, namun tak jarang ia mengirimiku sms yang berisi kata-kata semangat dan motivasi, seperti,” Kanda, kau tahu apa yang membuatku mencintaimu ? karena kau memang pantas untuk dicintai. Semangat….semangat..semangat..! “. Pertama kali kami bertemu ketika aku masih bersama dan mencintai kekasihku yang sebelumnya. Dinda yang saat itu kukenal sebagai gadis yang misterius dan aneh kini menghujamiku dengan cinta yang tulus dan unik.
Saat ini dia lagi keranjingan menulis. Semua hal rasanya ingin ia tulis. Hingga kadang ia lupa diri. Lupa makan. Lupa tidur. Lupa kuliah. Bahkan lupa kencing. Setiap hari hanya di depan laptop. Kadang membaca artikel atau bahkan menulis. Lama-lama aku semakin tidak mengenal dinda, wajahnya pucat dan semakin menua karna sering terkena cahaya laptop, yang katanya bisa mempercepat penuan dini.
Setiap kami baru tiba di rumah. Dinda langsung mandi dan solat. Tiba-tiba dinda bertanya padaku yang saat itu ada di depan TV di ruang depan,
“Nda, mau langsung tidur ?”
“iya..” jawabku singkat. Maka dia langsung membuka laptop dan langsung bersetubuh dengan kata-kata di dalam kamar dan membiarkan aku sendirian berselimut TV. Tapi jika aku menjawab ‘tidak’, maka dinda datang mendekatiku dan tidur di sampingku untuk sekedar ngobrol dan berbagi cerita hingga aku terlelap tidur. Dinda berusaha menjadi pendengar setia. Seterlelapnya aku tertidur, lagi-lagi ia dengan cekatan membuka laptop dan langsung menulis.
Pernah kadang kutemukan dinda tertidur dengan posisi duduk, dan dengan laptop yang masih menyala, yang berada di pangkuannya. Tak jarang aku membangunkannya dan menyuruhnya untuk tidur dengan posisi yang benar. Dan ketika pagi menjelang, dia sudah bangun dan mempersiapkan sarapan untukku lalu berangkat kuliah.
Kadang kucermati diam-diam ketika ia sedang asyik menulis. Mulutnya tak berhenti mengeracau sendiri dengan suara yang juga tak pelan dan sedikit mengganggu. sedangkan jarinya menekan tuts-tuts keyboard laptop sesuai dengan apa yang keluar dari mulutnya. Matanya begitu tajam memperhatikan setiap kata yang tertulis. Dan jika ia merasa lelah, ia hanya menggeliat, memutar lehernya dan membunyikan jari-jarinya yang dipaksa bekerja. dan sesekali dinda tersenyum padaku. kemudian dia mengubah posisi duduknya dengan jongkok dan mulai menulis lagi.
Setiap dinda akan menulis, ia sudah mempersiapkan dua botol aqua berukuran sedang. 1 toples camilan dan 1 kotak permen di sampinganya. Namun tak jarang ia selalu kehabisan air dan mengisinya kembali. Sesekali ia ingin beristirahat dengan seharian tidak menulis. Dia mengajakku untuk berbincang mengenai apa yang pernah ia alami dan meminta pendapatku. Kemudian keesokan harinya ia mulai menulis lagi.
Dinda memang tidak pernah menyuruhku untuk membaca hasil tulisannya yang baru saja ia selesaikan.ia langsung mengirimnya ke FB dan juga blog-nya. Setelah itu Ia hanya tersenyum dan merenggangkan tangan sambil menyapaku, “ Tidur yuk, nda?!”.
Entah apakah aku salah menilai dinda, dia adalah wanita yang tak bisa membedakan antara sepi dan cinta. ia tak bisa tidur tanpa pelukan. Ia tak bisa menulis tanpa ada aku yang menemaninya. Jika pun aku tak ada, ia memperdengarkan music kesukaanku dari laptopnya. Katanya, “ Kanda itu bukan objek inspirasiku dalam menulis, tapi karena kandalah aku bisa menulis, jadi tetaplah menjadi kanda yang ingin selalu kucintai”.
Aku hanya diam tak merespon. Tapi rasanya hatiku ingin berkata, bahwa aku jadi ragu. ragu apakah aku mampu membahagiakannya. Ragu apakah aku adalah laki-laki yang terbaik untuknya. Ragu apakah aku mampu menjaga cinta tulusnya. Dan karena itulah aku pergi meninggalkannya.
Entah bagaimana kabar dindaku saat ini, namun yang kutahu dari dinamika FB nya, ia masih saja menulis bahkan semakin bergairah. Apakah karena ia ingin menutupi kesedihannya ? apakah karena ia ingin melupakan aku yang terasa menyiksa saat meninggalkannya ? apakah ia hanya ingin menghibur dirinya ?. aku tak ingin berfikir apapun saat ini, yang terpenting melihatnya bahagia, aku sudah senang….
Dinda… selamat malam,,,
Gunuk, 29 November 2010. 22.53

Senin, 29 November 2010

Pak Imron yang Kukenal..

Nama lengkapnya adalah Imron Rosyidi. Dia adalah ayahku. Dulu saya memanggilnya ‘Abi’ namun ketika lulus dari pesantren aku mengubahnya dengan panggilan ‘Abuya’, dan disingkat dengan ‘Yah’, dengan asumsi biar lebih keren dan terlepas dari bahasa Arab. Seakan-akan aku memanggilnya dengan panggilan ‘Ayah’. Sampai sekarang beliau tidak tahu kapan tepatnya beliau lahir, itulah mengapa beliau mencantumkan tanggal 1 Januari sebagai tanggal lahirnya. Dan ternyata beliau tidak pernah menduga bahwa tanggal itu, akan mempercepat waktu pensiunnya. Karena tepat tanggal 1 januari 2011 besok, beliau sudah pensiun.
Dari pengakuan Umma, atau ibuku, Buya adalah sosok laki-laki yang cerdas dan berwibawa. Nampak ketika beliau sedang berpidato di depan orang banyak, semua orang nampak terpukau bak sukarno yang menghipnotis dan kadang membuat banyak orang tertawa. Bahkan menurut sopir pribadinya, Pak Shofi, meski buya memiliki wajah yang menyeramkan dan tak pernah senyum, tapi beliau sangat lembut. Ditambah lagi dengan pengakuan salah satu bawahannya, bahwa di balik kedisiplinan dan ketegasannya, buya dikenal sebagai sosok yang lucu dan penuh candaan. Yel-yel yang sering buya keluarkan adalah “ Jika bisa dipermudah, buat apa di persulit”.
Namun aku sebagai anaknya sangat sangsi dan ragu terhadap pengakuan semua orang tentang Buya. di hadapanku, buya adalah sosok laki-laki yang pendiam. Bahkan cenderung malas ngomong. Kalau dia ingin mengatakan sesuatu padaku, yang lebih serius, pasti melalui umma. Kecuali hal-hal yang bersifat perintah, “Nov ! mobilnya di cuci !” , “ Nov ! tolong lantainya di pel !”, dll.
Pernah suatu ketika, buya marah pada adikku, Farhan karena ketahuan pacaran , padahal ia masih sekolah SMA, “ Kalo kamu ga mau mutusin, biar buya yang mutusin !”, begitulah ancaman buya, sedangkan Farhan hanya diam, begitu juga dengan semua penghuni rumah. Tak ada yang bersuara. Tiba-tiba aku nyeletuk “ Yah, jangan sama kan zamannya buya dan zamannya Farhan, dong!”, buya langsung berlalu meninggalkan rumah. Dan di malam hari, umma mendekatiku dan berkata, “ Kamu ga usah bela-bela Farhan, buyanya ga suka”. Aku hanya diam.
Cerita yang lain, dimana ketika itu buya marah besar padaku, gara-gara aku menyetir motor dengan menggonceng dua teman wanitaku, “ panggil umma !” begitu perintahnya. Setelah aku memanggil umma dan menceritakan apa yang telah terjadi, umma hanya berkata , “ Pokoknya kamu diam saja ! ga usah banyak ngomong! Ngerti !”, aku hanya mengangguk. Namun aku jadi gelisah dan tak sabar, sebelum buya mengakhiri amarah dan ceramahnya, saya langsung berdiri dan pergi balik ke Pesantren. Setiap buya dan umma datang menemuiku, aku selalu menghindar. Sehingga buya mengutus semua orang untuk mendatangiku, termasuk kedua kakakku yang sedang bersekolah di Malang untuk menyuruhku meminta maaf pada Buya. namun ternyata tidak mempan. Aku memilih untuk tetap bertahan. Hingga adik dan pembantuku juga tidak luput menjadi utusan buya untuk merayuku agar bisa berdamai dengan beliau. Suatu ketika pembantuku berkata, “ Sudah dong bak! Ga usah kayak gini ! tau ga ? Buya setiap malam seperti orang stress. Mondar mandir mengelilingi rumah, hingga umma pun berkata,’sudahlah bi !, ngapain mikirin Novie, belum tentu Novie mikirin sampean’. Sebenarnya bak ini maunya apa ? aku juga ikutan stress ngeliatin buya kayak gitu “. Lama aku berfikir dan merenung, akhirnya aku datangi buya. kami sama-sama saling berpandangan tanpa kata selama 1 jam. Lalu beliau berlalu masuk kamar. Semua orang di rumah, ikut merasa tegang.
Lain halnya dengan cerita dimana ketika aku meminta izin untuk mengikuti program beasiswa ICAS Paramadina, sementara aku tercatat sebagai mahasiswa UIN semester 3. Lagi-lagi buya hanya diam dan berlalu. Beberapa hari kemudian, Sebelum aku ingin balik ke Jakarta dan pamit pada Buya, buya beranjak sambil berkata, “Umma nya mau ngomong dulu!”. Umma yang juga berada di ruangan itu sedikit kaget, lalu kukatakan dengan suara yang keras agar buya mendengar, “ Mah, bilang sama buya, kalo buya yang mau ngomong, jangan pake orang lain!”. Aku duduk dengan santai menunggu reaksi buya, kemudian buya keluar kamar dengan mendekatiku. Dengan tanpa memperlihatkan wajahnya, buya berbicara padaku yang intinya, beliau melarangku untuk ikut program beasiswa agar tak mengganggu kuliahku yang di UIN. Namun yang menarik olehku, adalah suara gugup dan bergetar serta kalimat-kalimat yang terus diulang-ulang oleh buya. jika tak salah beliau mengulang kalimat yang sama hingga 8 kali. Dengan masih tak menampakkan wajahnya padaku. beliau terus menunduk….
Pernah suatu ketika, kami dikondisikan berada dalam satu mobil. Hanya berdua. Sepanjang perjalanan kota Sumenep menuju kota pamekasan, yang mungkin menghabiskan waktu selama kurang lebih 1 jam. Kami tiba-tiba menjadi bisu. Tanpa suara dan tegang. Tak sedikitpun kami mengeluarkan huruf, apalagi kata dan juga kalimat.
Diam dan diam. Tanpa kata. Dan tanpa bicara. Lucunya ketika aku mengantar buya untuk mencukur rambutnya di Jakarta, yang ketika itu, beliau sedang mengikuti pelatihan selama 2 bulan di dekat kampus UIN. Tiba-tiba setelah selesai mencukur rambutnya beliau kaget karena mendapatkan pijatan dahsyat dari si pencukur rambut, yang tidak biasa beliau dapatkan di Madura. Nampak terlihat dari kaca, mimik wajahnya spontan berubah ketika mendapatkan pijatan dahsyat itu. namun lagi-lagi kami tetap diam. Padahal ku harap buya bisa memberikan komentar mengenai pijatan tadi.
Jika aku menelpon buya, beliau langsung memberikan hp-nya pada umma, “ nih umma, ngomong sama umma nya aja!”. padahal aku ingin berbicara dengan beliau. Hingga sekarang buya masih tidak terbiasa biacara padaku. dan kemaren ketika aku memutuskan untuk tidak memilih melanjutkan kuliah di UIN, buya langsung menyuruh kakak iparku untuk bicara serius denganku. aku hanya bisa tersenyum tapi kadang merasa sedih.
Aku tahu buya tak benci padaku. karena mbak dan adik perempuanku juga diperlakukan yang sama. Usut punya usut ternyata buya memang tidak pernah bergaul dengan perempuan. Beliau memiliki 9 saudara yang semuanya laki-laki, kecuali adik yang paling bungsu, yaitu perempuan. Bahkan konon, beliau menikahi umma, karena ancaman nenekku yang ingin bunuh diri karena hingga umur 28 tahun,, buya belum punya keinginan untuk menikah. Hanya berjarak 1 bulan, setelah bertemu dengan umma, yang kebetulan teman adik perempuannya, beliau langsung menikah tanpa proses pacaran.
Umma kadang bercerita tentang masa lalunya, dimana awal pernikahannya. Buya, baginya adalah seorang suami yang tak romantis. Buya tidak tahu bagaimana memperlalukan perempuan. Yang beliau hafal dan paham, hanyalah bekerja, mengabdi, dan melayani masyarakat. Pernah suatu ketika, buya tidak pulang ke rumah. Umma menjadi bingung dan khawatir. Dan ketika buya pulang keesokan harinya, beliau hanya berkata tanpa merasa berdosa “ aku dari luar kota, diajak pak kepala mengunjungi desa!”. Ingin rasanya umma marah namun, umma yang dikenal sebagai wanita yang suka memedam perasaan, memilih untuk diam dan tetap tersenyum.
Cerita tentang buya juga aku dapatkan dari kakaknya yang paling tua, yaitu Pak Mahmud, yang saat ini sebagai tokoh Muhammadiyah Pamekasan. Beliau-lah yang dulu membiayai kuliah buya . “ Dulu ayahmu itu, selain kuliah, juga menjadi penjaga toko, untuk sekedar menambah pemasukan biaya hidupnya. Aku kan hanya membiayai kuliahnya saja, sedangkan untuk hidupnya, ya dia harus cari sendiri. Jadi… wajar kalo ayahmu itu ga gaul apalagi romantis. Dia itu paling takut ketemu perempuan. Pernah suatu ketika ayahmu itu muntah-muntah, gara-gara ngeliat seorang ibu muda yang sedang menemani anak kecilnya berenang, dengan pakaian yang agak terbuka, hingga lipatan panyudaranya keliatan”. Wadoh ! segitunya toh.???
Seringkali aku lontarkan padanya sebuah candaan yang lumayan serius pada buya, “ tahu ga yah ? Buya itu sadar ga sih?, kalo Tuhan telah mengutuk buya dengan memiliki 3 anak perempuan, sesekali punya anak laki-laki namun seperti perempuan. Hidup buya itu dikelilingi oleh perempuan. Makanya yang romantic dikit, yah!!!”
Akhirnya aku tahu, mengapa buya selalu diam jika bersamaku. Dan nampak tegang juga deg-degan ketika tiba-tiba aku mencium pipinya. Kadang aku usil, mengiriminya sms yang berbunyi, “ Buyaaa…. I love you, sungguh sangat sangat sangat sangat mencintaimu”. Dan tiba-tiba keesokan harinya, beliau mengirimiku sms yang bertulis “ silahkan cek rekening anda !”. haaaa…… inilah salah satu caraku untuk meminta duit pada buya.
Hal yang paling terindah yang kudapatkana dari buya, adalah ketika aku wisuda di UIN Ciputat, setahun yang lalu. Waktu acara telah usai, semua orang dan para wisuda berebutan pintu untuk segera menemui keluarganya di luar. Namun tak sempat aku menjangkau pintu keluar, tiba-tiba terdengar suara dari mikrofon memanggil namaku, “ Pemberitahuan, diharap kedatangannya saudari Novie Chamelia, ke podium sekarang juga!”. Awalnya aku tak peduli, namun teman-teman meneriakkan namaku. “ Nov, di panggil tuh !”. aku sedikit heran, kok tiba-tiba aku di panggil, ada apa ya ?. dengan menerobos lautan manusia, aku menuju podium, tampak sesosok laki-laki berjas hitam, berdiri di dekat MC, aku tersenyum padanya dan langsung memeluknya. Tiba-tiba buya menciumku dan berkata , “ Selamat ya”. Spontan semua orang yang ada di bawah, langsung bersorak, “huuuuuuu” sambil tepuk tangan. Malu dan bangga tercampur menjadi satu di wajahku….” Makasih yah”.
Kemaren buya ke Jakarta untuk menemui seorang anggota dewan. Aku pun mengantarnya. Setelah pertemuan itu usai, aku mengajak buya untuk makan ayam bakar paling enak di jakarta, yaitu di Ganthari Bulungan Blok-M. ternyata buya belum berubah. Beliau sibuk dengan makanannya dan memilih tak bicara denganku. sampai akhirnya aku mengatarnya ke Bandara, dan kami pun belum berbicara. Hingga sebelum beliau masuk ke dalam Bandara, aku berteriak padanya
“ Yah ! tanyalah sesuatu padaku, hingga kau tak diam lagi !”. buya mendekatiku
“ Kamu sehat kan ?”
“He’eh”. Ku jawab sambil mengangguk
“Kalo begitu, jagalah dirimu baik-baik!”
“Tanyalah yang lain, yah!”
Buya tersenyum dan pergi. Namun 5 langkah kemudian beliau berbalik dan berkata padaku , “ Buya bahagia dan bangga, karena kau menjadi anakku”. Kemudian beliau masuk ke bandara dan aku masih mematung sambil menahan tangis bahagia…. Makasih yah itu adalah kalimat paling romantis yang pernah kudengar darimu….
Gunuk, 29 November 2010

Minggu, 28 November 2010

Award Untuk bak Khodijah…

“Jika ada award dengan kategori ' Manusia baik-baik' maka yang pantas menerimanya adalah orang yang sadar dan paham, bahwa apa yang (akan) ia lakukan tidak baik untuk dirinya, namun baik untuk orang lain dan orang banyak.”





Masih teringat di benakku, satu hari sebelum saya berangkat ke Jakarta, di tahun 2004 yang silam, saya sempat menghadiri acara pernikahan seorang teman yang sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri. Ia adalah bak Khodijah. Ia termasuk wanita yang mungkin dalam konteks Madura, sudah telat untuk menikah. Jarak umur kami yang lumayan jauh, yaitu 14 tahun, tak membuat kami merasa canggung dan segan untuk berbagi. Sudah sering aku menanyakan padanya , “kapan nikah, bak ?”, namun jawabannya selalu ada, “Aku belum menemukan laki-laki yang tepat untukku, yaitu laki-laki yang lebih pintar dariku, nanti pasti aku hubungi kamu deh, jika aku menikah, dan kau harus hadir !”, meski dengan nada canda dan agak narsis, namun nampak serius.



Tepat di hari pernikahannya, aku datang membawa kado dan senyuman, karena kulihat lelaki yang ada disampingnya adalah lelaki yang begitu cakep dan sempurna. Putih, tinggi, bak artis film. Kulihat dari kejauhan, terpancar rona kebahagian dari ke dua wajah mempelai ketika menyalami tangan para undangan, dan aku hanya bisa bergumam dalam hati, “ Selamat bak.. semoga bahagia”. Dan keesokkannya aku langsung ke Jakarta.



5 tahun kemudian setelah aku mendapatkan gelar sarjana, aku meminta izin ayahku untuk menjadi ‘gila’ selama setahun sebelum melanjutkan kuliah. Maka kuhubungi dua sahabatku yang juga ‘gila’ untuk bertemu di jogja. Kenapa harus Jogja ? karena dulu aku pernah mencintai lelaki yang begitu mencintai Jogja, meski tak tinggal di Jogja.



Seminggu, kami benar-benar ‘gila’ hingga akhirnya 2 sahabatku harus balik ke Malang dan Surabaya untuk melanjutkan aktifitasnya. Namun aku masih memilih untuk tinggal sementara waktu sekedar menghirup udara Jogja di setiap sudutnya. Dengan hanya bermodalkan kamera, note dan bolpen, aku menjelajahi kota Jogja bak turis. Sampai suatu ketika tanpa sengaja, aku bertemu seorang wanita yang sepertinya aku kenal dekat. Aku mencoba menyapa dan menatapnya, dan wanita itu terkejut bahagia, “ Novie…!!”. Aku langsung memeluknya dengan haru, “ bak khod…..”.



Iya, aku bertemu dengan bak Khodijah, ia mengajakku untuk singgah di warung makannya yang terletak tidak begitu jauh dari dimana kami bertemu, meski harus menggunakan andong. Kemudian kami pun terlibat dalam obrolan panjang yang tak ada hentinya. Tawa dan canda terus menjadi bumbu obrolan kami hingga akhirnya datanglah seorang laki-laki dan seorang balita yang kira-kira berumur 4 tahunan. “ Nov, ini suamiku dan anakku.”, begitulah bak Khod memperkenalkan suami dan anaknya. Dan kami ber-empat terlibat asyik dengan obrolan yang hangat. Ku lihat dari bagaimana cara suaminya memadang bak Khod ketika berbicara, nampak ada cinta yang begitu dalam. Tiba-tiba tangan suaminya mengelus paha bak Khod yang duduk di dekatnya, tanpa malu bak khod berkata padaku dengan menggunakan bahasa Madura, agar suaminya tak mengerti, “ yaahh mulai deh Nov, gini nih… kerjaannya ?”. aku semakin bego’ dan tak paham membaca makna dari sikap dan omongan bak khod. Dengan kenyitan dahi yang kutampakkan, bak Khod pun kembali berkata, “biasaaa…. Ngajakin tidur ! pahamkan maksudku??”. Aku paham tapi masih bego’. Dan kulihat bak khod membentak suaminya, “ sudah dong mas ! malu tuh ada Novie “. Namun si suami tetap saja tersenyum memandangi bak Khod. Kemudian bak Khod menyuruh suaminya pulang untuk mengantarkan makanan ke rumah mertuanya.



Sambil memangku anak lelakinya, ia kembali tersenyum dan tertawa melihat kebodohanku yang terus terdiam, “ Sudahlah ! tak perlu kau berfikir. Meski kau tak bertanya aku akan bercerita….” Bak khod menghela nafas panjang namun tetap tersenyum.



“Maafkan aku Nov yang tak sempat bercerita perihal suamiku sebelumnya. Meski dia anak orang terhormat dan orangtuanya mempunya posisi penting di kota Jogja ini, namun sebenarnya ia mengalami kelainan. Ia sedang sakit. Stress akut. Bahkan sangat akut. Dia memang pintar. Di kuliahnya ia mendapatkan IPK tertinggi. Namun ia bisa mendapatkan IPK tertinggi karena tuntutan orangtuanya, terutama ibunya. Ia dipaksa untuk pinter, hingga akhirnya ia stress. Dan salah satu jaringan saraf otaknya putus, sehingga dokterpun tak bisa mengembalikan ke-’normal’annya.”



“ Itu terjadi sebelum kau menikah kan bak ?”



“Iya, dulu aku kan sempat mengajar di pesantren ibunya, dan itulah awal aku bertemu denganya. Sejak Awal bertemu, dia sudah stress. Ngomong ngalor ngidul. Yang tak perlu di omongkan, malah diomongkan. Ketika itu, aku hanya menjadi pendengar setianya saja. Tapi ternyata kedekatan kami justru membuatnya semakin sembuh dan emosinya terkendali. Sampai akhirnya, sang ibu datang melamarku untuk mau menjadi istrinya ?”



“kau menerimanya, bak ?”. aku langsung menyerbu dengan tak sabar



“ Ya gak lah…aku malah balik ke Madura. Namun setiap hari , mas selalu menelponku dan mengatakan bahwa ia begitu merindukanku dan merasa kehilangan. Hingga akhirnya, ibunya datang ke rumahku, di Madura dan mengabarkan bahwa kesehatan mas, semakin buruk. emosinya mulai tak terkendali. Semua barang di rumahnya di hancurkan dan sering berkeliaran dengan telanjang bulat. Ibunya memohon padaku untuk kembali ke Jogja dan mau menikahinya.” Bak Khod menghela nafas panjang dan sesekali ia tersenyum



“Lalu bak ??”



“ Yaa setelah aku piki-pikir dan berkonsultasi dengan banyak orang, akhirnya aku memutuskan untuk menikah dengannya , toh menikah itu kan ibadah, Nov”.



“ Apakah bak bahagia ?”, bak khod malah tertawa kencang tiada henti.



“ Bahagia ? .. haaaa…. Bahagia..? saking bahagianya aku tidak tau apakah itu bahagia atau malah penderitaan “



“ Maksudmu, bak ?” bak khod kembali terdiam dan menerawang



“ Entahlah.. apakah aku salah jika harus bercerita padamu, Nov. tapi aku hanya ingin bercerita padamu saja. Aku tak tahu harus bercerita pada siapa lagi.”



“ Ceritakanlah bak !”, bak khod kembali menghela nafas dan memandangku dengan senyum



“ Aku ga tau harus berbuat apa. Kau tahu ? meski aku sudah menikah dengannya dan emosinya mulai stabil, namun ke-stres-an mas ku justru belum stabil ketika kami berhubungan badan. Nafsunya meluap-luap bak monster. Kadang satu hari bisa 10 kali ia memintaku untuk melakukan seks. Aku tak kuasa, Nov. aku hanya mengiyakan saja. Hingga saat ini, aku tidak tahu apa itu klimaks. Apa itu kepuasan. Mau kutolak ajakannya?, ia malah membanting-banting barang. Mau diajak komunikasi ?, yaaa… kau tau sendiri lah. Mana mungkin nyambung.”



“ wah itu namanya kekerasan, bak. K D R T. bahkan bisa jadi penyiksaan.” Aku pun menjadi geram



“Iya, aku tahu. Tapi masa’ harus ku laporankan ? bisa-bisa malah aku yang ditertawakan. Beginilah resiko nikah dengan orang stress. Meski ada cinta diantara kami, tapi terasa hambar”.



“ Tapi orang stress ga bakal selingkuh kan bak ?”. aku mencoba bercanda agar tak tegang



“ Kata sapa ga selingkuh ?”



“Hah !!”, bak khod kembali tersenyum dan terdiam



“ Waktu itu, aku menyuruh mas untuk menjaga dan mengawasi warung, karena aku harus ke pasar. Dan kubawa juga anakku. Sepulang dari pasar, mas mendekatiku dengan nafas yang tersenggal-senggal dan keringat yang membanjir, ‘ dek…! Dek..! aku baru saja bercinta dengan wanita ! ‘ , mas terus bercerita padaku dengan detail, bagaimana ia membuka baju wanita itu. dan mencoba memasukkan penisnya. Sementara badanku seakan kesetrum oleh sengatan listrik dengan tegangan yang sangat tinggi. Aku duduk dengan lemas. Dan mas masih saja mengeracau tanpa peduli padaku. waktu itu aku ingin mati, Nov. hanya saja aku sadar, anakku masih ada di pangkuanku. Terakhir ku tahu, bahwa wanita itu adalah pembantu baru yang tinggal tidak jauh dari warungku”. Aku langsung berdiri dan memegang kepalaku seraya mondar mandir, kekanan dan ke kiri. Sambil membuang nafas agar sesak di dada tak lagi menggrogoti tubuhku. Hufh



“ Sudahlah Nov! kenapa kau mondar mandir ? aku jadi pusing melihatmu ! duduk lah! Lagi pula ini terjadi sudah 2 bulan yang lalu”. Aku mendekati bak Khod, dan kembali duduk sambil memukul meja dengan geram.



“Ga bisa bak ! ini ga bisa dibiarkan! Bak harus lawan ! gak bisa hanya diam kayak gini ! ini gak adil !” aku kembali berdiri dan memegang kepalaku sambil mengatur nafas.



“ Yaaa aku harus gimana, Nov ? katakan!!!”, suara bak khod semakin meninggi sementara matanya pun memerah menahan air mata. “ Kau kan sudah tahu tentang kondisi suamiku. Dia tidak normal. Tidak seperti kita. Mau diajak bicara dengan cara apa lagi ?!. pernah kukatakan hal ini pada mertuaku, tapi mereka malah menyalahkanku, bahwa aku tak becus menjaga suamiku. Dan semenjak itu, ibu mertuaku selalu menimpali kekesalannya padaku. aku bukan lagi dianggap sebagai menantu, tapi sebagai pembantu…?!!!!”



“ Cukup bak ! cukup ! ga usah kau teruskan ! “ aku semakin geram dan tak kuasa mataku mulai merah dan basah. Aku duduk kembali dan menunduk sambil memegangi kepalaku. Perlahan ku pandangi wajah bak khod dengan menggelengkan kepala. “ Tidak bak ! kau tidak perlu begini ! “, bak Khod hanya bisa tersenyum sambil berdiri mengoyang-goyangkan anaknya yang mulai tak bisa diam.



“ Inilah kekuatanku,Nov “ sambil melihat anak lelakinya yang terus merengek dan bak Khod masih berusaha mendiamkannya.



“Bak… !apa sih makna hidup, bagi bak ?”. suara ku mulai lelah dan melemah sedangkan bak Khod masih bisa tersenyum sambil memandangiku..



“ Hmm,, aku sudah tidak hafal lagi makna hidup, Nov. yang penting orang-orang di sekitarku bisa tertawa bahagia, itu sudah membuatku bahagia “.



“ bahagia ???”



“iya, ! minimal aku bisa bertemu denganmu saat ini “. Bak khod kembali tersenyum sambil menyeka air matanya. Kemudian ia menawari masakan brongkos yang ia bikin sendiri padaku. aku masih saja terdiam memandangi bak khod yang berlalu menuju dapur. Terasa di dada ku sedang bergemuruh tak tenang. Dan keesokan harinya aku pergi meninggalkan Jogja dan kembali ke Jakarta dengan harapan yang indah bisa membuat bak Khod bahagia kelak.



Gunuk, 28 Nov 2010. 13.36

Tumben...

Pagi ini, aku mendapatkan kata ‘Tumben’ dari dua orang, hanya karena aku bangun pagi-pagi dan mulai beraktifitas. Pertama dari tetanggaku. Ketika aku membersihkan dan mengepel lantai depan rumahku, seorang wanita muda yang rumahnya tepat di belakangku menyapa,“ Tumben bak, biasanya kalo ga kuliah, bangunnya siang ?!”. aku hanya bisa tersenyum sambil mengepel lantai. Karena tak ada cadangan alasan di otakku. Memang biasanya, kalo pas lagi libur kuliah, pintu rumahku tertutup sampe adzan dhuhur berkumandang. Karena mentang-mentang libur, semalaman aku memanjakan diriku untuk nonton film hingga subuh menjelang. Lagi pula aku ingin mengembalikkan waktu subuh yang sebenarnya, sering pindah jam tayang, ke jam 7 pagi. Dan biasanya, setelah bangun tidur, aku langsung nongkrong di warung depan milik tetanggaku, sekedar nge-teh dan makan gorengan yang sudah dingin.



Yang kedua dari adikku, Farhan, yang saat ini tercatat sebagai mahasiswa UIN Malang. Tiba-tiba dia menelponku. Dan ketika aku sapa, suara di seberang sana nampak keheranan, “ Tumben bak, udah bangun?!! Biasanya masih molor ?!”. lagi-lagi aku hanya bisa tertawa dan mencoba mengalihkan pembicaraan kami. aku yang sedang sibuk mengiris daun bawang untuk menu Omlet sebagai sarapan, terus mendengarkan cerita kuliahnya yang begitu padat.



Farhan sebagai adikku yang tinggal satu rumah denganku, jelas paham tentang kebiasaan burukku, yaitu bangun siang. Karena aku belum bisa mengikuti jadwal keluargaku yang tidur jam 9 malam. Dan bangun sebelum subuh. Bangun-bangun aku sudah kehilangan semua orang, kecuali pembantu. Yang keluar dari mulutku hanya pertanyaan-pertanyaan bodoh pada pembantuku. “ buya kemana bak ?. Umma ? bak ? adik ?”. Untung saja pembantuku, Bak Kus masih sabar meladeni pertanyaan-pertanyaan rutin setiap pagi dariku. Yang sebenarnya aku sudah tahu jawabannya.



Sejak aku bersekolah di luar kota, baik ketika di pesantren atau di Jakarta saat ini, tidak pernah lebih dari 2 minggu ada di rumah. Jadi bagiku nampak begitu asing. Untung saja, semua keluargaku paham. Meski awalnya complain dan marah-marah, apalagi umma dan bak titin “ Aduuuh ! nih gadis belum berubah juga ya …?”, tapi lama kelamaan, mereka bisa berkompromi dengan kebiasaanku, bahkan Buya sesekali bertanya , “ Novie dah bangun ?” ketika jam dinding menunjukkan angka 9.



Sebenarnya jika dikroscek pada teman-teman seangkatanku ketika di pesantren, yang sudah 7 tahun hidup bersama, dan paham tentang diriku, pasti jawaban mereka akan sama , “ kayak ga tau Novie aja… dia memang begitu. pas di suruh bangun ketika solat tahajjud, dia memang bangun, tapi bukan langsung ke kamar mandi, malah sembunyi di kelas untuk meneruskan tidurnya. Nah pas setelah solat subuh, kan ada pengajian kitab kuning, tuh, di kelas, si Novie yang tidur di atas bangku, langsung nyolonong ke kamar mandi untuk wudhu dan solat diam-diam di kelas. Bahkan ketika pengajian kitab kuning berlangsung yang di komandani oleh ustad, sebagai wali kelas, si Novie malah nerusin tidur… aduuhh susah memang “.



Apalagi ketika aku tinggal di Jakarta untuk meneruskan kuliah, seperti saat ini, yang lebih memilih untuk tinggal sendiri. Waktuku menjadi bebas, daripada harus tinggal di asrama atau ngontrak bareng teman-teman. Bahkan pernah suatu ketika, aku kuliah ga sempat mandi, gara-gara bangun kesiangan dan karena tidak ingin ketinggalan mata kuliah yang saya sukai, terpaksa hanya sikat gigi dan cuci muka saja sebagai modal menuju kampus.



Aku sadar, bahwa apa yang aku jalani selama ini, adalah buruk. Bahkan sempat aku mencari jalan keluarnya bagaimana menghilangkan kebiasaanku ini dengan menjadi tukang anter Koran, yang harus bangun pagi dan mengantarkan Koran ke rumah-rumah para dosen di sekitar kampus UIN Ciputat. Namun itu hanya bisa bertahan sampe 1 minggu. Aku merasa lelah dan kecapek-an. Akhirnya aku mengundurkan diri.



Selain itu aku juga mengumpulkan artikel-artikel yang menuliskan tentang pola hidup sehat, khususnya yang berkaitan dengan TIDUR. Aku sudah tahu, bahwa kebiasaanku bergadang dan bangun siang akan menimbulkan efek tua di wajahku. Dan selain itu, bisa memperlemah daya ingatanku, juga mengurangi gairah hidupku, yang akhirnya aku menjadi pemalas. Malas untuk ber-olahraga. Malas untuk belajar. Malas untuk bersosialisasi dan yang terpenting, malas menjaga berat badanku. Aaahhh aku gak mau semua itu terjadi padaku. Dan Itu artinya aku sudah khatam dan tamat mengenai TIDUR. Hanya saja artikel itu tidak bisa menjadi bahan bakar semangatku untuk mengubah kebiasaanku. Awalnya sih semangat, lama-lama kambuh lagi… capek dweehh…



Nah, sekarang kalian pasti bertanya-tanya, mengapa hari ini aku bisa bangun pagi ? hayyo ada yang tahu…???. Yayayaya… bukan karena aku sudah mulai tak bergadang lagi, justru tadi malam aku baru bisa memejamkan mata jam 2 malam. Juga bukan karena saat ini aku tinggal di kawasan perkampungan, yang jam 5 pagi sudah ramai, tak seperti dulu, ketika aku tinggal di ciputat, yang hingga sore masih terasa sepi. Juga bukan karena rumahku sekarang memiliki jendela besar di bagian depan, yang mampu menyilaukan mataku dengan sinar matahari. Bukan.. bukan itu ! ini semua karena CINTA.



Hmm… mikir lagi kan ?. pasti berasumsi, bahwa aku dibangunin sama seseorang yang aku cintai ?, TETOOOOT, kalian salah besar !. atau pasti kalian berfikir, pagi-pagi sudah ada yang mengetuk pintu rumahku dan memberikan setangkai bungan mawar padaku ?? TETOOT… lagi-lagi anda salah besar !.



Aku bangun tidur pagi-pagi, karena cinta kalian…. Ya, karena aku merasa di cintai oleh kalian. Cinta kalian justru memberiku energy positif padaku untuk selalu tersenyum menyambut pagi. Makasih cinta….



Gunuk , 27 Nov 2010. 12.35

Menu sarapan pagi ini ( Sabtu, 27 Nov 2010)

1. Omlet nakal

2. Salad Buah

3. Segelas teh melati hangat



Omlet nakal

1. Daun bawang, diiris kecil-kecil

2. Tomat di potong dadu kecil-kecil

3. Bawang Bombay di potong kecil-kecil

4. 2 telur

5. Tepung bumbu

6. Garam

7. 1 buah mentimun



Cara membuatnya : setelah semua bahan di potong kecil-kecil, maka kocoklah dengan 2 telur kemudian tambahkan tepung bumbu dan beri garam secukupnya. Bisa memakai tepung bumbu ayam yang sudah tersedia di market. Kemudian panaskan Teflon dengan mentega secukupnya. Dan gorenglah telur tersebut. Biarkan beberapa menit hingga agak mengental. Kemudian aduk-aduk hingga berantakan. Setelah semuanya menggumpal angkat dan hidangkan dengan 1 buah ketimun yang sudah di potong kecil-kecil.





Salad Buah

1. 1 potong buah apel

2. 2 potong pisang

3. Susu putih kental manis

4. Mayonis

5. Jeruk lemon

Cara membuatnya : potong dadu apel dan pisang. Kemudian masukkan susu kental manis , mayones dan jeruk lemon. Lalu aduk hingga rata. Hidangkan dengan daun saledri..



Selamat mencoba ….!



Selasa, 23 November 2010

Kanda…

Karena aku memanggilmu dengan panggilan ‘kanda’, maka tanpa sadar kau pun memanggilku dinda. Namun sebenarnya itu tidak menjadi penting bagiku, karena alasan mengapa aku memangillmu ‘kanda’, itu jauh lebih penting. Sempat aku memancing dirimu untuk menanyakan hal itu. maka sengaja ku buat agak mendramatisir agar kau penasaran, yaitu ketika kita sedang di atas motor yang melaju sangat cepat, sehingga aku pun bisa mengulur waktu. Namun ketika sedang santai, kau mulai menanyakan hal itu. dan itu sangat membuatku bahagia. Saking bahagianya aku tak begitu detail menceritakan alasanku mengapa aku memanggilmu Kanda. Maka izinkanlah aku menceritakannya dengan detail saat ini.
Ini adalah kisah cinta seorang wanita muda yang mencintai seorang laki-laki yang telah di vonis gagal ginjal dan hidupnya tidak akan lama lagi. Lelaki yang menjalani cuci darah 3 kali dalam seminggu selama 10 tahun dan memiliki penyakit yang kompleks ini, adalah seorang penulis dan tokoh teater Indonesia. Meski umur mereka berjarak 20 tahun, namun aroma kebahagian tercium semerbak dan menimbulkan energy positif bagi semua orang, terutama diriku. Laki-laki yang sudah 2 kali gagal dalam pernikahannya ini, akhirnya bertemu dengan seorang wanita yang lebih muda darinya, yang sangat energik dan memiliki stok senyum yang banyak. Ku panggil lelaki itu dengan panggilan syhadan, mas Radhar. Sedangkan wanita yang tidak terlalu ambil pusing dengan semua masalah hidupnya kupanggil dengan sebutan bak Nkis.
Ketika aku bertanya pada bak Nkis, mengenai alasannya memutuskan untuk menikah dan menghabiskan sisa hidupnya bersama mas Radhar yang notabene tidak akan hidup lama lagi ini, ia hanya tersenyum sambil menjawab, “ ini bukan persoalan rasio,Nov. tapi ini soal rasa. Keluargaku memang menentang, bukan persoalan karena ia Duda, atau karena jarak umur kami yang terlampau jauh, tapi karena ia sakit dan tak lama lagi akan meninggal. Tapi aku yakin dengan hatiku, bahwa dia adalah jodohku”. Jawaban bak Nkis membuatku semakin penasaran dan menggelitikku untuk terus bertanya.
“ Apakah bak ga pernah berfikir, tiba-tiba ketika habis ijab Kabul, mas Radhar mati. Dan status janda segera kau sandang ?”
“Ya kepikir lah, Nov. tapi kalo sudah cinta yang bicara, semua hal yang remeh-temeh itu yaa.. sudah lewat. Bagiku saat itu, adalah bagaimana aku tak ingin mendholimi perasaanku sendiri. Ketika aku ingin mencintainya dengan tulus tanpa ada kepentingan apapun, maka kuletakkan rasioku dan membiarkan hatiku yang bicara, yaitu hanya ingin bersamanya. “
“sekarang sudah berapa tahun menikah, bak ?”
“Alhamdulillah, sudah 5 tahun lah. Dulu awal menikah, sempat panik kalo mas Radhar lagi kambuh penyakitnya. Ya sesak lah atau apalah. Tapi sekarang sudah biasa tuh..”.
“ sepertinya bahagia ya bak ?”
“Bahagia sih tapi kami selalu tengkar . Habis dia gak pernah sabaran sih. Belum selesai aku mengerjakan apa yang ia suruh, eh sudah nyuruh yang lain. Kan aku nya jadi sebel.”
Mas Radhar yang kukenal adalah lelaki yang lembut dan romantis, namun ia tidak suka menampakkannya di depan orang. Justru yang ditampakkanya adalah kebalikannya. Ia marah-marah namun sebenarnya sangat sayang. Dan menurut cerita dari bak Nkis, cara berkomunikasi yang ia gunakan dengan bak Nkis adalah diam dan hanya memandang.
“ Kesel aku Nov, semua barangnya mas Radhar kan ada di aku. Entah itu rokoknya, koreknya, termosnya, kacamatanya, pokoknya semuanya deh. Kalo pas lagi butuh, pasti manggil aku. Mending kalo aku ada di sampinganya. Kalo pas aku lagi jauh darinya, aduuuhh… capek juga. Pernah tuh, aku letakkan semua barangnya di sampingnya, namun ia tak mau dan marah. Ya sudah deh… aku yang jadi capek”. Keluhan bak Nkis ini, justru membuaku tertawa dan paham, bagaimana mas Radhar begitu mencintai bak Nkis. Mas Radhar hanya tidak ingin jauh dari mbak Nkis. Itulah hasil pembacaanku.
Kini mas Radhar yang masih menjalani cuci darah 3 kali dalam seminggu, masih terus berkarya dan bak Nkis masih setia menemaninya. Meski tak jarang pula, aku melihat mereka bertengkar dan tak jarang pula aku melihat mereka begitu mesra. Sampai akhirnya aku tak mampu lagi membedakan apakah mereka sedang bertengkar atau sedang bermesraan. Yaa… pasangan yang unik. Dan karena merekalah aku memanggilmu, kanda. Sebab bak Nkis memanggil mas Radhar dengan sebutan ‘kanda’.
Mas Radhar sebagai sutradaraku banyak memberikan pengetahuan yang luar biasa padaku. kadang memancingku untuk ingin lebih tahu tentang apapun. Entah itu tentang politik, sejarah, social, dan tentang jiwa manusia. Ia bukan hanya sebagai sutradaraku, tapi juga sebagai guruku. Meski hingga saat ini, aku merasa segan, karena mas Radhar lebih banyak diam. Namun ketika ia marah, semua ilmunya langsung ke luar. Lelaki yang mendapatkan gelar MA nya di Paris sebagai sosiolog ini juga menjadi alasanku mengapa aku memilih jurusan sosiologi di pascasarjana UI.
Sedangkan bak Nkis adalah wanita yang tidak pernah mengatakan kata ‘tidak’ pada siapapun. Meski mudah sekali ngambek dan marah namun cepat kembali ramah lagi pada semua orang.
Kisah cinta mereka mungkin banyak dialami oleh orang-orang di seluruh dunia, namun hanya pasangan inilah yang memanggil ‘kanda’ dan ‘dinda’. Aku memanggilmu dengan panggilan ‘kanda’ bukan karena kau seperti mas Radhar, tapi aku ingin mencintaimu selayak bak Nkis. Tapi jika ini membuatmu risih atau terganggu, maka maafkan atas kelancanganku. Karena Aku hanya ingin kau tahu saja. Bahwa apapun yang terjadi, aku tidak ingin mendholimi perasaanku. Entah hingga kapan…????

Gunuk, 23 Nov 2010. 19.36

Kado Ultahku

Entah mau dipercaya atau tidak, tapi ini adalah signal dan tanda dari Tuhan. Ketika aku lelah dengan kesendirianku, maka ku cabut doaku yang pernah terucap pada Tuhan, bahwa aku meminta seorang lelaki yang begini dan begitu sesuai dengain keinginanku, setelah aku lulus sekolah pascasarjana. Tapi pada perjalanannya, ternyata aku tak mampu berdiri tegak pada prinsipku, entah apakah ini factor umur atau tuntutan yang terus datang membabi buta, maka dengan jujur kucabut doaku dan kupinta pada Tuhan untuk mempertemukanku dengan laki-laki yang kuinginkan sekarang juga.
Setelah berhasil menerobos macet dan rintik hujan di jalanan selama 2 jam, aku langsung merebahkan tubuhku di atas karpet merah di dalam kamarku, tanpa peduli dimana ku lemparkan tasku. Tiba-tiba ku buka laptop dan mencoba bercengkrama dengan para sahabat melalui situs jejaring facebook. Aku yang terbiasa meng-off-kan chat FB, memilih untuk meng-on-kannya. Berharap bisa berbincang dengan teman-teman. Dan tanpa sadar, seorang pria yang sudah lama ingin kuketahui dan sempat ku menaruh hati sejak pertama bertemu dengannya di Jogja dulu, menyapaku melalui chat FB. Meski isi obrolan kami sangat serius, yaitu mengenai politik tapi aku bahagia.
1 bulan lamanya aku tak memiliki kabar tentangnya. Ketika percakapan kami usai di FB, maka usai pula komunikasi kami. Meski kami sama-sama memiliki nomer HP, tapi saya pribadi tidak pernah menghubunginya meski sekedar menyapanya. Hingga tepat tanggal 8 November kemaren , dia mengirimiku sms, dan mengabarkan bahwa ia sedang dalam perjalanan ke Jakarta. Oh Tuhan, apakah ia orangnya ? karena tak lama setelah aku berdoa pada Tuhan, tepat jam 12 malam memasuki tgl 8 November, aku meminta kado pada Tuhan seorang lelaki yang kuinginkan dan mau menjadi kekasihku. Dan 5 menit kemudian, dia mengirimiku sms. Jujur aku bahagia, tapi aku jadi ragu dan takut.
Yang kukenal, ia adalah laki-laki yang berkasta tinggi, baik secara materi, akademisi maupun social. Itulah yang membuatku ragu dan takut. Maka segera kutanyakan pada Tuhan, “ Tuhan, dialah orangnya ? apa gak salah ? jangan bikin aku kerdil gini dong!”. Dari keraguan dan ketakutan itulah aku hanya bisa menunggu kemungkinan terbuka dengan sendirinya.
Dimana Obama sedang berpidato di kampus UI dan membuat kuliahku libur , maka di situlah aku bertemu dengannya untuk yang kedua kalinya. Untung saja ia tak sendiri, ada dua temannya, karena aku bisa menyembunyikan kegelisahan dan ketakutanku yang terus membuat jantungku berdegup kencang dan keras. Aku tak berani memandang wajahnya, sehingga aku memilih untuk terus berdiskusi dengan pura-pura serius bersama temannya. Meski ia duduk di sampingku, untung saja aku tak berbuat kesalahan, biasanya saking gugupnya, bisa jadi aku terjatuh atau bisa jadi gelas yang ada di hadapanku terjatuh. Lebih baik aku memilih diam. Hingga ketika ia bicara “ Aku mau ke rumahmu ya? “ spontan aku langsung menjawab tanpa harus membiarkan ia selesai bicara, “iya, harus”. Aduuhh mengapa aku harus menjawab itu ? bodohnya aku ! apa yang harus aku lakukan nanti jika aku hanya berdua saja… aduuhh jantungku semakin kencang.
Kami pulang bersama menuju rumahku. Setibanya aku masih gugup dan canggung. Tampak aku mondar-mandir di dalam rumahku tanpa harus memandang wajahnya. Dan tiba-tiba ia memegang tanganku dan berkata “ sudah ! jangan bergerak lagi ! aku tahu kau gugup ! sekarang duduklah sini !”, aku tersenyum dengan memaksa, dan dengan perlahan aku duduk di sampingnya. Akhirnya kami pun saling bercerita, saling berbagi pengalaman, saling berbagi ilmu, bahkan saling berbagi rahasia. Hem… saat dia terus bercerita, aku hanya bisa memandangi wajahnya dan berdoa dalam hati “ Tuhan, tunda dulu pagi mu. Biarkan malam ini berjalan setahun lamanya”.
Aku bahagia. Aku senang. Dan aku nyaman bersamanya. Ketika akhirnya tidak ada lagi malu diantara kami. Tidak ada lagi rasa canggung diantara kami. Tidak ada lagi rahasia diantara kami. Entah apakah ini terlalu cepat. Padahal yang kutahu, ketika cinta itu muncul, maka potensi benci akan beriringan bersamaan dengan tumbuhnya cinta.
Teringat dengan apa yang pernah diucapkan oleh temanku bahwa “jika suatu hari kau temukan cinta, jangan kau terima sebelum kau tersiksa dan terlunta-lunta karenanya. Kau harus merasakan penderitaan dalam peleburan penantian yang sia-sia, gelisah yang menguras logika, keceriaan yang maya, dan pengharapan yang mencabik-cabik. Karena penantian, kegelisahan dan pengharapan yang kau alamatkan pada satu nama , ternyata masih menyisakan pamrih dalam alurnya. Kau masih berharap ia akan membalas cintamu, dan itulah pamrihnya. Padahal cinta yang seharusnya kau bangun, adalah cinta tanpa syarat atau tanpa imbalan apa –apa “.
Aahh… apakah aku harus mengalah lagi, dan menunggu dengan membiarkan semua kemungkinan terbuka dengan sendirinya ? maaf kali ini aku tak bisa menjawabnya dan tak ingin menjawabnya..
Gunuk, 15 November 2010 21.43

Wanita, …wanita…..

Seandainya ketika itu ada fotografer yang memotret wajah bodohku yang kebingungan mendengarkan suara coletehan diantara 6 wanita yang semuanya mengeluarkan suara tanpa jeda dan tanpa jarak. Semuanya bicara ! tapi aku tak kuasa menutup telinga. Karena mereka tak bising apalagi ramai. Bukan! Aku malah celangak-celinguk kebingungan melihat fenomena yang terjadi di hadapanku. Mereka berbicara 28 kata yang terangkai dalam satu kalimat per-detik. Bayangkan ! per-detik ,kawan. Gila ! wanita..wanita..
Dua bunda di hadapanku, bak santi, kandidat doctor berpenampilan modis dan cantik ini sedang asyik ngobrol dengan bak Cucu, yang juga sama sebagai mahasiswa sosiologi S3. Mimik dan garis-garis wajahnya menampakkan keseriusan yang begitu tegas, meskipun hanya berbicara tentang foto copy-an tugas-tugas kuliah. Samar-samar ku dengar pembicaraan mereka.
“kamu sudah foto copy yang dari bu evelyn ga’ cu ?”
“ udah, kan tadi pak Yayat yang moto cpy-in”
“terus yang dari ibu lugina ?”
“udah kok, mana ya ?”. sambil mencari-cari kertas tugas di atas meja, bak cucu dan bak santi pun asyik mengangkat-ngankat tas milik teman-teman yang lain.
Tak jauh dari sebelah kanan mereka, mungkin hanya 2 jengkal tangan orang dewasa, Nampak Laila, gadis keturunan Arab yang berasal dari tanah dayak yang punya keahlian bisa bicara cepat mengalahi gelombang bunyi ini sedang bersemangat bak pengacara yang sedang menyelidiki kliennya dengan bu Budi, ibu gaul 2 anak gadis ini yang selalu nampak stress jika dihadapkan pada tugas-tugas kuliah, sedang membicarakan tugas kuantitatif untuk besok. Lamat-lamat ku dengar pembicaraan cepat mereka.
“emang gimana sih bu tugasnya, hanya mencari definisi saja kan ?”
“iya… tapi diturunkan dulu. Dari teori ke definisi. Aahh aku juga ga ngerti, lel”
“ loh ? kok diturunkan ? kalo teori ya gak usah di turunkan, hanya definisi nya saja “
“ trus menurun kan definisinya gimana ?”
“ itu juga aku gak tau, bu… gimana caranya ?”.
Semakin lama pembicaraan mereka semakin membuatku tak mengerti. Haduuhhh, lebih baik aku mencoba mencuri obrolan lain yaitu dua wanita di depan sebelah kiriku, arah jam 3. Yang meski tidak terlalu cepat dan nyaring, namun nampak serius. Bak Evi, yang sebelumnya bekerja di demografi, ahli dalam hal hitung-menghitung ini sedang menceritakan alasannya kenapa tidak bisa hadir di acara sosio pascasarjana kemaren di Citos pada Vero, gadis berambut panjang ber-ikal yang tak pernah membiarkannya terurai. Sedikit ku mendekat mencoba mencuri obrolan mereka
“ya banyangin aja lo, jam 7 malam gw baru nyampe di pondok Cina”
“ya kan bisa telat dikit, bak”
“wuiihh capek gw..! tapi sukses kan acaranya ?”
“ya lumayan lah, cukup mewakili “.
Mereka terus bicara, hingga tanpa sadar, lamat-lamat aku mendengar kata “Madura” dari obrolan ke-6 wanita ini yang terbagi menjadi 3 bagian, entah dari bagian yang mana, hingga akhirnya aku pun dengan sok taunya memecah obrolan mereka
“ eh, ada namanya tongkat Madura, yang bisa mengembalikan keperawanan wanita lo “ . spontan mereka berhenti bicara dan focus melototkan matanya ke arahku seperti seorang terdakwah yang ingin di hukum gantung
“ kok bisa, bak ?” tanya laila dengan antusias
“iya bisa lah, tongkat Madura itu kan terbuat dari batu yang seperti semen. Ukurannya hanya sebesar jari telunjuk. Ketika di masukkan ke dalam vagina, maka tongkat itu akan mencair dan membentuk selaput dara yang baru. Itu artinya tongkat maduranya akan mengikis dan berkurang”. Mereka ternyata tak percaya terhadap apa yang aku omongkan dan mulai kembali melanjutkan obrolan dengan pasangannya masing-masing meski temanya sudah berubah, yaitu KEPERAWANAN
Ternyata usahaku tak cukup berhasil menyatukan obrolan mereka. Aku hanya bisa menghela nafas panjang, namun kemudian bak Evi mulai bersuara dan bercerita. Dan aku langsung memperbaiki dudukku yang mulai melemas. Ku letakkan tanganku di atas meja sebagai penyangga daguku seraya mendengarkan cerita bak Evi.
“ eh..eh ….. kemaren temanku curhat ! ternyata adik perempuannya lagi sedih dan putus asa, gara-gara ia memberikan barang berharganya pada pacarnya yang baru saja jadian “. Semua wanita mengumpul dan mendekat ke tengah sambil mendengarkan cerita bak Evi
“trus aku bilang aja sama temanku, gak usah khawatir, sekarang udah zamannya canggih. Kalo selaput dara nya dah hilang, kan bisa operasi di ganti dengan selaput gendang telinganya”, spontan semua tertawa cekikikan dan spontan aku langsung naek ke atas kursi sambil memajukan pantatku ke depan seraya berkata “ halo… halo , tar kalo ngobrol malah maju’in pantatnya ke depan “.
“Haaaaaaaaaaaaa…………”
Akhirnya cerita bak Evi menjadi tema yang menarik buat menyatukan obrolan para mahasiswi dari berbagai status dan kalangan ini , yang sehari-hari di bikin stress oleh tugas-tugas kuliah……
Gunuk, 23 November 2010. 00.35

Cinta Buta

Hari ini aku membaca artikel tentang cinta, hingga kutemukan kata bahwa "Cinta itu buta saat seseorang telah menemukan pilihannya, tapi tidak begitu buta saat sedang membuat pilihan," kata Fisherd. Lalu apakah aku buta karena telah menemukan pilihanku ?. atau apakah aku tak ingin buta, hingga harus membuat pilihan ?
Memang benar, bagian tersulit mencintainya adalah ketika masih kulihat di matanya ada seorang wanita yang begitu ia cintai dan masih ia kenang. Wanita yang meski membuatnya marah dan dendam, namun menjadi sejarah dalam hidupnya. Atau jangan-jangan aku salah membacanya, mungkin saja wanita yang tak pernah ia ceritakan padaku selama ini.
Sudah kukatakan padanya, bahwa aku hanya punya cinta yang tulus dan hanya bisa mencintainya. Karena aku tak punya kekuatan dan capital untuk memilikinya. Aku hanya seorang wanita dari kasta sudra yang tak pantas bermimpi untuk memiliki seorang lelaki yang berkasta kastria. Berapa kali guru sekaligus sutradaraku berkata , “ seorang manusia yang baik adalah manusia yang bisa mengukur dirinya sendiri. Jika ia mampu melihat apa yang ada dalam dirinya, maka ia akan tahu dan sadar bahwa apa yang ia inginkan adalah yang terbaik untuk hidupnya. Jika sudah memilih menjadi manusia sederhana maka janganlah bermimpi untuk memiliki rumah di kawasan Pondok Indah atau Menteng”.
Sebenarnya bukan cinta buta yang ingin kutawarkan padanya. justru aku ingin mencintainya dengan tidak buta tapi dengan mata yang terbuka. Inilah saya, dengan apa adanya. Yang tak ingin memaksa untuk membalas cintaku, karena bagiku cinta bukanlah alat tukar-menukar atau alat tawar. “Jika aku mencintaimu, maka kau harus…..? “, bukan…! Bukan seperti itu. jika ia merasa dikondisikan seperti itu, maka lebih baik ingin kusudahi saja. Aku tak ingin mengotori kesucian cinta yang mulai kubangun untuknya.
“cinta adalah sebuah kesadaran dalam pemahaman tingkat tinggi seseorang dari sebuah perenungan. Jika kau sedang duduk sendiri, merenung dan berfikir pada satu focus pemikiran, tiba-tiba datang seseorang menjetok kepalamu, ‘tok’, maka kemudian secara spontan, kau bilang ‘aww’, dan ke-‘aww’-an itulah yang dinamakan cinta. “
Itulah mengapa aku tak ingin buta mencintainya. Dan jika memang ternyata harus buta karena mencintanya, maka aku ingin kebutaanku menjadi bahan bakar semangat hidupku.
Gunuk, 21 Nov 2010. 13.00

Maafkan aku Tuhan, karena telah berselingkuh darimu !

Tuhan,..
Aku hanya ingin mengatakan padamu, bahwa aku telah menang. Bahwa aku telah usai dan bahwa aku telah berhasil. Karena aku telah menemukan dirimu di dirinya. Aku tahu dan sangat mengenal, ketika pertama kali aku bertemu dengannya, kau memanifestasikan dirimu ke dalam dirinya. Itulah mengapa aku melihat dirimu di dirinya, jadi maafkan aku yang telah berselingkuh darimu karena aku telah mememilihnya, meski dia adalah dirimu jua.
Tuhan,…
Tak perlu kau hadirkan jiwa Muhammad dalam diri yang lain, karena aku tetap memilih dirinya karena dari dirinya aku melihat dirimu, sedangkan Muhammad juga adalah dirimu jua. Maka maafkan aku yang telah berselingkuh dari Muhammad sebagai manifestasi maha sempurnamu, karena aku juga melihat dirinya sebagai manifestasi sempurnamu seperti Muhammad.
Tuhan,…
Jangan sibakkan tirai cinta di hatiku untuknya karena itu artinya kau membunuh dirimu sendiri di dalam hatiku. Aku ada karena cintamu, maka biarkan aku merealisasikan cintamu untuknya dengan tulus…maka maafkan aku yang telah berselingkuh darimu.
Gunuk, 15 November 2010. 22.46

(Kak) Rintis (Yang) Mulya

Tepat satu hari sebelum hari raya Idul Adha, dimana ketika aku dan kak rintis tertawa terbahak-bahak menertawakan diri sendiri setelah dari kantor DPR Senayan. Meski sudah 10 meter kami meninggalkan senayan, masih saja kami tertawa cekikikan dengan sedikit menahan agar tak menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di sekitar kami. hingga akhirnya kami putuskan untuk makan Gultik di Bulungan Blok M sambil mengingat kejadian di Senayan. Heee
Kak Rintis, yang kebetulan menghabiskan 2 porsi gultik tiba-tiba berkata “ sebenarnya aku ingin bicara padamu, tapi tar kamu malah Ge-er ?”, aku hanya tersenyum sambil memadangnya dengan lucu, “ ya pantaslah kalo aku ge-er, itu manusiawi kok. Lalu apa yang ingin kau katakan kak ?”. sambil menghela nafas panjang, kak rintis yang sudah kuanggap melebihi kakak kandungku ini berkata , “ sebenarnya.. ketika aku bersamamu, sepertinya kepalaku selalu kejetok terus….aku iri padamu,Nov”. aku hanya bisa tersenyum dan tak bisa berkata apa-apa selain membiarkan hatiku yang berteriak “ Justru aku yang iri padamu, kak..”.
Hal yang paling tidak kusukai dari kak Rintis, adalah ketika ia tak bisa mengatakan kata ‘TIDAK’ pada siapapun dan pada apapun. Diantara teman-temanya, ia yang paling anti untuk menolak apapun. Ia hanya bisa mengatakan ‘iya….iya….iya… terserah kalian lah, aku sih ngikut aja’. Namun akhirnya sifat itu justru mendarah daging membentuk karakter dirinya. Entah apakah itu justru membuat dirinya bangga, namun aku kadang merasa gerah dan gregetan jika harus melihat dia yang tak punya pilihan selain mengorban dirinya sendiri hanya untuk membuat orang lain senang. Pasti kalimat yang sering keluar dari mulutnya adalah “ aku gak enak sama dia kalo nolak..” aduuhh…. Rasanya ingin kuletakkan dua tulang berukuran telunjuk di bawah lehernya agar tak bisa lagi mengangguk. Hufh
Pernah kutanyakan padanya, tentang alasan atau yang memotivasi dia mengapa selalu tidak pernah mengatakan kata ‘tidak’ pada orang lain. Lalu ia menjawab,” sekarang aku balik tanya sama kamu, jika kau minta tolong sama orang lain, lalu orang itu menolak, apa kau kecewa ? apa kau sedih ? ya itulah alasanku, karena aku juga tidak ingin sedih atau kecewa “. Aku hanya bisa menghela nafas panjang mendengar jawabannya. Meski sangat sederhana namun sungguh kuat, minimal untuk menjetok kepalaku, yang begitu mudah mengatakan kata tidak pada orang lain.
Kak rintis bagiku adalah wanita yang berfikir sederhana. Terlihat bagaimana ketika ia harus memenuhi keinginan keluarganya untuk segera mempercepat pernikahannya dengan kekasihnya. Untung saja ia memiliki suami yang begitu memahaminya. Yang selalu mendukungnya untuk meraih mimpinya. Suaminya, yang akrab di panggil mas Ganden ini, tahu dan sadar bahwa istrinya, kak rintis memiliki banyak mimpi dan cita-cita yang besar.
Konon ceritanya, ia hampir menolak pernikahannya. Bukan berarti ia tidak ingin menikah atau bahkan tak mencintai kekasihnya, hanya saja, ia merasa belum siap, ketika itu, mimpi dan cita-citanya sedang ada di depan matanya. Untuk itu lah ia memilih untuk kembali ke Jakarta meneruskan mimpinya setelah menikah, sedangkan suaminya tetap menjalankan aktivitas dan pekerjaannya di Jember. Pola hubungan rumah tangga yang unik, saling berjauhan tapi saling mencintai. Itulah kadang yang menjadi referensiku untuk juga bisa menikah. Karena alasanku mengulur-ulur waktu menikah, hanyalah takut kehilangan kebebasanku untuk meraih mimpiku.
Kadang kak rintis terharu biru jika menceritakan perihal suaminya yang penuh perhatian. Kebetulan satu tahun terakhir ini suaminya memilih untuk tinggal bersamanya di Jakarta. sang suami yang paham betul, bahwa kak rintis tidak bisa memasak, justru ia yang memasak. Selain itu, kak Rintis yang masih akrab dan setia dengan penyakit lamanya, yaitu sesak nafas, sang suami selalu siap menjaganya. Setiap hari harus membersihkan rumah dari debu agar tak menjadi virus bagi kak Rintis. Hanya saja perbedaan antara keduanya, terletak pada ideology terhadap pola hidup. kak rintis yang lebih banyak terkontaminasi oleh budaya pop Jakarta, kadang merasa gerah dengan sikap mas Ganden yang memilih hidup dengan apa adanya. Maklumlah, mas ganden anak teater gituuu…..
Namun tiba-tiba, di akhir bulan Oktober, mas Ganden memutuskan hijrah ke Lombok, untuk mengikuti pamannya mengelola perkebunan kelapa sawit. Aku begitu terkejut mendengar berita itu, bak Guntur di siang bolong tanpa hujan. Sesekali aku complain terhadap putusan mas Ganden, masa’ harus jauh-jauhan lagi, namun ia menjawab “ yaa Realistis lah, Nov, kami butuh duit yang banyak untuk masa depan kami, dan aku ingin istriku bisa meraih mimpinya untuk bisa melanjutkan kuliah s2, minimal jika tak ke luar negeri, ya di dalam negeri juga tak pa pa. dan itu butuh biaya yang banyak, iya kan ?”. Ingin rasanya aku menjetok kepala mas Ganden, tapi aku malah mendekati kak Rintis dan berbisik padanya, “Bak, dapat mas Ganden dimana sih ? carikan aku suami yang kayak mas Ganden dong !!?”.
Saat ini, kak Rintis senasib denganku. yaitu menjelma sebagai wanita kesepian, tanpa sang kekasih. Itulah kadang yang membuat kami selalu klop dan klik. tapi masih saja aku belum bisa menerima sifat kak rintis yang tidak bisa mengatakan kata “tidak” pada orang lain. Dia selalu mengalah dan merasa ga enak-an. Itulah mengapa jika dihadapannya aku selalu keras padanya, namun bukan berarti aku benci. Justru dengan begitu, aku tak ingin ia menghukum dirinya sendiri. Hal itu terjadi ketika ia memilih untuk tinggal bersamaku di Pasar Minggu, setelah mas Ganden pergi ke Lombok dengan alasan biar lebih dekat jarak ke kantornya yang terletak di Menteng. Namun kenyataanya, selama seminggu aku bersamanya, justru aku melihat dan merasakan, bahwa hati dan pikirannya masih ada di ciputat. Sepertinya ia tak ingin meninggalkan Ciputat, yang notabene kakak kandungnya, bak Widia, masih tinggal di Ciputat. Maka dengan tanpa basa-basi, aku “mengusir” nya dengan halus dari rumahku dan menyuruhnya untuk kembali ke Ciputat. Itulah kak rintis, jika aku tak keras padanya, ia pasti memilih tetap diam di rumahku sementara hati dan pikirannya tersiksa…..dan kemudian yang keluar dari mulutnya hanyalah “ iya Nov, kamu betul. Sepertinya aku memang harus balik ke Ciputat. Maunya udah dari kemaren mau ngomong sama kamu, tapi aku ga enak..”. hufh dasar ! itulah kak Rintis ! berubah dikit napa sih kak…..!
Selain itu kerinduan untuk bisa memiliki anak mulai mengganggu pikirannya, hanya saja ia cukup dewasa mengatasinya, “ meski aku pengen banget punya anak, mungkin Tuhan tahu, bahwa aku memang belum siap menjadi ibu. Ya biarlah, lagian aku dan mas Ganden jauh-jauhan “. Dan untuk mengusir rasa kesepiannya, ia lebih banyak menghabiskan waktunya, selain bekerja juga mengikuti acara diskusi atau hanya menonton pertunjukkan dan berkunjung ke rumah sahabat-sahabatnya.
kali ini aku cukup bahagia dan senang sesenang senangnya ketika tiba-tiba ia berkata, “ Nov, sekarang aku sadar, sudah saatnya aku memilih dan memilah mana yang menjadi prioritas hidupku. Dulu, aku bak monster yang ingin melahap semuanya yang ada di depanku. Aku ingin sekolah. Aku ingin bekerja. Aku ingin belajar tari. Aku ingin begini. Aku ingin begitu. dan semuanya ingin kupelajari. Hingga akhirnya kini aku telah berada di titik jenuh, dimana saatnya lah aku memutuskan, bagian mana yang harus aku pilih dan aku tekuni. Aku juga tidak akan begitu mudah mengatakan kata ‘iya’ pada semua orang. “. Aku kaget dan mengernyitkan dahi, “ Tumben ngomong gini, ada apa, kak ?”. ia tersenyum dan memandangku sambil berkata, “ karena aku telah kembali menjadi manusia. Kau tau Nov, sejujurnya, saat ini aku tidak tahu harus melakukan apa. Aku bingung. Ketika aku harus menulis, aku tidak tahu apa yang harus aku tulis. Padahal di dalam kepalaku banyak yang ingin kutulis. Tapi tersendat. Itulah mengapa aku harus memutuskan ini. Aku bingung karena terlalu banyak pilihan yang semuanya ingin ku raih. Aku terlalu rakus dengan keinginanku. Dan kini, aku tak ingin lagi bingung, Nov”. aku hanya bisa memberikan jempol padanya “ baaagoooss”.
Dan untuk kak Rintis…. Welcome.. aku menyayangimu ! semangat !
Lebak Bulus, 22 Nov 2010. 19.42

Hendro, sahabat yang ingin kukenalkan….

Ketika tidak ada tujuan dari kampus di hari Jumat ini, tiba-tiba sahabatku, hendro menelpon dan mengundangku untuk bertemu di tempat kerjaannya di GIS, tempat sekolahannya Cinta laura and the gank of bule. Karena sudah lama kami tak bersua dan bercengkrama, maka kami pun tak sabar untuk saling berbagi cerita yang sudah lama kami lewati.
Yang kutahu, dia sekarang sedang menjalin sebuah hubungan dengan seorang wanita yang ternyata banyak mengundang kontroversi dan cibiran dari kawan-kawan yang lain, hanya karena memilih wanita itu sebagai kekasihnya. Beberapa kali aku di telpon oleh kawan-kawan untuk mengingatkannya, “Nov, coba deh lo kasi’ tahu Hendro gih ! lo kan deket sama dia. Bilangin jangan pacaran sama tuh cewek ! aku tahu cewek itu gak baik buat dia!”. Aku hanya tersenyum dan tertawa mendengar respon kawan-kawan terhadap pilihan Hendro.
Siapa yang tak tau Hendro. Bukannya aku ingin mengklaim bahwa aku adalah seorang sahabat yang paling tahu dan paham tentang dia. Meski awalnya kami dikondisikan atau di paksa menjadi sahabat, gara-gara satu angkatan di almamater, tapi saya baru bertemu dan mulai akrab sejak tahun 2004, dimana pertama kali aku ke Jakarta. Ketika itu, kami janjian bertemu untuk mengunjungi sahabat kami yang bernama Rozi, sang calon pengusaha sate di Senayan. Selama perjalanan, banyak hal yang kami bagi, termasuk bagaimana kami merangkai mimpi-mimpi kami kelak.
Meski kami sama-sama punya mimpi yang indah, ternyata Tuhan memberikan jalan yang berbeda pada kami. Karena alasan ekonomi keluarga, Hendro akhirnya memilih untuk mengubur mimpinya sebagai seorang mahasiswa. Dan ia mulai sibuk mencari pekerjaan untuk menghidupi keluarganya. Hal yang tak paling kusukai darinya adalah ketika ia selalu berkata, “ aku kan hanya seorang security (satpam), tak pantas bergaul dengan mahasiswa”.
Belum lama ia menikmati dengan menerima apa yang sudah Tuhan gariskan terhadap hidupnya, tiba-tiba ayahnya meninggal. Namun tak setetes air mata yang ia tampakkan ketika menyambut kedatangan ku dan kawan-kawan yang lain. Ia begitu tegar dan pasrah. Namun aku begitu merasakan, kesedihan dan beban yang begitu besar pada dirinya, yang sengaja ia sembunyikan dengan canda tawa dan senyuman. Aku hanya bisa mengusap punggungnya dan berkata, “Dro, aku dan kawan-kawan selalu bersamamu”. Dan ia hanya bisa mengangguk dan menjawab “ Makasih ya”.
Meski ia sudah memiliki jam sibuk dengan rentetan jadwal kerjaannya, namun ia masih menyempatkan diri untuk menghabiskan waktu bersama kawan-kawan yang lain, itulah yang kadang membuatku malu dan selalu menjadi tolak ukur buat kawan-kawan yang lain, yang sok sibuk hingga melupakan waktu bersama teman-teman yang lain. Aku pun kadang tersindir olehnya, aku yang tak begitu tertarik dengan silaturahim lewat HP, dan meski kami berjauhan, ia masih saja mengirimiku sms dan menanyakan kabarku.
Hendro adalah sahabat yang sama denganku, ia tak ingin bermain-main dalam menjalin sebuah hubungan dengan lawan jenis. Itulah mengapa ia tak ingin berpacaran, sehingga status jomblo begitu lama disandangnya. namun ketika ia menemukan wanita yang tepat, ia akan segera mendapatkannya dan menikahinya, “ kalo sudah mendapatkan wanita yang tepat untukku, ngapain lama-lama, Nov. langsung saja kuajak nikah”. Tapi aku sedikit ragu padanya, apalagi saat ini ia sedang mencari pekerjaan baru, karena kontrak kerjanya yang sebelumnya akan segera habis. Lalu kutanyakan padanya,
“ Emang kau sudah siap?”
“Siap lah”
“Kau kan masih belum stabil. Kau masih mencari pekerjaan baru. Kau masih belum bisa mewujudkan mimpimu. Apa tak terlalu buru-buru ?”
“Nov, mendapatkan pasangan itu bukanlah sebuah target atau sebuah penghalang untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Jika aku tak mampu meraihnya sendirian, maka pasangan bisa menjadi malaikat. Dan meski secara ekonomi aku belum stabil, tapi namanya rezeki, kan masih bisa dicari bersama. Justru yang membuatku ragu adalah statusku yang hanya lulusan pesantren dan hanya menjadi seorang satpam. Sedangkan wanita yang aku cintai adalah calon sarjana…”. Lagi-lagi aku mendapatkan pelajaran ilmu sederhana dari seorang sahabat yang punya stok senyum begitu banyak ini. Aku hanya bisa mengelus pundaknya dan mengulang kata “ sabar lah Dro, aku dan kawan-kawan selalu bersamamu”.
Berapa kali ibunya bersyukur karena memiliki hendro sebagai anaknya. Namun beliau selalu berkata “orang yang paling bahagia di dunia ini adalah wanita yang menjadi pilihan hendro sebagai istrinya”. Aku begitu tak mengerti, mengapa ibunya berkata seperti itu. tanpa sengaja aku melihat butiran air mata yang tergenang di dalam matanya. Beliau seperti menahan sesuatu yang jauh lebih besar daripada beban hidupnya, yang selama ini beliau hanya mendapatkan uang dari jualan kue bersama putrinya. Apakah pembacaanku salah, jika ternyata Hendro baginya melebihi hidupnya?
Terlepas dari itu semua, aku tahu bagaimana Hendro mencintai ibu dan keluarganya. Yaitu ketika masalah pemesan kue yang begitu banyak pada sebuah acara yang kami selenggarakan, namun ternyata tak berjalan sebagaimana yang kami harapkan. uang yang Hendro pinjam pada tetangganya untuk dijadikan modal pengadaan kue untuk acara kami, ternyata tak bisa kami kembalikan secepatnya. Hendro dengan tanggung jawabnya yang begitu besar meminjam uang kesana- kemari tanpa ada rasa lelah dan putus asa. Tak sedikitpun aku melihatnya ia mengeluh, bahkan yang ada ingin menyembunyikan masalahnya dari kami. Itulah Hendro, yang kadang membuatku marah dan kesal ketika ia selalu mengalah dan berdiam saja….
Selain itu, yang kadang membuatku gregetan tak sabar padanya, adalah ia lebih banyak memikirkan orang lain daripada dirinya sendiri. Terutama keluarganya. Ketika adiknya butuh kerja, ia mati-matian mencarikannya, namun ia sendiri lupa, bahwa ia juga lagi butuh kerja. Ahh.. begitu juga pada teman-temannya. Ia banyak memikirkan masalah yang menimpa teman-temannya daripada memikirkan masalah pribadinya. Aahh hendro.. hendro… rasanya 4 jempolku tak cukup untukmu. Aku bangga menjadi sahabatmu.
Memang tak cukup 6 tahun aku mengenal Hendro dengan sempurna, namun dari kebersamaan kami, aku tahu, Hendro adalah sahabat yang punya tanggung jawab yang tinggi dan dedikasi yang besar. Sempat terpikir olehku, jika suatu hari nanti aku punya perusahaan, dan aku harus pergi meninggalkan Indonesia, maka aku tak akan pernah berfikir dua kali untuk memberikan padanya. heee….
Dan itulah mengapa aku tak peduli dengan cibiran kawan-kawan mengenai wanita pilihannya. Aku tahu siapapun yang bersama Hendro akan lebih baik….
Hendro….!! Semangat !
Gunuk, 21 November 2010. 16.30

Bukan itu yang membuatku cinta….

Ketika itu, di taman Barito, kau tiba-tiba bertanya padaku, “mengapa kau mencintaiku, Nov ?”. namun aku memilih untuk tidak menjawabnya. lalu Karena kau tidak mendapatkan jawaban yang kau harapkan, maka kau mulai ber-romantisme dengan menceritakan kisah seorang wanita yang dulu mencintaimu dengan diam-diam. Dan kemudian kau bertanya lagi padaku , “mengapa kau mencintaiku, Nov ?”. lagi-lagi aku hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. Kau terus memancingku untuk menjawab pertanyaanmu, hingga akhirnya muncul istilah pledoi dan apologi yang hingga saat ini aku masih bingung membedakannya.
Karena kau terus memaksa, maka aku hanya bisa menjawab “ Cinta itu kan tidak muncul dari logika yang bisa diterjemahkan lewat kata-kata. Tapi cinta itu muncul dari rasa yang hanya bisa diterjemahkan lewat tindakan. Jika ternyata cinta bisa dijelaskan dengan kata-kata, maka itu artinya aku mencintaimu dengan kepentingan.”. tapi kau malah bilang itu hanya apologi saja ..
Aku terus tersenyum melihat wajah lucumu, sehingga tiba-tiba aku teringat apa yang pernah dikatakan oleh kang Jalaludin Rumi, seorang sufi pemilik tari mistik, ia mengatakan “ sudah 1001 makna cinta aku jelaskan pada semua orang, tapi ketika cinta itu datang padaku, aku malu pada pada diriku.”. kau terus bercerita dan pikiranku terus bergerilya memahami perkataaan kang Rumi, bahwa cinta tak bisa di ukur dengan ukuran orang lain. Jika hari ini ku katakan padamu, tentang alasan mengapa aku mencintaimu, maka orisinalitas cintaku akan menjadi konsumsi public, termasuk dirimu. Dan aku tak mau itu….!
1 minggu bersama, membuatku lebih banyak mengenalmu. Aku yang mencintaimu dengan diam-diam sejak bulan Agustus yang lalu, tak membuat cintaku menjadi kerdil dan mengecil, justru semakin besar, hanya saja aku tak ingin mengeluarkannya sekaligus, khawatir akan cepat habis.
___________________
Kanda…
Aku mencintaimu bukan karena kau memelukku ketika tidur
Aku mencintaimu bukan karena kau memegang tanganku menerobos kerumunan orang di stasiun
Aku mencintaimu bukan karena kau ikut mengepel lantai di rumahku
Aku mencintaimu bukan karena kau yang menghapus keraguanku untuk maju pen-caleg-an nanti
Aku mencintaimu bukan karena kau memanggilku dinda
Aku mencintaimu bukan karena kita menghabiskan malam untuk merumuskan makna selingkuh
Aku mencintaimu bukan karena akhirnya aku bisa bebas menangis di hadapanmu
Aku mencintaimu bukan karena kita sama-sama anak tengah yang menjadi harapan orang banyak
Aku mencintaimu bukan karena kisah hidupmu yang menguras emosi, yang suka mengorban dirimu sendiri
Aku mencintaimu bukan karena kau punya ilmu dan jaringan yang luas
Aku mencintaimu bukan karena kau memiliki indera ke-6 yang bisa melihat sesuatu yang tak bisa dilihat oleh orang kebanyakan
Aku mencintaimu bukan karena kau mau memenuhi keinginanku menjadi teman kencanku
Bahkan Aku mencintaimu bukan karena kau seperti Brad Pitt (versi gadis berkerudung di kereta), hem
Tapi izinkan aku mengatakan,
bahwa aku mencintaimu karena kau memang pantas untuk dicintai..!
Gunuk, 21 November 2010, 17.56

Dia….. ( lelaki yang ingin kuceritakan padamu, kawan )

Kawan, ingin rasanya aku bisikkan sesuatu di telingamu, tapi ternyata langit sudah mendengar dengan ditandai Guntur-guntur yang terus menyambar membabi buta disertai hujan yang terus membasahi kota Jakarta, bahkan dunia sudah menggelepar dan bergemuruh laksana erupsi gunung merapi setelah mendengar kabar dariku, bahwa aku telah jatuh cinta. dan kau pasti ingin tahu siapa lelaki itu. tenanglah ! aku pasti menceritakannya meski air laut tak cukup menjadi tinta untuk menulis tentangnya..
Dia lah lelaki yang membalikkan akal sehatku 180 derajat. Yang mau tak mau aku harus mengakui bahwa selama ini aku telah angkuh dan sombong, yang merasa mampu untuk hidup sendiri dan bisa menyelesaikan semuanya masalah hidup dengan sendiri. Ternyata aku tak sekuat itu kawan, aku rapuh di hadapannya. Aku lemah dan membutuhkan seseorang yang bisa memberikan pundaknya ketika aku merasa lelah.
Bukan ! bukan aku tak peduli padamu, kawan. Bukan pula aku tak menganggapmu tak ada, hanya saja, aku ingin kau tetap setia berada di bagian ruang hatiku dan membiarkan bagian ruang hatiku yang lain terisi olehnya. Lagi pula, aku tak ingin memebebani dirimu, sedangkan kau kini bersama kekasihmu. Dan aku juga ingin punya kekasih. Oke, aku lanjutkan ceritaku tentang dia.
Kawan… aku sudah menemukan lelaki yang tepat untukku. Dulu, ketika aku berteriak-teriak lantang bak demonstran yang ingin menurunkan SBY dari kursi kepresidenan gara-gara harga BBM naik dengan tangan yang mengepal keatas bak Sukarno yang sedang berorasi, bahwa aku begitu benci dengan konsep pacaran. Apatis dengan konsep pernikahan bahkan sinis dengan makna anak dalam hidup, kini kepalaku kejetok beberapa kali setelah bertemu dengannya. Tok..tok..tok… Rasanya aku ingin sekali menjadi miliknya selamanya. Aahh.. tapi itu terlalu jauh aku berfikir, karena…. Sampai saat ini aku belum menjadi miliknya. Aku hanya bisa mencintainya. Itu saja. Dan bagiku mencintainya jauh lebih indah daripada memilikinya. Karena aku belum siap kehilangannya.
Kawan…, sebenarnya aku malu jika memintamu untuk mengajariku bagaimana cara menjalin sebuah hubungan dengan laki-laki yang ku cintai. Kau tahu sendirilah !? aku tak pernah begitu intens dan serius dalam menjalin hubungan dengan seorang lelaki sebelumnya. Apakah aku harus sms setiap hari, menanyakan kabarnya, atau menanyakan apakah dia sudah makan atau belum , atau menanyakan posisi dia..? aahh….kawan, aku benar-benar gak tahu. Aku hanya takut, jangan-jangan dia malah gak suka dan merasa terganggu dengan itu semua. Apakah lebih baik aku diam saja ?
Kawan, … seandainya aku dilahirkan kembali, aku akan meminta Tuhan untuk menjadikan aku sebagai wanita yang bisa memaksa. Memaksanya untuk mencintaiku, tapi dasar ! aku sudah terlanjur hidup menjadi manusia yang mengalah, menunggu, dan menghindar sebelum perang….aahh sudahlah, cintaku memang diatas kertas, tak bisa kuungkapkan lewat mulut. Setiap aku ingin jujur, aku menyuruhnya untuk berbalik, dan menulis semua perasaanku di punggungnya dengan menggunakan jariku.
Kawan,… aku tahu kau begitu serius membaca tulisan ini. Dengan seketika banyak ide dan asumsi di kepalamu yang terus bermunculan dan menari-nari bak burung kecil yang baru belajar terbang. Hee… tapi sudahlah kawan, tak usah kau pikirkan masalahku… karena aku tak menganggap ini sebagai masalah. Ini hanya cerita yang ingin ku bagi denganmu.
Aku bahagia kawan. Kau tahu? setiap aku berada di dekatnya, hatiku merasa terteror. Seakan-akan Osama bin Laden ada di belakangku dengan bom ditangannya yang siap dilemparkan padaku.hiiiiiii…… dan ketika ia memegang tangaku, wuiihh….tiba-tiba aliran darahku berhenti seakan-akan aku berada di lift lantai 60, yang jatuh seketika ke bawah… huf. Dag-dig dug benar kawan… apalagi ketika ia memelukku, aduuhh rasanya aku lagi naek tornado, arena permainan di Dufan Ancol itu lo… wadoh ! gila kawan !
Untung saja dia sudah pergi, jika tidak, aku bisa mati berdiri gara-gara jantungku berdetak bukan perdetik, tapi per ½ detik. Wadoh ! jika ini terjadi setiap hari, sepertinya aku harus menyewa perawat pribadi yang menemaniku setiap saat. Yang ketika tiba-tiba aku sesak dan kejang-kejang bak epilepsy, langsung ditangani perawat. Itulah mengapa aku tak ingin terlalu lama berada di dekatnya….karena aku masih ingin hidup kawan…heee
Kawan,……aku hanya ingin hidup hari ini. Aku tak ingin melihat hari kemaren, apalagi memandang hari esok. Aku masih takut dan belum siap. Aku hanya ingin mengisi setiap detik hari ini dengan kebahagian dan tawa…..
Kawan… makasih ya…
Tetaplah menjadi bintang di langitku…..
Gunuk, 19 November 2010. 14.04

Gara-gara Cinta…

6 hari hidupku dibikin kacau.
Gara-gara cinta, aku yang tak peduli dengan HP, harus membawa HP kemana-mana termasuk ke kamar mandi, hanya untuk lebih tahu apakah ia menghubungiku atau tidak. Dan setiap detik, aku selalu mengecek HP ku apakah namanya ada di layar hp ku. Bahkan lucunya, ku coba meng-sms HP simpatiku dengan menggunkan HP ku yang lain yang bernomer Indosat dan Xl, dengan dugaan, jangan-jangan tak ada signal.
Gara-gara cinta, aku yang suka tidur tepat tengah malam, malah harus tidur lebih cepat 4 jam dari biasanya, hanya agar aku bisa bertemu dan bersamanya di alam mimpi. Hingga adzan subuh yang meraung-raung tak ku hiraukan karena di saat itulah aku sedang menggandeng tangannya menuju surga.
Gara-gara cinta, aku yang tidak suka menyia-nyiakan waktu sedetik pun untuk melakukan hal-hal yang tak berguna, malah sering melakukan kemalasan bangun tidur hanya untuk menghayal tentang dirinya. Dan mencoba mencari pekerjaan yang banyak waktu untuk berbicara sendiri. Mencuci baju sebanyak-banyaknya yang biasa ku habiskan dengan waktu 1 jam, malah molor menjadi 5 jam hanya karena aku sering berbicara sendiri seakan-akan berbicara dengannya.
Gara-gara cinta aku jadi suka nyanyi lagu-lagu bertemakan cinta. bahkan sambil menari-nari di depan cermin bak Marshanda yang lagi stress di depan camera laptop yang di upload di youtube sambil berteriak “ hey lelaki ! aku sangat sangat sangat sangat sangat mencintaimu….”.
Tapi…
Gara-gara cinta, aku jadi ingin terus tersenyum, menyapa semua orang dengan ramah dan mudah mengatakan kata maaf. Ketika itu di hari di mana aku harus ke kampus, aku harus mengatakan kata maaf pada semua orang dua kali, yaitu berhenti mendadak gara-gara ban motorku bocor, dan berhenti mendadak karena buku ku jatuh dari motor sehingga menyebabkan macet dan bunyi klakson yang saling bersaahutan. Aku hanya menundukkan badan dan kepala berulang-ulang sambil berkata “ maaf pak.. maaf bu “ dan mengambil bukuku yang jatuh tepat di tengah jalan…
Gara-gara cinta, aku mulai bergairah untuk menulis. Menulis tentang apa saja. Terutama tentang dia dan tentang cinta. jari-jariku tak mau berhenti menekan tuts-tuts huruf yang tak beraturan di keyboard laptopku. Seakan-akan cerita tentangnya tak pernah dan tak ingin habis…
Gara-gara cinta, aku jadi gemar membaca, terutama buku atau artikel yang berbicara tentang lelaki dan cinta. mondar mandir di Gramedia yang kuburu hanya buku-buku tentang cinta. entah itu di rak buku filsafat atau buku psikologi. Bahkan aku rajin membeli Koran, agar bisa nyambung apa yang ia bicarakan denganku, dan aku tak dianggap bodoh.
Gara-gara cinta, akhirnya aku bisa berdoa meski hanya berterima kasih pada Tuhan. Terima kasih karena sudah mendatangkan seseorang yang ku cintai. Terima kasih karena telah membuatku jatuh cinta. terima kasih karena dialah aku bisa mengenal siapa aku sebenarnya.
Terima kasih cinta…… terima kasih kanda…
Hingga saat ini aku tak mengharap kau bisa membalas cintaku, karena bagiku mencintai itu adalah memberi bukan menuntut. Silahkan kau bersama dengan wanita lain ! silahkan kau mencintai wanita lain ! tapi izinkan aku untuk tetap mencintaimu dan menghargai cinta ini dengan tidak ingin melirik lelaki lain dan mencintai lelaki selain dirimu…
Kulakukan ini hanya karena gara-gara CINTA..
Gunuk, 15 November 2010. 22.30

Untuk Umurku yang ke-26 Tahun…

Sebenarnya aku tak begitu suka dengan sebuah perayaan ultah, namun saya sangat menyukai pesta. Pesta yang lebih mengedepankan kesederhanaan dan kekerabatan. Yaa, sekalian silaturahmi, karena bagiku silaturahmi adalah cara bagaimana mengaktualisasi diri di social network. Mau tak mau kita harus mengakui bahwa kita tak pernah hidup sendiri. Kita ada karena ada keluarga, teman, tetangga, guru dan masyarakat. Terlepas apakah mereka benci atau senang pada kita.
“ Makasih ya udah pada datang ke rumah, buat bakar-bakar ikan”
“Makasih ya atas kadonya dan doanya”
Saat ini, aku hanya ingin bersyukur. Ketika semua orang menuntutku untuk make wish, di ultahku yang ke-26 tahun ini, sebenarnya aku bingung, mau minta apa lagi, toh aku sudah memiliki keluarga yang begitu sempurna, guru-guru yang luar biasa, teman-teman yang dahsyat, yang mengajariku bahwa senyuman adalah jembatan terpendek di dunia.
Saya merasa Tuhan begitu sayang dan cinta padaku, karena aku juga sangat sangat mencintainya. Belum sempat keinginan dan doa ku terucap, Tuhan sudah mengabulkannya. Hingga suatu ketika aku tantang Tuhan untuk mengabulkan keinginanku yang agak aneh, agak lucu, dan bahkan menjijikan. Lagi-lagi Tuhan menampakkan rasa cintanya padaku, Ia mengabulkan keinginanku yang bagiku cukup mengagetkan. Tapi aku yakin, Tuhan punya rencana dan punya pesan yang ingin disampaikan padaku.
Kujalani semua yang Tuhan inginkan, kadang terjal, kadang tersandung, kadang membahagiakan dan kadang membuatku tertawa, menertawakan diriku sendiri. Hmm.. ternyata memang benar, Hidup itu seperti komedi bagi orang yang berfikir tapi menjadi tragedy bagi orang yang hanya menjalani saja. Hingga akhirnya, aku harus menjadi “manusia” kembali. aku harus mengatakan “ stop” dan “cukup” atas semua kegilaanku yang kulakukan, karena aku sudah paham, apa yang ingin Tuhan sampaikan padaku. tanpa sadar, aku menengadah ke atas dan mengacungkan kedua jempol tanganku pada Tuhan sambil berkata “ bagooos”. Hem…
Di Ultahku yang ke 26 tahun ini banyak peristiwa yang kualami dengan harus menepuk dada karena jantungku yang berdetak cepat, nafasku yang sesak dan tawaku yang lepas. Oh Tuhan, aku benar-benar bergetar. Tubuh, jiwa dan akalku terus bergetar tiada henti. Air mata kebahagian terus mengalir. Aku benar-benar terharu dan tersentuh atas semua ini. Dan tiba-tiba aku merasa takut yang begitu sangat, apakah ini nyata ?, Apakah ini hanya sementara ?.
Seakan-akan aku tak ingin membuka mata dan bangun dari semua kebahagian ini. Tapi aku juga tidak ingin jika ini semua adalah mimpi. Apakah karena pengakuan-pengakuan yang sering kulakukan akhir-akhir ini membuat kuburan jiwaku yang telah kugali dalam-dalam, kini harus ku buka dan ku timbun lagi dengan tanah?
Tuhan…. Aku bahagia… sangat sangat sangat sangat bahagia….
Dan Untukmu…. wahai
1. Keluarga besarku, (Buya, Umma, Mbak Titin, Mas Uus, Dek Farhan, Dek Melda, kak yung, Mak camplong) dan juga kelurga yang ada di Madura dan di luar Madura
2. Guru-guruku, baik yang di akademisi ( dari TK-pasca) atau di luar akademisi
3. Teman-teman Roses, dimana pun kalian berada
4. Teman-teman IKBAL, senior, junior , dan wali santri yang sudah kuanggap sebagai orangtua
5. Teman-teman UIN Syahid Jakarta angkatan 2004, khusus jurusan Tafsir Hadis
6. Teman-teman ICAS Paramadina angkatan 2005
7. Teman-teman Teater Kosong, Teater Q surabaya, FTI, dan tetaer seluruh Indonesia
8. Temen-temen KPJ dan komunitas Regge di Kediri, I love you full
9. Teman-teman pascasarjana sosiologi UI angkatan 2010
10. Teman-teman HMI, PMII dan organisasi mahasiswa lainnya
11. Teman-teman Jogja, Surabaya, Jakarta, dan Madura
12. Teman-teman FB
13. Para lelakiku
14. Kakak-kakakku dan mbak-mbakku (sodara ketemu Gede)
15. Dan semuanya……
Aku hanya ingin mengatakan satu kata pada kalian (sambil berbisik dengan meletakkan kedua tangan di samping mulut sebagai corong suara )
M. A. K. A. S. I. H
Tetaplah menjadi bintang di langit…….!

Kamis, 28 Oktober 2010

Mengingat Mbah Maridjan

Mengingat ?. Mengingat itu adalah proses pencarian memori yang pernah terekam sebelumnya. Namun jangankan berbicara, bertemu langsung atau bertatap muka saja dengan mbah Maridjan tidak pernah terjadi. Hanya saja aku bisa melihat wajah dan mengenal sosoknya melalui kotak ajaib berbentuk persegi empat sama sisi yang terpampang di pojok ruang tamu rumahku, dengan perantara mulut para selebritis, tokoh politik, dan para pembawa berita.

Channel 1, tentang mbah Maridjan. Begitu juga dengan channel yang lain. Setiap ku pencet remote TV untuk mencari acara, selalu muncul wajah mbah Maridjan. Apalagi setelah kematiannya yang begitu heroic karena awan panas atau yang disebut dengan wedus gembel dari gunung merapi. Tak tanggung-tanggung, acara infotaiment pun alias acara gossip, juga ikut meramaikan membincangkan sosok mbah Maridjan. Karena selain sebagai guru kunci gunung Merapi yang di pilih oleh Sultan Hamengkubono IX, ia juga dikenal sebagai bintang iklan minuman berenergi yang memiliki jargon yang khas, yaitu “ROSO”, hem…

Hingga tanpa sadar, sosok mbah Maridjan masuk kedalam alam bawah sadarku dan berkumpul dengan memori-memori yang lain. Ia berdesakkan dengan memori-memoriku yang tak terbuang. Sehingga yang bisa kuingat hanya mbah Maridjan dalam versi televisi.
Setelah kulihat jam dinding berwarna favoritku ,yaitu hitam putih, yang terletak di dinding pembatas antara kamar tamu dengan kamar tidurku, mengabarkanku bahwa hari ini sudah memasuki pagi. Pagi yang gelap. Yang ditunjukkan oleh jarum jam yang asyik nongkrong di angka 2. Aku mulai mematikan TV dan mulai bermanja dengan selimut. Namun tiba-tiba aku merasa pengen buang air kecil, maka kupakasakan tubuhku dengan membunuh rasa kantukku untuk segera ke kamar mandi.

Dengan tergesa aku kembali ke tempat peraduanku, meski kasurku hanya sebuah selimut empuk yang jika tak dipakai untuk tidur, maka ku lipat dan kuletakkan di tumpukkan kain yang lain tapi bagiku itu sudah membuatku nyaman. Namun tiba-tiba jantungku berdetak cepat karena dikagetkan oleh sesosok yang duduk di atas selimutku. Maka kunyalakan lampu yang awalnya kubiarkan menggelap. Sinar lampu memberikan aku penjelasan tentang sosok laki-laki tua berbaju batik berwarna cokelat marum, dengan sarung kotak-katak besar berwarna merah bata dan sebuah peci yang nongkrong di kepalanya.

Aku mendekat dan berjalan ke arah samping hingga berada didepan sosok itu. sambil menunduk dan berjinjit aku menyapa dengan suara “ehem”. Tiba-tiba sosok itu mengangkat wajahnya dan mulai tersenyum. Kaca mata berukuran besar yang setia melindungi matanya memberikan isyarat kearifan akan sosok ini. Kerutan-kerutan tegas di wajahnya menggambarkan sosok ini sebagai lelaki tua yang punya prinsip dan semangat yang kuat. Senyumannya yang disertai dengan barisan gigi putih yang besar namun merata, membuat sosok ini tak asing bagiku. Aku langsung menunduk di hadapannya dan menyalami tangannya yang tua. Dengan pelan-pelan aku pun menyapanya

“ Apa kabar, mbah ? “ lelaki tua itu masih saja tersenyum padaku. ia tak mengeluarkan sepatah dua patah kata pun padaku. maka dengan rasa penasaran, aku pun mulai bertanya.

“ kalo boleh tau, ada keperluan apa mbah kesini ?” , dengan sedikit hati-hati aku berbicara selayak putri solo, khawatir menyakiti perasaannya, dan aku pun mulai memperbaiki dudukku dengan bersila. Aku menunggu jawaban mbah yang begitu lama, yang sebenarnya aku tak terbiasa menjalani ketersiksaan ini. Namun karena dihadapanku adalah mbah Maridjan, yang begitu arif dan sederhana, maka ku bunuh semua egoism dan emosi yang ada didalam diriku. Sambil menunduk aku masih menunggu. Tiba-tiba mbah mulai berbicara, dan aku langsung mengangkat wajahku, menghadap wajahnya.

“ Nduk…. Aku kesini karena kamu yang memanggilku dengan hatimu. Aku sudah tahu, cerita setelah kematianku. Bagaimana semua orang berbicara tentangku. Meski aku kurang suka, tapi ya… itu sudah resiko yang harus aku terima. Itu sudah haknya mereka. Jadi buat apa aku melarang “.

“ Lalu mengapa mbah mau datang karena kupanggil ?”.

“Karena mbah, pengen kamu tahu, bahwa keinginan yang hanya terdetik saja, bisa terbaca di alam yang lain. Maka mbah hanya bisa berpesan, hati-hatilah terhadap keinginanmu. Jangan mudah membuat keinginan apalagi muncul karena emosi dan tanpa pertimbangan yang benar.”

“ enjih mbah….tapi boleh saya nanya yang lain, mbah ?”

“ opo ?”.

“ Apa mbah gak merasa menyesal, karena meninggal dengan cepat ?”. tiba-tiba mbah tersenyum dan tertawa kecil, lalu ia menjetok kepalaku

“ yaelah nduk,.,,, nduk…pertanyaanmu itu kayak orang bodoh saja. Apa perlu mbah jelaskan ? mbah merasa bangga dan bahagia saat ini, bukan karena mbah meninggal oleh wedus gembel gunung merapi, Tapi karena mbah bisa mempertahankan komitmen dan tanggung jawab yang mbah pikul. Kau tahu nduk ? membuat orang percaya pada kita itu susah, apalagi mempertahankannya. Jadi, mbah hanya bisa berpesan sama kamu, jangan pernah takut jika itu untuk kepentingan orang lain dan untuk mempertahankan komitmenmu “

“ enjih mbah…”

“ Yo wes, mbah pulang dulu ! sampaikan salamku untuk masyarakat Indonesia, bahwa aku bahagia disini. Gak usah terlalu memikirkan aku. Gak enak sama korban Tsunami Mentawai lainnya, mereka pada complain dan mengadu padaku. yo wes yo…… mbah pulang dulu. ! gak mau nitip salam tah ?”

“ hemm…. Salam ambe sopo, mbah ? sing penting mbah bahagia. Nanti juga aku bakal kesana kok.. hee “ aku menundukkan kepala dan menyalami tangannya dengan khidmat. Kemudian ketika ku tengadahkan kepalaku, sosok mbah Maridjan sudah menghilang……

“ hati-hati, mbah “ itu lah kalimat yang keluar dari mulutku….mengantar kepergian mbah Maridjan…

Gunuk, 29 Oktober 2010. 13.04

Aku Rindu dengan sangat

Entah tiba-tiba aku kangen buya dan umma. Ingin rasanya kurebahkan kepalaku di pangkuan umma. Dan memanja pada buya untuk memijatkan kakiku. Hem… aku jadi teringat pada masa lalu. Dimana aku merasa terasing di antara kuluargaku.
Sejak kecil, sebelum aku masuk TK, aku sudah merasakan keterasingan. Kuakui aku memang nakal dan tak mau mendengarkan apa kata buya dan umma. Disuruh tidur, malah main. Disuruh beli-beli ke warung, malah duitnya buat jajan. Tak jarang, aku mendapatkan pukulan dari buya atau dari umma. Bukan karena aku nakal, tapi kadang hanya sebagai pelampiasan saja. Ketika buya sedang kesal atau umma sedang tertekan, pasti akan memukulku. aku yang ketika itu masih kecil, tidak tau apa-apa, hanya bisa mengaduh dan menangis. Dan yang masih ku ingat hingga sekarang, aku pernah mengatakan pada diriku sendiri dibawah payung sebagai komponen dari rumah-rumahan yang kubangun di atas atap rumah, bahwa aku berjanji tidak akan menangis lagi. Janji…!
Hari demi hari, perlakuan buya dan umma padaku tak berubah. Bahkan aku pernah dianggap bukan sebagai anaknya yang ketika itu buya memperkenalkan aku sebagai ponakannya pada teman lamanya. Aku tak marah bahkan tak sedih. Malah aku jadikan ini sebagai lelucon. Tiba-tiba dengan angkuhnya ku panggil buya dan umma dengan panggilan om dan bibi. Mereka menolak dan menyuruhku kembali memanggilnya buya dan umma. Dan aku hanya bisa tersenyum mengejek.
Meski aku sudah beranjak remaja,dengan prestasi yang gemilang sebagai bintang kelas dan dengan selalu menjurai perlombaan , aku masih saja diperlakukan kasar oleh buya dan terutama umma, karena buya sibuk bekerja dan aku selalu bersama umma. Kadang ketika aku sedang asyik menonton TV dengan tawa yang lepas, tiba-tiba umma melempar alat masak padaku dari belakang. Aku begitu kaget dan mencoba bertanya, tapi umma semakin marah dengan alasan, bahwa tawaku begitu keras hingga membuatnya malu pada tetangga. Aku hanya diam tak bisa melawan, meski tak ada tetangga yang datang ke rumah untuk complain.
Saking seringnya aku mendapatkan perlakukan seperti itu, akhirnya aku menjadi terbiasa. Setiap umma dan buya marah, aku hanya tersenyum dan mengembalikan barang yang dilempar padaku pada tempatnya atau memberikannya kembali pada buya atau umma. Begitu juga dengan airmataku, sepertinya sudah kering, bahkan enggan untuk keluar.
Hingga aku beranjak dewasa, yaitu ketika aku sudah menjadi mahasiswi, umma dan buya belum berubah. Itulah mengapa aku jarang dan malas untuk pulang kampung. Meski mereka menyuruhku pulang di saat lebaran dengan berbagai alasan, aku hanya bisa mengatakan bahwa aku tak dapat tiket dan merasa disini lebih nyaman. Hingga peristiwa yang terjadi setahun yang lalu membuatku tau apa yang sebenarnya terjadi.
Ketika itu saat buka puasa bersama. Tanpa angin dan hujan, tiba-tiba umma menyiram wajahku dengan segelas air aqua. Aku benar-benar kaget. Begitu juga buya dan semua keluargaku. Semua menjadi diam. Ingin rasanya marah dan menangis, tapi aku tahu ini akan memperburuk keadaan, maka aku memilih untuk tertawa…. “ haaaa… ternyata umma masih kurang duit THRnya, buya. Tambahin lah yah….!” Semua tertawa dan mulai sibuk kembali menikmati ta’jil .
Ingin rasanya aku lari dan keluar dari rumah itu untuk menangis sekencang-kencangnya. Mengapa masih terjadi ? aku yang selama ini banyak mengalah mengapa belum ada hasilnya. Apa salahku ? ada apa dengan aku ? tolong katakan salahku ? aku hanya ingin tahu ? mengapa kakak dan adik-adikku tidak diperlakukan seperti itu juga ? kenapa ?. aku hanya bisa menangis di kamar mandi. Dengan alasan sakit perut dan mencret, agar bisa lebih lama di kamar mandi. Aku tak mungkin lari. Aku sudah sarjana. Aku sudah punya ilmu. Jika aku lari atau marah, aku merasa malu sama ilmuku. Akhirnya aku bersikap biasa seperti tak ada masalah apa-apa.
Aku tahu, setiap umma dan buya marah atau memukulku, mereka merasa menyesal dan ingin meminta maaf padaku, dengan salah tingkah yang kadang membuatku ingin tertawa. Karena tingkahnya seperti anak kecil yang sedang merayu orangtuanya untuk membelikan ice cream. Dan aku pun hanya bisa tersenyum dan mendekati mereka dengan manja.
Aku kembali ke Jakarta. Memulai rencana hidup yang baru. Bersosialisasi dengan orang-orang baru. Hal itu membuatku senang dan selalu ingin bersyukur. Aku mencoba pengalaman baru. Bekerja. Main teater. Menari. Dan berorganisasi. Hingga akhirnya aku sadar seakan kepalaku kejetok. Seandainya umma dan buya tidak memperlakukan aku dengan keras, mungkin aku tak akan mampu melewati semua ini. Aku bisa tegar. Aku bisa mandiri. Aku bisa bermanfaat bagi orang lain. Aku bisa belajar menghargai. Aku bisa tertawa setiap saat. Aku bisa berani memilih dan bertanggung jawab atas pilihanku. Itu semua karena buya dan umma.Kadang aku berfikir, mungkin benar apa yang dikatakan oleh Lao Tse, bahwa kesedihan yang diterima sejak dulu, adalah harga yang harus di bayar demi kebahagian yang akan didapatkan kelak.
Oh Tuhan….! Aku benar-benar bahagia. Hingga lebaran kemaren, aku berniat untuk pulang kampung karena aku sudah merindukan keluarga besarku. Selama perjalanan, aku jadi berfikir sambil menghibur diri, bahwa wajar aku selalu menjadi tempat pelampiasan amarah buya dan umma. Karena jika itu terjadi pada kakak atau adik-adikku, maka ceritanya akan menjadi lain, karena mereka bertiga suka ngambek, sensitive, dan mudah menangis. Haaa…. Aku jadi ingin cepat-cepat tiba di rumah.
Di rumah aku bertemu dengan semua keluargaku. Umma mulai sibuk memasak makanan kesukaanku setiap hari. Buya tak henti-hentinya mengajakku untuk ikut mendampinginya dalam berbagai acara formal dan dengan bangga memperkenalkan aku sebagai anaknya pada semua orang.
Tapi aku jadi merasa aneh. Sepertinya aku merasa asing. Hingga suatu ketika, aku, umma dan buya berada di satu mobil menuju kota Pamekasan dari kota Sumenep. Buya duduk di sampingku di bagian depan. Aku yang menyetir mobilnya, sedangkan umma di bagian tengah. Kami diam. Lalu aku berkata :
“ Mah..!, aku jadi kangen sama pukulan umma, deh. Kangen juga dilemparin ulekan. Dan kangen dimarahi, haaaa……..”. Sambil tersenyum aku hanya bisa memandang ke arah depan agar konsentrasi menyetir. Tanpa kusadar, saat ku lihat buya yang ada disampingku, sedang mengusap airmatanya, Lalu kudengar suara sesegukan dari belakang. Kulihat dari kaca tengah yang ada diatas, umma menutup wajahnya. Dan tanpa kusadari juga, aku pun ikut menagis. Kami pun sibuk dengan tangisan masing-masing tanpa kata sedikitpun. Lalu buya memecahkan kebisuan diantara kami dengan berkata :
“ Maafkan buya dan umma ya… ! sudah kasar dan keras padamu. Bahkan pernah tidak peduli padamu dengan menganggapmu bukan sebagai anak buyaa dan umma. Kau ingin tahu kenapa kami berbuat seperti itu ?”
“ Iya yah…, ini yang aku tunggu sejak lama. Kenapa yah ?”. buya melanjutkan pembicaraannya.
“ Dulu, ketika ummamu sedang mengandungmu. Kami belum siap punya anak lagi setelah baru 6 bulan melahirkan kakakmu. Kondisi perekonomian keluarga saat itu masih semrawut. Apalagi emosi buya dan umma belum stabil. Buya yang saat itu hanya memikirkan pekerjaan tanpa memperdulikan keluarga, membuat ummamu merasa tertekan. Sempat ada keinginan untuk menggugurkanmu, karena saat itu kau masih belum genap 3 minggu di kandungan ummamu. Namun kami mengurungkan niat, karena bagi kami anak adalah anugerah. Tapi ketidaksiapan mental kami untuk punya anak lagi belum hilang. Hingga akhirnya kau lahir. Entah kenapa setiap melihatmu, buya dan umma merasa benci dan ingin memukulmu. Kami sadar, kami salah. Itulah mengapa kami selalu merasa menyesal ketika habis memarahimu atau memukulmu. Apalagi kau tau sendiri, kau adalah anak yang lebih tegar dibandingkan saudaramu yang lain. Mereka lebih sensitive dan mudah ngambek. Tapi kamu…..?, kamu malah tertawa dan tetap tenang. Maafkan buya dan umma ya ….!!”. aku masih saja menangis. Dan masih ku dengar suara sesegukan umma di belakang. Aku mulai tak sabar, maka kuhentikan mobil dan memarkirkanya di sebelah kiri. Aku langsung memeluk buya dan mengatakan kata maaf dan kata terima kasih secara bergantian dan berulang-ulang. Umma membelai kepalaku dari belakang sambil mengusap airmatanya.
“ Makasih yah.. makasih mah…. Karena buya dan umma, aku bisa kayak gini sekarang.. “kucium tangan umma dengan khidmat dan lama. Umma masih saja membelai kepalaku dan berkata
“ Justru, kami berubah karena kamu. Sikapmu yang selalu mengalah. Sikapmu yang selalu tertawa. Sikapmu yang selalu tenang yang membuat kami malu pada diri kami sendiri. Selama ini kami sudah tidak adil terhadapmu. Kamu selalu membuat kami bangga dan bahagia. Itulah yang membuat kami sadar akan kesalahan kami selama ini. Maafkan umma ya….!” Kami bertiga terus menangis dan tertawa. Dan akhirnya kami melanjutkan perjalanan menuju rumah kami.
Hingga saat ini, rasanya aku selalu ingin pulang ke rumah. Ingin bertemu dengan buya dan umma. Ingin tidur di pangkuan umma dan di pangkuan buya…. meski rasa khawatir menghegemoni rasio umma dan rasa panik yang luar biasa menggrogoti rasio buya, aku tetap sayang mereka…
Tuhan….! Jagalah mereka sebagaimana kau menjaga Muhammad…..! saya mohon dengan sangat. Karena ini adalah doaku……

Gunuk, 29 Oktober 2010. Jam 02.19

Cinta : Egois

Ya, cinta itu egois. Ketika seseorang mencintai dan berusaha memiliki cintanya, ia lupa bahwa ada orang yang menderita karenanya, yaitu orang lain yang mencintainya.
Ini adalah kisahku. Bukan hanya terjadi sekali, dua kali bahkan tiga kali, namun lebih dari itu. sejak 10 tahun yang lalu, aku selalu berbicara pada Tuhan dan memintanya untuk mengenalkanku pada cinta. Mengajariku tentang cinta, hingga akhirnya Tuhan yang selama ini selalu mengabulkan permintaanku, memenuhi apa yang aku minta. Ia datangkan padaku seorang lelaki yang begitu tulus mencintaiku.
Lelaki itu begitu sempurna dimataku. Ia membuat jantungku berdetak cepat jika berada disisinya dan ketika aku merindukannya, apalagi ketika kami bertemu tanpa sengaja. Darinya, aku banyak mengerti akan makna senyum dan airmata. Makna tawa dan marah. Juga makna hidup dan mati. Dia juga yang mengingatkanku bahwa aku tak perlu bertengkar dan melawan orangtuaku lagi. Meski kadang sikapnya dingin dan kaku, aku tahu, ia hanya ingin mengajariku, bagaimana menjadi wanita yang berharga dan punya pesona. Kebiasaannya membaca buku, memasak, nonton film di rumah dan berkumpul dengan teman-temannya kadang membuatku kesal, namun tanpa sadar semua itu berpengaruh padaku. aku jadi suka baca, mengoleksi DVD, mencoba resep baru , dan berdiskusi dengan teman-teman.
Namun sayang, ketika aku mulai asyik dengan pelajaran cinta. Tiba-tiba seorang wanita datang padaku. memelukku erat hingga kurasakan getaran hangat dari tubuhnya. Ia menangis sesegukan dengan mata yang memerah. Aku masih diam tanpa kata. Tanpa gerak. Tanpa daya. Hingga yang terucap dari mulutnya dengan suara yang bergetar, ”Aku begitu mencintainya, Nov. aku tahu, dia tidak pernah menyukaiku, apalagi sampai mencintaiku. Baginya aku hanyalah seorang sahabat. Tapi…. Aku tak bisa hidup tanpanya. Aku benar-benar mencintainya,Nov”. tiba-tiba wanita yang kukenal juga sebagai sahabatku, jatuh kebawah sambil memegang kakiku dan menengadah ke atas menatap wajahku, “ Aku mohon padamu, tinggalkan dia untukku. Aku mohon”. Wanita itu menundukkan kepalanya dan aku mulai menghela nafas. Kuangkat lengan tangannya hingga ia berdiri. Aku mencoba untuk tersenyum sambil menyeka airmatanya. Lalu kuusap-usap lengannya, dan berkata, “ Pulanglah ! dan istirahat! Aku mengerti masalahmu. Aku janji, aku tak akan membiarkan airmatamu jatuh lagi”. Dan akhirnya wanita itu pulang.
Lama aku berfikir dan merenung hingga akhirnya aku tahu apa kelemahan laki-laki. Ya..!, cara berfikir laki-laki itu sangat sederhana. Ketika ia mencintai wanita, ia hanya ingin bisa diterima apa adanya oleh si wanita itu. alasan itulah yang kugunakan untuk menyakiti lelakiku dan memutuskan hubungan dengannya. Ku ajak ia untuk berlibur dengan jalan-jalan berdua, hingga pada akhirnya aku harus mengatakan padanya, “ Maafkan aku, sepertinya kau tak selevel denganku. kau tahu kan, aku anak orang kaya yang tinggal di kota. Sedangkan kau, kau hanya orang kampung yang miskin. Apalagi tingkat pendidikan kita tak seimbang, aku lebih unggul dari kau. Jadi…. Karena kau tak bisa aku harapkan lagi, …..semoga kita bisa bertemu di lain waktu . dan satu lagi ! jangan cari aku atau menghubungiku lagi ! karena.. aku tak ingin terganggu. Makasih”. Aku pergi meninggalkannya yang masih mematung. Aku hanya tidak ingin ia melihatku menangis. Segera aku meluncur ke rumahku untuk bisa menangis sepuas-puasnya hingga dada ini tidak sesak lagi…..
Hufh..! mari kita tinggalkan kisah roman itu. meski akhirnya aku bisa menerima kenyataan ini, namun Tuhan tak henti-hentinya mengajariku tentang cinta. Aku sangat bersyukur. Tapi lagi-lagi selalu berkisah seperti biasa. Aku harus membunuh cinta yang mulai tumbuh karena seorang wanita yang begitu sangat mencintainya melebihi aku (mungkin) yang datang tiba-tiba memohon untuk meninggalkan lelaki itu. aku yang tak punya daya melihat airmata yang mengalir, lebih memilih untuk mundur. Asalkan dia bahagia, aku juga ikut bahagia.
Ada yang datang langsung menemuiku. Ada yang melalui HP. Bahkan ada yang melalui surat. Wanita-wanita itu patut aku acungi jempol. Mereka begitu gigih memperjuangkan apa yang mereka inginkan, tak seperti aku yang selalu memilih untuk mundur dan membiarkan kemungkinan-kemungkinan terbuka dengan sendirinya. itulah awal dimana aku sudah tidak percaya lagi terhadap cinta. Bukan karena cinta itu tak indah. tapi karena aku tak ingin melihat airmata lagi. Aku tidak ingin jatuh cinta lagi. Tapi akan tetap mencintai.
Tak dapat kupungkiri, aku termasuk type wanita yang mudah jatuh cinta. Hingga sahabatku, Dida, Zizah, Susan, kak Rintis, Yayuk, bahkan Amar sebagai sahabat lelaki ku yang paling deket, pernah mengeluh dan merasa kesal, karena harus mengulang kata-katanya setiap kali aku bercerita tentang laki-laki yang baru aku kenal dan aku jatuh cinta padanya, “ Sudah dong Nov ! lu udah berapa kali ngomong kayak gini ma guwe. Setiap lo jatuh cinta ma cowok, lo bilang mau serius lah. Mau beneran lah. Mau gak main-main lah. Dan udah berapa kali juga, lo bilang nih cowok, adalah jodoh lo. Soulmate lo yang diturunkan Tuhan khusus buat lo. Tapi mana buktinya ? lo hangat di awal aja. Gak usah nunggu sampe seminggu deh, apalagi sebulan, besok aja udah lo lupa. Udah lo gak hubungi lagi. Udah gak mau ketemuan lagi. Maumu apa sebenarnya ?”. hufh..! itulah kata-kata mereka untukku. Meski redaksinya gak sama antar sahabat, tapi maknanya sama.
Kadang aku memilih memutuskan hubungan dengan lelaki demi wanita yang lebih mencintainya, dengan cara seperti diatas, mengatakan bahwa kami tak selevel dan tak sebanding. Kadang juga ,dengan menampakkan diri sebagai wanita murahan yang berani memberikan tubuhnya, mengkhianati prinsipnya, dan bahkan mengarang cerita yang lebay, bahwa aku adalah wanita dengan banyak lelaki. Dan yang paling menggelikan, aku juga menggunakan cara dengan mengajaknya berpacaran atau menikah untuk pria tertentu, yang tidak suka dengan komitmen. Hem.. rasanya ingin tertawa jika mengingatnya. Seandainya mereka menjawab iya, aku juga bingung.
Pada akhirnya, aku hanya ingin meminta maaf pada para lelaki yang pernah aku sakiti. Yang pada awalnya, dengan jujur dan bahkan menggebu-gebu aku katakan bahwa aku sangat sangat sangat mencintainya. namun kemudian aku menghilang dan tak ingin bertemu lagi . semoga kalian bisa mengerti. Jadi untuk menebus kesalahanku, maka izinkan aku merangkai kata untuk kalian.
______________________
Wahai lelakiku....
I love you……
Sungguh ketika awal bertemu, aku begitu menyukaimu.
Sungguh ketika kurasakan kenyamanan saat kita berteman, aku begitu menyukaimu
Sungguh ketika asyik ngobrol denganmu, aku begitu menyukaimu.
Maka jangan pernah ragu padaku, karena aku jujur dan tulus…
Namun lelakiku…..
Maafkan aku yang telah menghilang
Maafkan aku yang telah berbohong
Maafkan aku yang tidak pernah membalas sms mu
Maafkan aku yang tak pernah menjawab telpon darimu.
Tapi dari hatiku yang paling dalam
Izinkan aku berkata…..
Semoga kau bahagia, wahai lelakiku…..

Gunuk, 27 Oktober 2010 sambil menikmati berita kematian mbah Maridjan