Jumat, 01 April 2011

“Aku hanya ingin Hamil….itu saja”

Jika bukan karena ia sahabat dekatku, mungkin aku tak mungkin bernafsu untuk ke Malang. Karena hanya dia lah orang yang paling mengerti aku. Meski sudah kukatakan padanya 3 bulan yang lalu, bahwa aku ingin menyudahi semua kegilaanku. Aku sudah tak ingin merangkai cerita lagi dengan laki-laki yang hanya untuk membuat kisah dalam sejarah hidupku. Aku sudah lelah. Dan dia pun kaget ketika kukatakan bahwa aku dalam perjalanan menuju Malang. Kami pun bertemu dan melepas rindu.

“Ada apa denganmu, Nov?”, tanya Dida, sahabat yang begitu peduli padaku dan aku masih diam dan tersenyum. “Aku tahu, kau ke Malang bukan hanya ingin bertemu denganku. pasti ada sesuatu yang ingin kau katakan”. Aku hanya tersenyum dan mengangguk.
“Aku Hamil, Did!”
“Apa !!!!!!!. Hamil ? gila apa kamu ?!!! . Aku hanya mengangguk lemas. “Aku tak percaya!. Bukankah selama ini kau selalu mempertahankannya, mengapa tiba-tiba kau lengah ?”
“Aku tidak lengah, tapi aku memang menginginkannya. Aku hanya ingin hamil, Did”
“Gak mungkin ! bukannya kau selama ini punya control yang kuat untuk mempertahankan keperawananmu. Tapi mengapa sekali jebol, kau malah ingin hamil ? siapa laki-laki itu ?”
“Laki-laki yang tak pernah ku tahui namanya. Tapi aku tahu, dia laki-laki baik-baik. Dia cerdas. Dia kaya. Dan dia cakep.”
“Oooo… jadi karena kau sudah menemukan laki-laki yang pas menurut seleramu, lalu kau dengan mudah menyerah begitu saja?”
“Tidak, Did. Sebenarnya aku sudah mengenalnya cukup lama. Tapi kami baru saja bertemu dan terjadilah !”
“Jadi kau sudah tahu sapa dia ?”
“Iya, dia adalah laki-laki cerdas dan menarik “
“Lalu ?”
“Tapi dia dari keluarga yang tidak mungkin menerimaku. Keluarganya adalah orang hebat dan aku tak mungkin bersamanya”
“Aku yakin, kau melakukan hal itu, bukan karena itu semua”
“Betul, aku melakukannya, karena ia masih perjaka”
“ Apa !!!! Gila Kau ! apa laki-laki itu tahu, bahwa kau hamil ?”
“Tidak ! ia tidak tahu, dan aku memang tidak ingin memberitahukannya?”
“Kenapa ?”
“Karena aku hanya ingin hamil dan menjadi ibu, bukan sebagai istri”
“Tapi keluargamu, Nov ?”
“Itulah yang ingin ku obrolkan denganmu”.
________________________________
3 Minggu yang lalu…..
Di rumahku

“Kamu yakin mau melakukan ini?”
“Iya.. lakukanlah !”
“Apa perlu aku ke market untuk beli kondom ?”
“Tak perlu ! sudahlah ! lakukan saja!”.

Laki-laki itu memadangku nanar. Aku menghela nafas panjang dan memejamkan mataku

“Kau tidak mencintaiku, Nov?”. ia memindahkan tubuhnya yang sudah berada di atas tubuhku ke sampingku. Kami masih telanjang di bawah selimut dengan tanpa bersentuhan. Sama-sama menerawang memandang langit-langit atap rumahku. Dan kami pun menjadi diam.
“Kenapa kau berhenti ?”
“Karna sebenarnya kau tak ingin melakukannya”
“Mengapa kau berfikir begitu?”
“Karena aku mencintaimu”

Aku menghela nafas berat dan berusaha untuk tidak memejamkan mata agar air mata yang tergenang tak jatuh hingga membuatnya ia tahu, bahwa aku sebenarnya mencintainya.

“Jika zina ini haram dan berdosa, mari kita berdosa bersama dan katakan pada Tuhan, bahwa kita saling mencintai namun tak mampu untuk bersama di dunia. Tapi jika Tuhan masih menghadiahkan kita neraka, minimal kita masih bisa bersama disana karena Tuhan telah cemburu pada kita"
“Apa yang kau katakan, Nov?”

Aku tak peduli lagi. hingga akhirnya aku menciumnya dan ia membalasnya dan kami pun bercinta.
______________________________
2 minggu kemudian
Laki-laki itu datang lagi menemuiku..

“Kenapa sms ku tak pernah kau balas dan telponku tak pernah kau jawab, Nov?”
“Apa itu penting ?”
“Pentinglah!”
“Bagimu. Bagiku tidak !”
“Ahh sudahlah ! kau sehat ?”
“He’eh “
“Tidak terjadi apa-apa kan ?”
“Tidak. Mengapa kau bertanya hal itu ?”
“Karena aku bermimpi, ada suara yang memanggilku ‘ayah’”
“Haaaa…… lalu kau anggap itu apa ?”
“Aku akan menjadi seorang ayah…..” dia menunduk malu dan aku hanya bisa tertawa ngakak.
“Haaa… ayah ? haaaaaa”
“Kenapa kau tertawa ?”
“Ya lucu aja….haaaaaaa…”

Kami ngobrol dengan canda dan tawa yang tak pernah berhenti. Ia adalah laki-laki yang sangat lucu dan kadang bodoh. Mungkin karena selama hidupnya ia hanya memikirkan hal-hal yang serius, jadinya kelihatan lucu dan kaku. Setahun yang lalu ia telah berhasil meraih gelar megisternya dan kemudian meneruskan estafeta perusahaan keluarganya.

Kami bertemu sebulan yang lalu di acara Kick Andy di Metro TV. Ia datang sebagai keluarga dari salah satu undangan yang juga diwawancarai oleh bang Andy. Kebetulan ia duduk tepat di sampingku. Dan kami pun mulai berkenalan, ngobrol dan menjadi akrab. Aku tidak menyangka, lulusan luar negeri ternyata sangat kaku dalam pergaulan. Dan aku melihatnya di dia.

Kami masih ngobrol dan bercanda hingga harus terhenti karna sopir taxi memberitahukan pada kami, bahwa kami sudah sampai di Bandara. Ia mengatakan, bahwa ke Jakarta hanya mengurusi bisnisnya dan harus segera balik ke kotanya.

“Makasih ya, Nov. Sudah mengatarku. Kalau ada apa-apa, kau harus memberitahukan ku ! ingat ! jangan lagi tak membalas smsku atau tak menjawan telponku! Okay…!”. Aku mengangguk dengan senyum.

Dan aku melambaikan tangan padanya ketika ia memasuki bandara untuk boarding pass. Aku masih diam tersenyum sambil meremas kertas hasil labotorium rumah sakit yang menyatakan bahwa aku positif hamil di dalam tasku. Ia masih melihatku dengan senyum dan aku pun juga masih tersenyum yang tertahan.

“Maafkan aku… maafkan aku…! Dan jangan pernah muncul lagi di hadapanku ! hingga bayi ini sudah beranjak dewasa untuk memintamu menjadi wali nikah di pernihakannya kelak “

Gunuk, 1 April 2011. 14.00

Laki-laki Tanpa Nama

Ketika di kereta ekonomi Gaya Baru Malam Jakarta-Surabaya via Jogja

“Anda penulis ya ?” tanya seorang laki-laki yang berada tepat di sampingku
“Kok…?”, aku terganggu sekaligus penasaran
“Habis.. dari tadi aku perhatikan, sejak awal kereta berangkat, kau terus membaca buku tanpa henti hingga pertengahan perjalanan”
“Oh ya,,,? Mengapa kau menyimpulkan begitu ?” aku menutup buku sambil mengarahkan tubuhku menghadap menyamping ke arahnya.
“Seorang penulis pasti suka membaca”. Pinter juga nih laki-laki merangsangku untuk ngobrol
Akhirnya, kami pun terlibat pada sebuah obrolan yang menyenangkan. Laki-laki itu memang tidak cakep tapi juga tidak jelek. Warna kulitnya tidak putih dan juga tidak hitam. Namun struktur wajahnya sangat teratur. Semuanya porposional. Sesuai dengan porsinya. Matanya. Hidungnya. Bibirnya dan semuanya sangat pas. Apalagi bentuk punggungnya. Sangat tegak dan tegas. Entah mengapa aku selalu menilai laki-laki dari bentuk punggungnya. Karena bagiku, punggung laki-laki merepresentasikan karakternya. Dan ternyata laki-laki itu sangat cerdas. Ia mampu membuatku tertawa, kritis, dan tidak mengantuk.
_____________________________
Ketika tiba di Stasiun Jogja. 01.45

“Kau pulang kemana ?” tanya laki-laki itu sebelum sampai di stasiun
“Kebetulan aku ke jogja hanya ingin menemui temanku. Tapi sepertinya aku keliling jogja dulu dah hingga pagi, karena tak ingin mengganggu tidurnya”
“Kalo begitu, biar aku temani kamu keliling Jogja”
“Boleh…. Jika kau tak keberatan dan tak merepotkanmu”
____________________________________
Di Alun-alun kota Jogja 02.15

“Mengapa kau suka Jogja ?” laki-laki itu memulai obrolan dan kami pun berjalan melewati malam
“Karena aku pernah mencintai laki-laki yang mencintai Jogja?”
“Oh ya ?”
“Hmm.. aneh ya ?”
“Tidak..hanya menarik”

Kami terus ngobrol dan berjalan mengitari alun-alun kota Jogja. Sembari mampir di market alfaMart dan duduk di depannya sambil memegang botol bir dan rokok yang terjepit diantara jari-jari tangan.

“Sama dong ! aku juga suka laut dan hujan”
“Oh ya ? bagaimana kalau kita ke pantai sekarang?”, ajakku
“Boleh….aku telpon temanku dulu ya, biar bisa minjem motor dan kita ke pantai”
Setelah temannya datang dan meminjamkan motornya, kami segera ke pantai…
______________________________
Di Pantai Parangtritis 03.25

“Kau sudah punya kekasih ?” tanya laki-laki itu sambil memainkan pasir di kakinya
“Tidak”
“Jangan-jangan kau lesbi?”
“Haaa…..”
“Kok ketawa?”
“Kau selalu membuat kesimpulan yang aneh”

Obrolan kami mulai menyinggung masalah privasi. Dia menceritakan kisah cintanya dan begitu juga aku. Kami tertawa tertahan karena tak ingin mengganggu pasangan muda-mudi yang berada di sekitar kami. lalu kami memutuskan untuk pergi ke motel di dekat pantai.
_____________________
Di Motel 04.15

“Yuk..!!”, ajak laki-laki itu sambil menghampiriku yang duduk menunggunya mengurusi prosedur menginap di motel. Aku mengangguk dan mengikuti langkahnya.
“Kamar berapa kita ?” tanyaku. Dan laki-laki itu hanya menunjukkan gantungan kunci kamar yang tertulis nomer 2.23

Kami masih ngobrol di sofa kamar. Saling tertawa. Saling mengejek. Dan saling menyombongkan diri. 2 botol bir sudah kosong dan asap rokok sudah sedikit mengepul. Ia mendekatiku dan menatap wajahku begitu dekat. Aku hanya tersenyum sambil membalas tatapannya. lalu kami berciuman dan bercinta
______________________________
Di pagi hari 08.37

Dering HP ku berbunyi. Aku terbangun dan menjawab panggilan itu

“Iya cin…?”
“Dimana ? sudah sampe Jogja kah ?”
“Iya.. 2 jam lagi, kau jemput aku di Alun-alun ya !”
“okay”

Ku tutup telpon dan segera menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku. Lalu dengan handuk putih milik motel, aku menuju cermin dan mencoba menata dandananku sambil mengenakan baju yang tergeletak di lantai. Laki-laki itu masih tertidur di bawah selimut. Ku kenakan sepatu yang berada di bawah sofa dan seketika itu, laki-laki itu menyapa

“Kau mau kemana ?”
“Ke Alun-alun”
“Ada apa ?”
“Bertemu temanku. “
“Hmmm……”
“Oke…. Aku pergi dulu.. makasih ya”, ku ambil tasku dan segera beranjak pergi
“Hey bentar ! setidaknya kau tinggalkan kartu nama atau nomer HPmu untukku!”
“Hem.. apa itu penting ? toh aku juga tak ingin tahu namamu… sudahlah! Anggap saja apa yang terjadi di antara kita adalah sebuah cerita…. Da..da.…..semoga kita bertemu lagi dengan rasa yang berbeda”. Aku pergi meninggalkannya dan segera menemui temanku dengan mengojek dari pantai parangtritis.

Setahun kemudian…

“Aku janji akan kenalkan kamu dengan penulis novel ini”
“Novel apaan tuh “
“Ceritanya bagus deh.. dan kau harus baca!”, aku mengambil novel dari tangan sahabatku dan membuka-buka nya.
“Sudahlah ! tar aja bacanya… tar lagi kita nyampe ke rumahnya”

Aku dan sahabatku turun dari mobil tepat di depan rumah yang megah berarsitektur eropa dengan taman yang indah dan luas. Aku mengikuti langkah sahabatku menuju tempat duduk yang berada di dekat kolam renang.

“Rumah orang kaya ya?”, tanyaku dengan penasaran
“Iya…pemilik salah satu orang yang berpengaruh di Jogja”
“oooo,…..”

Tiba-tiba laki-laki yang diceritakan oleh sahabatku sebagai penulis novel dan juga direktur di tempat kerjanya datang menghampiri kami.

“Hey.. maaf lama menuggu”, begitulah sapanya
“Ah ga kok mas….”, jawab sahabatku. “Kenalkan !, ini sahabatku dari Jakarta, ia juga penulis”. Aku menjabat tangan laki-laki itu dengan senyum yang tertahan….
“Novie…”, sapaku. Dan ia masih menatapku tajam seperti tak percaya.
“Aku mencarimu “, hanya kalimat itu yang keluar dari mulutnya sedangkan tangannya masih menjabat tanganku…
“Dan kau sudah menemukannya….taraaaaaaaaa”

Sahabatku seperti orang tersesat yang kebingunan melihat kami yang masih saling menatap dan saling menjabat tangan………

“Pinter juga lo nyamar?”, sapaku padanya
“Nyamar apa ?”
“Nyamar miskin”, kami tertawa
“Kau sudah membaca novelku ?”
“Belum, baru saja ku dapatkan dari dia. Emangnya kenapa ?”, sambil melirik pada sahabatku
“Aku mencarimu dengan novel itu. sekiranya dengan menceritakan sosok dan cerita tentangmu, aku bisa menemukan dirimu. Perempuan yang pintar menyamar. Menyamar miskin”.

Kami tertawa tak tertahan, sedangkan sahabatku masih kebingungan. ia membuka kembali novelnya dan mencari-cari.

Gunuk, 1 April 2011. 00.36

Sabtu, 26 Maret 2011

“Lebih baik aku di poligami daripada dicerai…..”

Ya, itulah yang kukatakan pada semua orang tentang apa yang menjadi keyakinan dan prinsipku dalam menjalani sebuah pernikahan kelak. Sudah sejak lama saya mencari dukungan dan pembenaran dari sahabat dan keluargaku tentang hal itu. tapi bukan hanya sahabat perempuan, atau keluarga yang menolaknya, bahkan sahabat laki-laki pun juga menolaknya.

Sahabat-sahabat perempuanku serempak selayak nada koor mengatakan padaku. “Mungkin karena kau belum pernah pacaran, Nov. jadi ga pernah tau rasanya cemburu atau sakit hati gara-gara cinta yang terbagi dengan wanita lain. Sakit, Nov ! sungguh sangat sakit sekali”.

Sama halnya dengan komentar dari sahabat laki-lakiku, mereka juga mengatakan bahwa aku adalah wanita bodoh yang tak mampu mempertahankan dan memperjuangkan rumah tangga. Begitu pula dengan komentar keluarga besarku yang tidak sudi dengan poligami.

Sebenarnya sudah lama saya punya prinsip ini. Lalu salah satu sahabatku berkata, “Semuanya adalah proses, jika saat ini kau mengatakan bahwa kau setuju dengan poligami, belum tentu kau nanti kau akan setuju atau mungkin kau akan mengkhiati prinsipmu ketika kau menikah nanti”. Aku mencoba untuk belajar cemburu dan patah hati, namun ternyata tidak berhasil hingga saat ini. Saya menunggu suatu jawaban yang membenarkan apa yang pernah dikatakan oleh sahabatku, bahwa semuanya akan berubah. Namun apakah aku harus menikah dulu, baru bisa menemukan jawaban, bahwa poligami itu tidak enak.

Tentu saja saya menolaknya. Karena ketika saya menikah, itu artinya saya telah memulai prinsipku untuk siap di poligami. Karena bagiku, menikahi pria yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga dan juga melakukan poligami, sama halnya dengan menikahi pria yang cacat fisik, yang tak punya tangan atau kaki. Lalu apakah aku harus meninggalkannya ?.

Pria yang suka melakukan kekerasan dalam rumah tangga itu artinya ia sedang terjangkit sebuah penyakit disorder bipolar, yaitu emosi yang tak terkontrol secara rasio dan muncul dengan tiba-tiba tanpa sebab sehingga harus dilampiaskan pada benda atau seseorang yang paling dekat dengannya. Penyakit ini merupakan sebuah trauma dari masa lalunya. Meski melalui terapi yang sangat lama, namun penyakit itu bisa di sembuhkan yaitu dengan kesabaran dan cinta dari pasangannya.

Sedangkan pria yang suka menikah atau poligami adalah pria yang juga mengalami penyakit, baik dari segi psikologis maupun dari segi medis, yaitu hyper seksual. Kebutuhan seksualnya sangat tinggi sehingga, tidak cukup hanya dengan satu istri. Dan penyakit ini pula bisa di sembuhkan, yaitu lagi-lagi dengan kesabaran dan cinta dari pasangannya. Terlepas dengan alasan kelebihan materi , dan hal ini juga tidak ada kaitannya dengan tingkat pendidikan atau tingkat ilmu agama seseorang.

Saya memang tidak setuju dengan perceraian. Mungkin ini adalah alasan subjektif, dan itu artinya saya juga tidak ingin menghakimi atau menyalahkan orang lain yang memilih untuk bercerai. Bagiku perceraian itu adalah keputusan yang paling ‘mentok’. Alias jalan terakhir.

Setiap orang punya kebutuhan hidup masing-masing. Dan kebutuhannya berbeda-beda, baik dari segi tingkatannya maupun bentuknya. Suami istri bukan hanya saling memahami perbedaan tapi juga saling mengisi. Termasuk mengisi kebutuhan masing-masing. Jika ternyata saya tak mampu memenuhi kebutuhannya, maka tak salah jika saya mengizinkan suamiku kelak mendapatkan kebutuhannya dari wanita lain. Asalkan dengan cara etis, yaitu minta izin atau memberitahu.

Lalu bagaimana jika ternyata suamiku nanti yang tak mampu memenuhi kebutuhanku ?, apakah aku harus mencari laki-laki lain untuk bisa memenuhi kebutuhanku ?

Pertanyaan ini sudah ratusan kali aku dapatkan dari semua orang, lalu aku hanya bisa menjawab, bahwa kebutuhanku hanyalah satu, yaitu tidak bercerai. Itu saja !. itulah mengapa saya mengatakan pada semua orang bahwa menikah itu bukan hanya persoalan cinta atau sayang saja, tapi juga kesiapan. Termasuk kesiapan mental dalam menghadapi persoalan klasik dalam rumah tangga, yaitu salah satunya adalah poligami dan kekerasan dalam rumah tangga.

Sebuah bentuk hubungan (relationship) antar manusia tidak bisa diukur secara matematis, maka tak tepat jika dijalani dengan sikap yang kaku. Tidak ada sebuah hubungan yang sejati di dunia ini, semuanya hanya bagaimana cara mempertahankannya, baik itu sebuah keluarga, persahabatan, suami-istri, atau sepasang kekasih ….

Apakah saya salah ??? aku adalah wanita normal yang punya hati, cemburu, patah hati dan juga otak untuk berfikir......

Gunuk, 27 Maret 2011. 12.48

Anakku Hebat….!

Semalam aku mendengar ucapan mas Pepeng di acara “Ketemu Pepeng” di TVOne. Dia mengucapkan kalimat pada anaknya, “Kamu itu manusia hebat karena berada pada keluarga yang hebat”. Lalu saya berfikir tentang makna “hebat” itu hingga tak bisa tidur, dan akhirnya saya teringat pada kejadian di Pesawat dua bulan yang lalu, dimana ketika sedang menguping tanpa sengaja obrolan dua laki-laki paruh baya di samping tempat dudukku, yang kebetulan aku duduk dekat jendela, menuju Surabaya dari Jakarta.
_________________
Ke Surabaya, pulang atau hanya liburan, pak ?”, tanya laki-laki yang berada tepat di sampingku pada laki-laki di sampingnya

“Pulang, pak. Saya habis ‘ngeliat’ anak saya di Jakarta”

“Anaknya kuliah apa kerja, pak ?”

“Dia masih kuliah, pak. Kalo bapak ?”

“Saya juga pulang, pak. Kebetulan saya ke Jakarta hanya mengantarkan anak mendaftarkan diri untuk kuliah”

“S1 atau S2 ?”

“S2, pak”

“Ooo kalo begitu sama, anak saya juga S2. Tapi dia sudah semester 2”, jawab laki-laki yang ada di paling pinggir

“Anak saya itu hebat, pak!” laki-laki di sampingku mulai bercerita tentang anaknya, “Sejak kecil, ia selalu menuruti apa yang saya sarankan. Hingga ia selalu mendapatkan juara di sekolahnya sejak SD hingga kuliah. Dan sekarang, ia mendapatkan beasiswa prestasi untuk melanjutkan kuliahnya di Jakarta. Dan itu juga yang saya sarankan. Itulah mengapa saya tidak pernah menolak memberikan apa yang ia inginkan, karena ia selalu membuktikan keberhasilannya yang membuat saya bangga. Ia memang anak yang penurut. Dan kebetulan, secara materi, saya tidak pernah kekurangan, jadi….ya saya selalu mendukungnya.”

“Apa yang bapak lakukan untuk anak bapak ?”

“Saya selalu memberikan petunjuk atau jalan pada keinginan anak saya, terutama ketika ia masuk kuliah. Saya arahkan ia untuk kuliah di kampus A dan jurusan B, dan terbukti akhirnya ia berhasil. Begitu juga dengan sekarang. Selain itu, saya juga silaturahim pada guru-gurunya, sekedar ‘menitipkan’ anak saya pada mereka, agar anak saya tidak terjerumus pada hal-hal yang negative dan fokus pada kuliahnya. Anak saya itu penurut, pak… makanya hebat!”

“Hmmm…..”

“Kalo anak bapak sendiri ?”

“Anak saya juga hebat, pak. Sejak ia memutuskan untuk kuliah S1 di Jakarta, saya melarangnya, karena selain perekonomian kami yang hanya pas-pasan, kami juga tidak punya saudara atau keluarga di sana. Namun anak saya nekat. Entah dengan apa ia sekolah. Ujug-ujug ia sudah memberikan kabar pada kami, bahwa ia sudah kuliah. Dan 4 tahun kemuadian ia lulus. Saya bangga, pak, sebagai orang kampung dan hanya petani, apalagi sekarang, ia sudah memiliki pekerjaan sambil melanjutkan kuliah lagi. Saya juga tidak tahu nama kampus dan juga jurusan yang ia ambil. Sama halnya ketika ia kuliah S1 dulu. Dan sekarang, ia yang membiayai perjalanan saya dari Surabaya- Jakarta-surabaya menggunakan Pesawat. Bahkan , ia sudah punya rumah di Jakarta dan juga merenovasi rumah kami yang di kampung”

“Kalo boleh tahu, berapa umur anak bapak ?”, tanya laki-laki di sampingku

“Sudah lumayan tua, pak. Umurnya sudah 26 tahun”

“Wah sama dong dengan umur anak saya”
___________
Saya hanya bisa tertawa tertahan mendengar obrolan dua laki-laki di sampingku itu. namun hingga sekarang, saya juga belum bisa menemukan makna ‘hebat’ yang dimaksudkan oleh mas Pepeng itu. Anak hebat karena terlahir dari keluarga hebat. Tapi apa tolak ukurnya dari kehebatan seseorang ?.

Apakah memang benar, orangtua yang hebat akan melahirkan anak yang hebat ?, Apakah anak hebat itu adalah anak yang penurut, yang selalu mengikuti keinginan atau saran orangtuanya ?, atau apakah anak hebat itu adalah anak yang nekat dan selalu melanggar keinginan atau saran orangtuanya ?.

Lalu, apakah anda adalah anak hebat ???

Gunuk, 27 Maret 2011. 10.22

Rabu, 23 Maret 2011

Masih….

Aku masih belum bisa mengerti apa maunya. Ia mengajakku untuk bertemu dan berbicara. Namun hingga kini, ia masih diam menatapaku lembut. Bibirnya gemetar dan matanya nanar. Kutawarkan rokok padanya. ia mengangguk dan mulai merokok hingga bibir dan tangannya tak lagi gemetar.

Masih segar di ingatanku sebulan yang lalu ketika ia bercerita tentang keputusannya, bahwa ia ingin menyudahi semua permainannya dengan dan tentang laki-laki. Ia sudah merasa jenuh dan bosan terhadap pembelajarannya tentang laki-laki, karena ia sudah mendapatkan sebuah kesimpulan tentang lelaki yang Tuhan berikan padanya.

Aku masih belum bisa mengerti mengapa kegilaan yang ia lakukan selama ini bersama belasan lelaki dianggap sebagai nikmat dari Tuhan. Katanya padaku, bahwa ia memang meminta pada Tuhan untuk bisa mendapatkan pengalaman-pengalaman gila itu dengan lelaki. Dan ia juga mengatakan padaku, bahwa ia tidak pernah mencari lelaki itu, justru laki-laki itu lah yang datang padanya, maka tak salah jika ia menganggap bahwa semua kegilaannya berasal dari Tuhan. Hingga pada akhirnya, ia sudah mendapatkan apa yang memang ia pinta pada Tuhan dan sudah saatnya ia sudahi semua itu.

Tidur dengan belasan lelaki yang tidak pernah ia cintai dan baru ia kenal adalah kegilaan yang tak pernah habis ku pikir. Berapa kali aku menghardiknya namun ia hanya tertawa dan mengataiku sebagai wanita bodoh dan wanita kampungan. Mungkin baginya aku hanyalah seorang pendengar yang baik, yang hanya mendengarkan cerita-cerita kegilaannya bersama para lelakinya.

Sebulan yang lalu ia mulai merokok dan minum bir setiap hari. Katanya lagi padaku, begitulah caranya untuk melampiaskan nafsunya. Hanya dengan rokok dan mabuk ia bisa menggantikan seks dengan para lelaki. Dan tak jarang pula ia bercerita padaku bahwa akhir-akhir ini, ketika keputusannya untuk menyudahi semua kegilaannya, tiba-tiba semua lelakinya datang ingin menemuinya dan tentu saja juga ingin tidur dengannya, namun ternyata ia bangga pada dirinya karena telah menolak hasrat para lelaki itu.

Ternyata wanita yang ada dihadapanku ini adalah wanita yang kuat namun juga lemah dan tak berdaya. Di satu sisi ia sangat bertanggung jawab dan konsisten terhadap keputusannya, namun di sisi yang lain, ia justru lemah dan tak berdaya ketika ia harus merokok dan mabuk setiap malam.

Kadang aku jijik dengan bau mulut sisa rokoknya begitu juga dengan bau nafas yang berat setelah menghabiskan satu botol bir. Ia mulai lelah dan mabuk kemudian tidur terlelap dengan mendengkur tak karuan.

Ia bilang padaku, katanya saat ini ia bahagia karena sedang belajar mencintai lelaki, meski ia hanya bisa mencintainya bukan untuk memilikinya. Rasa ketakutan dan kekerdilannya terus menghegemoni rasionya untuk menjalin sebuah hubungan yang serius dengan laki-laki yang ia cintai saat ini. Hanya dengan di beri kesempatan untuk mencintai laki-laki itu, sudah cukup baginya. Mencintai dengan kebahagian dan penderitaan namun begitu dinikmatinya. Saya sebagai pendengar yang baik untuknya, hanya bisa tersenyum dan mendukungnya.

Namun tiba-tiba ia ingin bertemu denganku, tapi hingga sekarang ia masih diam menatapku sambil menghabiskan sebatang rokok. Ku coba menawarkan sebotol bir. Namun ia menolak dengan alasan tak ingin mabuk karena besok pagi ia harus pergi menemui sahabatnya.

Sesekali ia memiringkan kepalanya dan tersenyum padaku. ia masih menatapku dan juga memainkan asap rokoknya pada wajahku. Aku mencoba mengelak karena aku tak suka dengan bau rokok. Tapi hal itu justru menjadi lelucon baginya. Namun ia masih menyiksaku dengan diamnya. Ia tetap tak berbicara atau sekedar mengeluarkan satu huruf dari mulutnya. Aku benci dengan ketersiksaan ini.

Tiba-tiba aku menjadi gemetar dan takut dengan pikiranku sendiri. Dan sepertinya ia bisa membaca isi kepalaku dengan menawarkan rokok padaku. aku pun menerimanya tanpa bersalah dan dengan terburu-buru. Ia pun tersenyum menertawai tingkahku.

Kami masih saling menatap. Saling diam. Saling merokok. Saling memainkan asap. Dan saling berbicara dalam hati kami masing-masing. Hingga tiba-tiba suara nada panggil HP ku berbunyi dan aku meminta izin padanya untuk menerima panggilan itu seraya pergi ke ruang depan meninggalkan cermin itu.

Gunuk, 18 Maret 2011. 23.56

Jika membunuh itu adalah halal

Ingin rasanya ku bunuh dokter itu
Ingin rasanya ku robek kertas ini
Ingin rasanya ku maki suster itu
Ingin rasanya ku lempar isi map ini

Aku benci !
Aku muak !
Aku marah !
Aku kesel !

Tapi apa dayaku
Aku tak punya kekuatan
Aku masih berdiri kaku
Sementara tubuhku bergetar

“Berhentilah merokok!”
“Berhentilah minum alcohol!”
“istirahatlah yang banyak!”
“Jangan banyak mikir!”

Apa ??!!!
Entahlah
Entahlah
Entahlah

Tolong berhentilah bergetar !
Aku memaki dengan diam
Pada jari-jari tanganku
Pada tubuhku.. pada bibirku
Please……saya mohon dengan sangat !
Berhentilah….!!!!!!!!!

Aku merapatkan kedua tanganku
Membungkus tubuhku dengan selimut
Menekuk tubuhku hingga mengecil
Dingin dan getar masih belum terhenti

“Kau terkena Parkinson !”
Ahhh… akan ku bunuh kau, Dokter !!!!

RS, 23 Maret 2011

Individu Mlentang-Mlentong

Ketika aku membaca status FB milik seorang wanita dewasa, yang sudah kuanggap sebagai soulmate , tertulis kalimat, “Jika aku memakai jilbab yang berbahan silky, jadinya mlentang-mlentong”. Begitulah kira-kira redaksinya yang sedikit aku edit, karena fokusku hanya pada kata ‘mlentang-mlentong’.
Tiba-tiba ada sesuatu yang menggelitik di kepalaku. Ku biarkan diam dan memejamkan mata, sambil menikmati pantulan-pantulan file yang saling berloncatan di otakku. Tuing..! tuing..!tuing..!. aahhh masih saja belum ku temukan. Akhirnya ku putuskan untuk solat dhuhur, siapa tahu pikiranku jadi jernih dan sedikit terbuka.
Mlentang –mlentong ? kira-kira itu bahasa apa ? bahasa dari mana ? tapi mengapa kadang orang bisa memahaminya, hanya dengan membaca kalimat diatas, saya yakin seyakin yakinnya semua orang akan paham dan mengerti akan makna mlentang-mlentong itu. Tapi ketika aku tanya maknanya, pasti semua orang tidak bisa menjawab kecuali langsung mempraktekkannya…”Gini nih, Nov…” sambil mengacak-ngacak jilbabnya. Kira-kira begitu.
Nah, pertanyaan selanjutnya adalah, sejak kapan kata ‘mlentang-mlentong’ itu muncul ? dan siapa yang mencetuskannya? Dalam konteks apa, ia muncul ? bisakah diasosiasikan pada konteks yang lain?.
Jika tak salah, makna ‘mlentang-mlentong’ itu adalah sebuah kondisi yang tak beraturan, acak-acakan, dan tak rapi. Dan jika diasosiasikan pada konteks yang lain, misalnya manusia, mungkin hampir mirip dengan kata ‘plin-plan’ atau ‘mencla-mencle’.
Individu yang mlentang-mlentong ini adalah individu yang tak punya prinsip dan pegangan yang kuat, hingga mudah berubah sesuai dengan arus. Ia selayak bunglon, yang selalu berubah di konteks yang berbeda dengan tujuan untuk mencari aman. Lalu apakah itu salah ?
Memang sedikit menyebalkan dan kadang bikin kesel, jika bertemu dengan orang yang mlentang-mlentong ini. Apalagi jika urusan dengan janji. Katanya mau datang jam 4 sore, tapi ternyata dengan alasan yang tidak logis, jadi melar ke jam 7 malam…..atau, katanya janji akan selalu setia, tapi ternyata selingkuh juga. , tapi apa itu salah ?
Lain halnya dengan orang yang di haruskan untuk mlentang-mlentong. Ia harus menjadi pribadi A di tempat A. atau ia harus menjadi pribadi B di tempat B dan seterusnya. Karena jika tidak begitu, ia akan mengalami keterasingan diri dan penolakan. Lalu Apakah kira-kira, orang yang memiliki bakat dan keahlian dalam memainkan perannya sebagai pribadi yang mlentang-mlentong itu di berbagai macam konteks, harus kita hargai dan kita apresiasikan ?.
Mungkin kita pernah mendengar sebuah nasehat klasik, bahwa orang yang banyak pengalaman akan lebih bijak. Banyak pengalaman itu tidak berarti berada pada satu konteks atau satu ruang saja, Namun banyak konteks dan banyak ruang dengan tetap bersikap terbuka, yaitu membuka hati dan pikiran untuk menerima semua hal yang dihadapi dan dialaminya. Dan pastinya, ini adalah ruang terbuka bagi individu yang mlentang-mlentong itu.
Jika hanya memiliki satu keyakinan akan sebuah kebenaran, maka yang ada hanyalah justifikasi antara salah dan benar. Yang benar adalah apa yang diyakini benar dan yang salah adalah apa yang tidak menjadi keyakinannya. Berbeda dengan individu mlentang-mlentong ini, ia menganggap bahwa semua realitas adalah kebenaran. Tidak ada yang salah. Dan jika harus memilih mana yang paling benar diantara kebenaran-kebenaran itu, tentu saja ia akan memilih apa yang ia yakini benar tanpa harus menganggap salah bagi yang tidak diyakini benar.
Banyak cerita yang ku dengar dari beberapa temanku, bahwa mereka ternyata tidak bisa menjalani apa yang sebelumnya mereka katakan. Misalnya, “nanti kalo aku menikah, pasti akan berhenti merokok”, tapi kenyataannya hanya omong kosong. Atau contoh lain, “nanti jika aku dapat gaji pertama dari kerjaanku, aku ingin beli laptop”, dan lagi-lagi ternyata tidak terealisasikan. Dan masih banyak contoh yang lain. Saya yakin anda semua juga pernah mengalaminya.
Tapi apakah itu salah ? bukankah hidup itu hanya sebuah proses yang tidak pernah final ?, mengapa harus menyalahkan orang yang tak mampu merealisasikan ucapannya ?. tapi jika kita terus berkompromi dan memaklumi individu yang mlentang-mlentong ini, lalu apa yang menjadi tolak ukur dari sebuah pribadi yang kuat dan konsisten ? . Sampai kapan dan sampai dimana kita harus mlentang-mlentong ?
Jadi, apakah anda adalah invidu yang mletang-mlentong ? atau individu yang konsisten dan kuat ?

Gunuk, 23 Maret 2011. 15.13

3 Lelaki di 3 Kota di 3 Bulan

Di sebuah kota di bulan Januari
“Kau masih single?”
“Iya”
“Kalo begitu, boleh dong kalo aku mendekatimu?”
“Untuk apa ?”
“Untuk mencintaimu”
“Mengapa?”
“Karena sejak tadi, kau mencuri pandang padaku. aku suka caramu memandangku”
“Mengapa?”
“Karena aku suka matamu”
“Aku tak suka pacaran”
“Sama”
“Lalu ?”
“Aku hanya ingin mencintaimu”
Lelaki itu masih diam dan terus memandangku hingga keringat dingin terus membanjiri tubuhnya
“Boleh ku minta nomer Hp mu ?”
“Untuk apa ?”
“Apa perlu alasan ?”
Laki-laki itu memberikan nomer Hpnya padaku, dan aku mulai mendekatinya dengan kata-kata. Hingga akhirnya aku tahu siapa dan apa dia.
Di sebuah Kota di bulan Februari
“Ternyata aku masih mencintaimu”
“Mengapa?”
“Entahlah, apa karena kau meninggalkanku, atau apakah karena aku yang meninggalkanmu”
“Kau kan sudah tahu, saat ini ada wanita yang sudah memenangkan hatiku”
“Iya, aku tahu, lalu apa aku salah?”
“Tidak, hanya saja, aku belum bisa berpaling darinya”
“Aku tak menyuruhmu untuk meninggalkannya”
“Lalu?”
“Aku hanya ingin kau tahu, bahwa aku menyesal meninggalkanmu, karena sebenarnya aku masih mencintaimu”
“Tolong jangan membuatku bingung!”
“Bingung ? mengapa bingung? Jangan-jangan kau juga masih mencintaiku?”
Laki-laki itumenjadi diam
“Tak usah berkata ! aku bisa membaca matamu”
“Menurutmu aku harus bagaimana?”
“Tetaplah bersama wanitamu, dan biarkan aku mencintaimu! Itu saja!”
“Kau anggap itu mudah ?”
Itulah alasanku menyukai laki-laki itu, ia selalu bingung dengan dirinya sendiri.
Di Sebuah kota di bulan Maret
“Kita adalah teman?!”
“Iya, kemaren, sekarang, dan nanti, kita tetap berteman”
“Bagaimana kalo kita bersahabat saja?”
“Apa bedanya?”
“Kalo teman masih bisa jadi kekasih”
“Kalo sahabat?”
“Selamanya akan menjadi sahabat”
Lelaki itu masih diam
“Kenapa diam ? jangan-jangan kau mengharap lebih dan menunggu kemungkinan?”
“Terus terang aku menyukaimu”
“Aku juga… bahkan bukan hanya suka”
“Apa ?”
“Aku memujamu dan mencintaimu”
“o ya ? lalu ? bagaimana dengan pertemanan kita?”
Aku hanya bisa tersenyum dan menatapnya…
Di sebuah kota
Aku bahagia. Tersenyum. Tertawa. Menari dan bercanda. Karena aku tak pernah merasa kehilangan bahkan kekurangan cinta. Meski tak dicintai namun aku bisa mencintai. Itulah mengapa aku masih bisa bertahan dan berdiri tegak dengan bebas. Mencintainya dengan keindahan dan kekaguman meski hanya melalui sms
“Aku mencintaimu, karena aku melihat tumpukan malaikat di dirimu!”
Dan kukirim pada ke-tiga laki-laki di kotanya masing-masing dengan bersamaaan, dan mereka membalas
Lelaki Januari : “Kau memang pintar bersandiwara! Tak usah membohongiku! “
Lelaki Februari :”Halah ! lebay! Jangan merayuku!”
Lelaki Maret :”Jika ini status FBmu, pasti akan ku like”
Aku masih tersenyum dengan pola jawaban dari masing-masing lelaki yang ku cintai, lalu aku membalasnya lagi
“Jika aku mencintaimu, maka itu artinya ada sesuatu yang tak beres dalam diriku, dan jika ketidak-beresan itu sudah ditemukan solusinya, mungkin aku akan mencintai semua lelaki” (Ga usah di bales!)
Aku tertidur dan terbangun dengan 3 bunyi sms
Lelaki Januari :”Kau memang tak beres!”
Lelaki Februari :”Kau memang tak beres!”
Lelaki Maret :”Kau memang tak beres!”
Dan tertawa membaca jawaban mereka……….!!!!!

Gunuk, 22 Maret 2011. 07.24

4 episode malam ini

Episode pertama jam 22.00
Bunyi sms di hp ku
“Nov….”
“Ya.. dimana ?”
“Masih di kantor, kamu dimana ?”
“Di rumah “
“Rame ?”
“Ga…”
“Boleh aku ke rumahmu malam ini ?”
“Aku lagi sakit, sepertinya butuh istirahat. Mungkin laen kali saja yaa…?!”
“Oke deh…”
“Makasih dan maaf… aku hanya ingin istirahat mala mini “
*Lelaki yang menikah dengan wanita yang dianggapnya sebagai soulmate namun harus berjarak jauh hingga itulah yang menjadi alasannya berselingkuh denganku

Episode kedua jam 23.00
Aku menelponnya
“Maaf tadi, aku sedang mandi, jadi tak mendengar bunyi hp darimu”
“Tak apa. Mengapa menelpon dengan Mentari ?”
“XL ku ga cukup pulsanya untuk menelpon”
“Kalo begitu biar aku saja yang menelponmu”
Aku menutup menelpon dan dia balik menelponku
“Hey…apa kabar ? lagi dimana ?”
“Aku sudah di jogja “
“O ya ? kapan nyampe nya ?”
“Hari kamis kemaren “
“Hmm.. syukurlah…”
Kami diam dan menjadi bego
“Ya sudahlah… kau istirahat saja dulu!”
Kami menutup telpon masing-masing
*Dialah laki-laki yang kupanggil Cin(T)a, yang pernah membuatku memaki dan menghardik diriku sendiri karena kesalahanku telah meninggalkannya dulu dan kini ketika aku ingin mencintainya lagi, sudah ada wanita lain yang memenangkan hatinya.

Episode ketiga jam 23.30
Sebuah sms
“Sudah tidur ?”
“Belum…kenapa?”
“Hanya ingin tau kabarmu saja, katanya lagi sakit ya ?”
“Hmm… pasti membaca FB ku ya.. iya nih.. badanku lagi panas dan batuk”
“Faktor apa kira-kira yang membuatmu sakit ?”
“Mungkin kurang istirahat saja”
“Bisa saja, lalu bagaiman asupan vitaminnya?”
“Memang akhir-akhir ini aku jarang makan dan tak berhenti merokok”
“Yaa yaa, mungkin itu lah faktornya. Sekarang lagi ngapain ?”
“lagi baca buku sebagai pengantar tidur”
“Bisa juga cara itu apalagi sambil di peluk. Heeee”
“Hem,,,”
“Kok hem?”
“Aku hanya ingin istirahat”
“Okelah.. selamat istirahat”
*Dialah laki-laki yang baru saja menjadi ayah dari anak ketiganya dan hingga sekarang ia masih menjadi guru dan motivator bagiku, dan itu pula alasanku berselingkuh dengannya.

Episode keempat jam 00.56
Bukan sms
Bukan pula telpon
Tapi kerinduan pada seorang laki-laki
Yang ingin ku tahu kabarnya tapi tak berdaya
Dimana ia sekarang dan sedang apa ia sekarang

Gunuk, 19 Maret 2011. 00.58

Antara pernikahan dan perselingkuhan

Jika kalian menikah bukan karena cinta
Dan hanya untuk keharusan sebagai umat agama
Atau karena kalian sudah memiliki pekerjaan tetap
Tunggu dulu ! karena aku pernah berselingkuh
Dengan orang yang beralasan seperti itu

Jika kalian menikah hanya karena kebutuhan hidup
Dan untuk membahagiakan orang lain
Atau agar tak ditertawakan oleh budaya daerahmu
Tunggu dulu ! karena aku pernah berselingkuh
Dengan orang yang beralasan seperti itu

Jika kalian menikah karena sebagai solusi
Dan merasa hanya dengan pernikahan kau akan lebih baik
Agar kau terselamatkan dari kesepianmu
Tunggu dulu ! karena aku pernah berselingkuh
Dengan orang yang beralasan seperti itu

Sebenarnya menikah itu untuk apa ?
Dan untuk siapa ?

Kebahagiaankah ?
Legalitas social kah ?
Pengakuan budaya kah ?
Solusi hidup kah ?
Ibadah kah ?
Cinta kah ?
Kebutuhankah ?
Keinginankah ?
Atau….
Hanya ingin meneruskan keturunan saja ?

Menikahlah ! karena dengan pernikahan kau bisa berubah dan berevolusi
Tapi, jangan pernah membohongi dirimu sendiri !

Gunuk, 19 Maret 2011. 17.09

Perselingkuhanku yang ketiga

Di rumahku
“Mas, mengapa kau tak kembali pada duniamu yang dulu, dunia musik ?”
“Aku masih trauma, Nov. mungkin butuh waktu untuk bisa kembali ke dunia itu”
“Hanya karena kau pernah dikhianati oleh rekan bandmu, kau kabur begitu saja dan menghukum dirimu sendiri!. Bakatmu itu di music, bukan yang lain!”
“Iya, aku tahu itu…! kadang aku juga memikirkan hal itu. ingin rasanya aku main gitar lagi dan memukul drum. Tapi……ahhkk kau tak kan pernah paham, Nov?”
“Kalo begitu ceritakanlah ! aku akan mendengarnya !”
Ia bercerita tentang masa lalunya dimana sempat terkenal di dunia entertainment sebagai anggota band music. Namun ketika ia dikhianati oleh salah satu teman nya dan produser music, ia keluar dari bandnya dan juga dunianya. Seketika itu ia merasa hidupnya buntu dan tak ada tujuan. Namun ia masih tetap bertahan..
Setiap kami bertemu dan berkencan, ia tak pernah berhenti bercerita. Ternyata ia suka bercerita tentang dirinya. Mungkin ia sedang mengumpulkan kekuatan untuk kembali ke duanya. Aku hanya bisa menjadi pendengar yang baik terhadap cerita-ceritanya. Aku juga tak pernah mempermasalahkan, apakah cerita itu fiksi atau non fiksi. Aku terus mendukungnya dan menyemangatinya.
“5 tahun lagi, aku ingin menonton aksi bandmu !”
“Ahh… tak mungkin “
“Jika mungkin , gimana coba…? ayolah… lebih baik kau bohongi jutaan orang di dunia ini, daripada kau bohongi dirimu sendiri. Ada bakat di dalam dirimu yang harus kau penuhi haknya ! “. Ia masih menatapku hampa….”Apapun keputusanmu, aku akan selalu mendukungmu !”
“Makasih Nov..”, ia memelukku dan mengecup keningku hingga kami terlelap dalam satu selimut
Di Rumahnya
Setiap sebulan sekali ia pulang kampung untuk menemui istri dan putrinya yang baru saja masuk TK. Istrinya adalah seorang wanita sholehah yang berjilbab dan tak pernah kekurangan senyum. Setiap ia pulang, entah ia bawa uang atau tidak, istrinya selalu setiap melayaninya. Ia bukakan sepatunya dan menyediakan the hangat untuknya.
Istrinya termasuk wanita yang pendiam yang tak akan bicara kecuali di pancing olehnya.
“Bagaimana sekolah barunya Dita, bun?”
“Baik, Yah…”
hanya itu dan tak ada lagi percakapan selain membicarakan hal –hal yang temporal. Setiap ia pulang kampung, istrinya selalu melayani dan memanjakannya. Baik dengan makanan atau urusan ranjang. Istrinya tak pernah mengeluh dan tak pernah mengatakan kata ‘tidak’ padanya. benar-benar istri yang sholehah dan ahli surga. Istrinya juga selalu menjaga kehormatan suaminya dengan tidak menemui laki-laki lain meskipun hanya menyapa. Dan istrinya pula selalu menghargai harta suaminya dengan tidak bersikap boros dalam belanja keperluan dan kebutuhan rumah tangga.
Jika ia berada di Jakarta, istrinya tak pernah absen mengingatkannya untuk makan atau sekedar ingin tahu apa yang ia lakukan dengan sms. Dan satu hal lagi, istrinya bahkan menyuruhnya untuk menikah lagi jika memang ia ingin menikah lagi. Namun ia menolak dan memilih untuk tidak membuat dua pernikahan dalam satu masa hidupnya.
Ia menyayangi istrinya dan juga putrinya……namun ketika ia melihat keduanya sedang makan bersama di meja makan, ia berkata dalam hatinya, “Terima kasih kalian telah bahagia karena aku, tapi kapan aku bisa bahagia dengan diriku sendiri ? “
Epilog
Dialah laki-laki yang memilih menikah dengan wanita yang di kenalkan oleh temannya ketika berada pada masa dan kondisi yang sedang buntu dan tanpa arah. Tanpa sadar ia meng-amin-I saran temannya bahwa menikah akan menjadikan dirinya lebih visioner atau terarah…..hingga tanpa pertimbangan yang panjang, ia menikah dengan wanita yang saat ini adalah istrinya meski dengan jarak jauh…

Gunuk, 19 Maret 2011. 16.18

Perselingkuhanku yang kedua

Di rumahku
Setelah kami berada pada kelelahan dan kenikmatan
“Peluk aku, Nov!”. aku memeluknya dengan perasaan tanya
“Ada apa, kak ?”
“Ga da pa pa.. aku hanya ingin di peluk. Dan jangan tanya lagi!”
Kami saling berpelukan dan diam tanpa kata seperti orang bego
“Ku buatkan kopi untukmu !”
“Tar aja… 5 menit lagi ! aku hanya ingin berada di pelukmu!”
Aku tersenyum dan memelukknya erat dan semakin erat. Lalu kenangan awal perjuampaan kami mulai melintas di benakku. Ia adalah laki-laki yang cerdas dan sederhana. Ia seorang aktifitis dan juga intelektual. Aku sangat menyukainya, apalagi ia termasuk bagian dari orang-orang hebat di tengah kalangan elit politikus Jakarta. ia banyak memberiku saran dan motivasi. Walaupun ia tak pernah bercerita tentang kehidupan pribadinya, namun aku banyak belajar hidup darinya. Hingga akhirnya kami menjadi akrab dan saling berbagi cerita.
“Sudah 5 menit, akan kubuatkan kopi untukmu !”, aku melepaskan pelukannya dan ia membenarkan posisi tidurnya. Namun ketika aku kembali dari dapur dengan dua gelas kopi, ia malah tidur. Aku hanya tersenyum sambil membenarkan selimut untuknya. Lalu aku memilih pergi untuk melanjutkan tulisanku, namun ia menarik tanganku
“Ku mohon jangan biarkan aku tidur sendirian !”
“Aku hanya ingin menulis”
“Besok saja lah… temani aku !”. aku mengangguk dan mengikuti keinginannya. Ia mengambil tanganku agar memeluknya hingga terlelap
“Manja banget sih ?!”
“Kalo iya memang kenapa ?, aku ingin manja sekarang denganmu. Hanya denganmu”.
Di rumahnya
Ia meletakkan tas kerjanya di atas sofa. Lalu duduk dengan tenang. Tiba-tiba 2 anak laki-lakinya yang masih balita datang menghampirinya dan memeluknya.
“Abi…!tolong jagain anak-anak dulu. Ummi masih ngejemur pakaian. Mereka belum makan semua. Tolong disiapin ya, Bi…”. Dengan senyum yang dipaksain ia menggendong kedua anaknya menuju dapur
Sambil menyuapi kedua anaknya, istrinya datang menghampiri mereka
“Bi.. sepertinya bahan makanan di kulkas mau habis, nanti malam kalo abi keluar sekalian belanja ke market ya,bi. Terus susu formulanya anak-anak ini juga sudah hampir habis. Oh ya bi, genting dapur kayaknya bocor lagi deh, bi.
“Iya…”
“Bi, tadi tetangga baru kita datang ke sini, dia ngasi bingkisan, ternyata isinya kain, buat apa ya bi ?”
“Terserah ummi saja “
“ya Allah ! hampir lupa…galon belum di pasang ke dispenser..nanti tolong di pasangin ya, Bi !?”
“Iya, tar lagi”
Ia masih menyuapi balitanya dengan sabar sambil mendengarkan celotehan istrinya. Ia hanya bisa menjadi pendengar yang baik dan itulah baginya karakter suami yang baik, yaitu sabar.
Epilog
Dialah laki-laki yang menikah karena alasan kebutuhan hidup. Ia menikah dengan wanita pilihan keluarganya yang hanya lulusan pesantren dan tak paham dengan dunia luar. Itulah mengapa ia harus sabar menghadapi tingkah istrinya yang tak bisa membuatnya di manja….

Gunuk, 19 Maret 2011. 15.34

Perselingkuhanku yang Pertama

Di rumahku
Tok…tok …tok….
Ku buka pintu dan dia muncul dengan senyum sambil mengangkat kedua kantong plastik bertulis carefour dan berkata, “malam ini kita dinner di rumah saja, dan biarkan aku yang masak”. Aku kaget dan hanya mengangkat bahu sambil geleng-geleng kepala lalu mempersilahkan ia masuk ke dalam rumahku.
Tanpa perintah ia langsung membuka kulkasku dan mengambil keju, mayones, dan bawang Bombay lalu menuju dapur. Aku masih diam sambil mengamati tingkahnya. Ku ikuti langkahnya menuju dapur dan ia langsung bereksprimen dengan dapurku selayak dapurnya sendiri. Kusandarkan punggungku pada pintu belakang rumahku sambil melipat tanganku mengamati kesibukkannya.
“Biarkan aku yang masak, kau teruskan saja pekerjaanmu !nanti kalo sudah selesai, akan ku kabari”. Ia mendorong pundakku meninggalkan dapur dan aku masih sedikit enggan melanjutkan aktifitas menulisku di kamar.” Okey”, jawabku dengan malas…
Aku pun melanjutkan aktifitasku, namun sesekali aku mengintipnya dari pintu kamarku. Aroma sedap masakannya membuat perutku berbunyi beberapa kali. Tiba-tiba aku teringat pada awal kami bertemu, yaitu ketika di sebuah acara. Ia adalah sosok laki-laki yang pendiam dan hanya bisa menatapku ketika berbicara dan bercanda akrab dengan teman-temannya. Hingga acara itu usai ia masih tak bicara denganku, namun sesampainya aku di rumah, ia menelpon dan terus menelpon setiap hari hingga akhirnya kami menjadi akrab. Aku memang kaget, ternyata ia jago masak dan suka mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Kadang ia membereskan rak bukuku. Kadang ia menguras kamar mandiku. Kadang ia menyetrika bajuku. Dan itu semua adalah pekerjaan yang gak aku sukai.
Aku tak pernah menghubunginya terlebih dahulu. Ia datang dengan tiba-tiba dan selalu membuat kejutan-kejutan yang membuat hatiku bergetar. Pernah suatu ketika di pagi hari, ia datang dengan setangkai bunga mawar. Aku yang ketika itu ingin marah karena merasa terganggu, malah menjadi tertawa dan senang dengan tingkahnya. Kadang ia menjengkelkan tapi juga membuatku merindu.
Tong..tong..tong….
Ia memukul panci sebagai tanda masakannya sudah beres. Lalu ia membawa makanannya ke ruang depan dan menyiapkan untukku. Aku langsung menyudahi aktifitasku dan segera menuju ruang depan.
“Wow… makan ayam kita nih ? “
“Iya…dan ini untukmu “
“Makasih…”
“Sini ! kita makan bareng!”

Di Rumahnya
“Sudah pulang, Pa ?”. istrinya dengan sigap segera mengambil tas dan tumpukan berkas yang ada di tanggnya dan meletakkanya di meja kerjanya. ia langsung menuju kamarnya dan mengganti baju. Sedangkan istrinya kembali mendatanginya dan mengambil baju kotornya.
“Pa, makan malam yuk, aku masak enak lo malam ini, khusus buat papa !”. ia hanya mengangguk dan tersenyum dengan paksa, istrinya segera meninggalkan kamar dan menuju meja makan. Ia pun segera menyusul istrinya setelah berganti pakaian untuk makan malam bersama.
“Adit mana, Ma?”
“Ia sudah tidur. Katanya besok ia harus bangun pagi-pagi karena olah raga di sekolahnya”
“Hmm.. gimana ia di sekolah? Ada masalah ?”
“Ga ada, pa. semuanya baik-baik saja. Adit anak yang rajin dan penurut. Oh ya … gimana masakan mama ? enak ga ?”
“Hmm… katanya Adit butuh uang untuk beli buku barunya ?”
“ooo…. Iya tuh…tapi masih minggu depan “
“oo… biar uangnya, aku siapkan besok untuk Adit”
Setelah makan, ia beranjak ke kamar dan langsung tidur. Sedangkan istrinya masih membereskan meja makan dan hanya menelan ludah kering ketika melihat suaminya sudah terlelap di atas ranjang. Namun istrinya tetap tersenyum dan tidur di sampingnya. Istrinya juga memperbaiki selimut untuk suaminya dan tak lupa ia juga memeluk tubuh suaminya yang membelakanginya.
“Aku sayang Papa….”, begitulah kata yang diucapkan sang istri setiap malam sambil memeluk suaminya yang tidur dengan selalu membelakangi istrinya. Dan sang suami yang hanya pura-pura terlelap hanya bisa berkata dalam hati, “Maafkan aku,Ma.. hingga saat ini aku masih belum bisa mencintaimu. Beri aku waktu !”
Epilog
Dialah laki-laki yang menikah tanpa cinta. ia menikah hanya karena pernikahan itu adalah suatu ibadah dan keharusan setelah semuanya telah ia dapati, yaitu pekerjaan tetap ……

Gunuk, 19 Maret 2011. 15.03

Sebuah pengakuan atau kejujuran….?

Seorang pegawai pengadilan datang mendekatiku dan menyuruhku untuk berdiri menghadap tuan hakim. Lalu ia mengangkat kitab suci tepat di atas kepalaku sebagai tanda kesiapan untuk mengambil sumpah dan janji dariku untuk berkata jujur sesuai dengan realita seraya mengangkat tangan menghadapkan telapak tangan pada tuan hakim.

Aku bersumpah tak akan bohong
Hingga harus jujur sejujur-jujurnya
Jika aku bohong….
Maka aku siap di sumpahi oleh jutaan manusia..

Aku bersumpah kerena masa laluku yang pernah gagap
Kucoba untuk menutupi dengan belajar mengaji
Berteriak setiap pagi sebagai terapi
Hingga saat ini, aku masih gagap meski hanya sisa

Aku bersumpah karena tubuhku yang cacat
Memiliki vertical yang tak semitris
Mencoba menutupi dengan senyum
Dan gerak yang over

Aku bersumpah karena fobiaku pada darah
Yang gemetar dan berdetak sangat kencang
Ketika melihat tubuh seseorang tersakiti
Bahkan pada tubuh yang tak normal

Aku bersumpah karena ketakutanku pada binatang
Lari ketika melihat kucing dan anjing
Ngeri ketika melihat sapi dan kambing
Kabur ketika melihat monyet

Aku bersumpah karena kesendirianku
Yang tak suka ngobrol di HP
Yang tak suka membalas sms
Bahkan tak menerima tamu di rumah

Aku bersumpah karena kemalasanku
Yang selalu telat jika berjanji
Yang meremehkan pada komitmen
Yang tak pernah takut pada kehilangan

Aku bersumpah karena wajahku yang jelek
Make up sebagai penutup
Fashion sebagai penyerap daya tarik
Sepatu high heel sebagai tempat persembunyian

Aku bersumpah karena khayalanku
Cermin sebagai komentarku
Masker sebagai pendengarku
Selimut sebagai hasratku

Aku bersumpah karena kebodohanku
Menolak cinta yang tulus
Menunda kesempatan besar
Mengabaikan tawaran mimpi

Aku bersumpah karena namaku
Novie Chamelia
Pake ‘e’ setelah ‘I’
Dan ‘ch’ sebelum ‘a’

Aku bersumpah karena ini adalah kata
Gunuk, 15 Maret 2011. 20.57

Mengejar Kaya atau harus kaya….?

Tema yang diusung dalam acara Kick Andy, minggu lalu adalah pengusaha muda yang sukses dengan perjuangan bukan karena terlahir dari keluarga kaya. Ada 4 orang yang di tampilkan dan diperkenalkan oleh bung Andy sebagai representasi dari anak muda yang berumur di bawah 30 tahun dan memiliki kesuksesan dan kekayaan yang luar biasa. Singkat kata, kesimpulan yang bisa kuambil dari kisah mereka adalah, bahwa mereka semua berangkat dari keinginan untuk bangkit dari kemiskinan, keterpurukan, kesedihan, kegagalan dan hutang yang melilit. Metode yang mereka gunakan adalah keberanian untuk gagal dan keberanian untuk mengambi resiko. Sehingga akhirnya mereka pun bisa mendapatkan apa yang mereka impikan. (baca Koran Media Indonesia edisi Minggu, 13 Maret 2011, kemaren)
Entah karena apa, setelah acara Kick Andy, keesokan harinya hingga tadi pagi, saya berkali-kali bertemu dengan para pengusaha, baik di bidang bisnis, maupun non bisnis. Mereka pun tidak jauh beda dengan tokoh-tokoh yang dihadirkan di acara Kick Andy, yaitu kesuksesan yang saat ini mereka capai tak lain dari motif keinginan untuk bangkit dari keterpurukan, kemiskinan, dan kegagalan. Mereka menasehatiku dan juga memberiku buku yang berjudul, “Keajaiban Rezeki dengan menggunakan Otak kanan”, agar bisa ku baca dan diselami.
Setelah kubaca buku itu, tiba-tiba saya teringat dengan percakapan yang terjadi saat awal kuliah dengan salah satu teman terbaikku, yaitu Ociem (Muslim Masturo, teman seangkatanku al-Amien 2003).
“Nov, sudah setahun kita kuliah dan ternyata kita belum produktif. Belum bisa menghasilkan apa-apa. Kau lihat Sukidi ! sejak semester 2, tulisannya sudah dimuat di koran. Koran Kompas pula. Bahkan seperti Bang Yusril Ihza Mahendra, atau pak Jimly Ashiddiqi, konon mereka sudah mulai produktif menulis di Koran ketika awal-awal kuliah. Lalu bagaimana dengan kita ? apa yang sudah kita lakukan ?”
“Ciem, ada 3 hal yang ingin kukatakann padamu. Pertama, mengenai konteks atau historis, bahwa masa mereka tentu berbeda dengan masa kita saat ini, dan ini bukan sebuah apologi lo. Kedua, kalau dilihat dari riwayat hidup mereka, bahwa mereka ke Jakarta memang bermodal nekat tanpa uang seperspun, jadi wajar saja, ketika mereka produktif dengan mengirimkan tulisan ke Koran nasional dengan motif bisa survive di Jakarta dan juga bisa membuktikan pada keluarganya di kampung yang notabene perekonomiannya berada di kelas menengah ke bawah, bahwa mereka bisa mandiri dan sukses. Dan yang ketiga, bukannya kita mau sombong, hanya saja ketika kita membandingkan diri kita dengan mereka, itu sangat tidak tepat. Status dan motif kita berbeda dengan mereka. syukur Alhamdulillah kita terlahir dari keluarga yang secara financial tercukupi dan masih mampu membiayai kuliah kita hingga jenjang yang lebih tinggi. Jadi mengapa mereka yang menjadi tolak ukur ? bagaimana jika kita mencari contoh teladan yang status dan motifnya sama dengan kita, seperti misalnya Gusdur. Selama ia menjadi mahasiswa, ia bahkan santai berkuliah, bersenang-senang, beli buku, baca buku di perpus dan jalan-jalan…..”. lagi-lagi ini bukan apologi… hee
Seketika itu pula saya teringat dengan salah satu kawan yang kupanggil Kanda, yang memiliki ambisi untuk menjadi kaya, padahal ia berasal dari keluarga yang sangat kaya. Dan ketika kutanya alasan atau motifnya, ia berkata, : “Saya hanya tidak ingin mendholimi potensi dan bakat yang ada pada diri saya, Nov. sejak kecil saya sudah terbiasa dengan bisnis dan kompetisi. Jadi ini bukan persoalan kaya atau tidak kaya, tapi ini hanya persoalan kepuasan batin atau kebahagiaan. Lagipula pada era saat ini, uanglah yang berkuasa. Minimal saya bisa membantu orang dengan uang……”.
Sama halnya dengan Dida, temanku yang saat ini menjadi mahasiswa pascasarja Psikologi Industri di UGM Jogja. Ia juga memiliki ambisi untuk kaya dan sukses dalam bidang bisnis. Namun ketika kutanya alasannya, ia berkata, “Saya hanya jengah dan greget ketika melihat orang-orang yang hidupnya hanya mengikuti takdir dan tidak mau berusaha untuk mengubahnya lebih baik. Mereka yang miskin hanya bisa meng-amini kemiskinannya tanpa usaha atau reaksi untuk membunuh kemiskinannya itu. itulah mengapa aku harus kaya, agar bisa menjadi contoh bagi mereka”.
Begitu juga dengan Susan, kawan seperjuanganku di Jakarta yang saat ini sedang berbisnis dengan membuka toko sembako, dengan modal sendiri. Ia yang memang kuakui sangat cerdas membaca peluang , terutama peluang bisnis, begitu berambisi untuk bisa kaya dan sukses, dengan alasan yang sangat sederhana, “Tar kalo aku kaya, teman-teman kan bisa minjem duitnya ke saya”. Heee …. dan saat ini pun, jika aku ingin pinjam mobil, pasti akan menghubungi Susan.
Lalu bagaimana dengan saya ?, mengapa masih diam terpaku dan hanya menghabiskan uang untuk bersenang-senang atas kepentingan pribadi ?. Ku akui memang tak punya bakat bisnis, tapi sejujurnya saya pengen kaya juga. Jadi bagaimana saya harus kaya ?
Bagiku, kaya bukanlah tujuan hidup juga bukan tolak ukur kesuksesan seseorang. Juga bukan bonus dari usaha seseorang dalam survive. Tapi kaya itu adalah pilihan. Dan untuk itu, saya memilih untuk tidak kaya. Cukup bisa bekerja untuk menghidupi keluarga kecilku kelak, punya waktu dan kesempatan untuk berkarya, dan bisa lebih banyak menikmati waktu dengan keluarga. Dan jika pun saya harus bekerja untuk mendapatkan uang yang buanyak, maka setelah uang terkumpul, akan saya gunakan untuk mewujudkan mimpiku melakukan backpacker keliling dunia, dan tentu saja, saya harus berhenti bekerja.
Sekali lagi, karena kesuksesan itu adalah kewajiban dan kaya adalah pilihan, maka mari kita mengejar kesuksesan kita dengan cara masing-masing…….
Semoga bermanfaat………..

Gunuk, 14 Maret 2011. 20.50

Koma ( , )

Entah pada siapa aku harus bercerita. Entah pula apakah ini wajar jika aku ceritakan. Malam ini aku sedang merindu. Merindu dengan sangat tapi tersiksa, karena di balik kerinduan ada kepasrahan untuk menyerah mencintainya.
Dia lah laki-laki yang ku cinta namun tertolak oleh alasan rasio keluargaku. Katanya, dia tak pantas untukku. Bukan karena alasan status social atau level jenjang pendidikan yang berbeda diantara kami, tapi hanya karena keluarganya pernah berkonflik dengan keluargaku. Sebenarnya aku tak ingin peduli dengan konflik antar keluarga, toh aku dan dia tak ada kaitannya dengan konflik itu. Namun yang menjadi pertimbangan dari keluargaku adalah, jika nanti aku bersamanya, apa kata orang ??
Jika ingin jujur, aku memang belum seberapa mencintainya. Aku masih ragu dan takut. Hingga cintaku belum kuat dan besar untuknya. Mungkin karena intensitas pertemuan dan komunikasi kami yang kita bangun, sangat kurang dan jarang, apalagi kami di pisahkan oleh jarak pulau. Namun sejak aku bertemu dan berbincang banyak hal dengannya, tanpa sadar ia telah menjadi alarm dari kenakalanku.
Kepolosan, kejujuran, keluguan, dan kelucuannya telah menghipnotisku untuk selalu memikirkanya setiap saat. Aku selalu berkhayal ia ada di sampingku, namun itu hanyalah semu, yang tak mungkin terjadi. Darinya aku yang kadang dibikin marah, kesel, bahagia, sedih, semangat dan tertawa telah menjadikan aku sebagai manusia yang dicintai dan mencintai.
Tak ada alasan bagiku untuk meninggalkannya karena kelemahan dan masa laluku, karena kami sama-sama telah mencintai dan memaklumi kelemahan dan masa lalu kami masing-masing. hanya saja, ini semua adalah kelemahanku untuk menyerah pada keadaan.
Tapi apalah daya, hingga saat ini aku tak punya kekuatan untuk sekedar menegaskan bahwa saat ini aku begitu merindukannya. Di satu sisi aku harus merelakan kepergiannya dan meninggalkannya. Tapi di sisi yang lain aku bahagia karena masih mencintainya.
________________
Padamu yang Kurindu
Aku harus bagaimana lagi ? jika nanti kita akan berpisah, jadi buat apa kita kembali memupuk cinta kita ? lebih baik kita sudahi saja. Meski tidak ada kompromi dan komitmen di antara kita, namun kita paham dan tahu bahwa pada diri kita masing-masing saling mencinta.
Jika memang aku pernah bersalah dan tanpa sadar menyakiti perasaanmu, maka maafkanlah aku. Sungguh tak ada niat untuk membuatmu terluka. Kebohongan atau kepintaran dalam bersandiwara yang kau alamatkan padaku, masih menyisakan tanya. Namun aku tak ingin membicarakannya terlalu jauh, karena itu justru akan membuatmu dan membuatku semakin terluka.
Bukannya aku ingin meyerah dan mengalah pada keadaan ini, hanya saja, aku tak berani untuk melawan. Dan aku juga tak bisa menjamin, apakah aku mampu membuatmu bahagia. Karena ini bukan hanya persoalan cinta semata, ini juga persoalan masa depan dan kebahagian semua orang.
Biarlah aku pergi dan maafkan jika selama ini mengganggumu dan juga membuatmu tak nyaman. Kejarlah mimpi dan citamu. Aku tahu, kau akan menjadi orang hebat suatu hari nanti. Jalani juga rencana masa depanmu agar kau mampu berdiri tegak menyonsong hari esok. Karena kebahagianmu adalah kebahagianku meski aku tak ada di sampingmu.
Penyesalan yang paling besar dari hubungan kita adalah mengapa kita harus bertemu jika nantinya akan berpisah… sekali lagi maafkan aku dan semoga kau mengerti….sungguh, saat ini aku hanya tidak tahu, apa yang harus aku lakukan untukmu….

Gunuk, 15 Maret 2011. 12.51

.

Laki-laki itu tersenyum padaku dan menatapku dengan mesra dan harap. Aku masih berdiri terpaku kaku sambil mengatur deru nafas yang menerjangku membabi buta. Ku paksakan tersenyum padanya, lalu ia datang mendekatiku dengan langkah pasti. Aku masih terengah-engah dengan nafas yang tak bisa kuatur. Ingin kukatakan ‘stop…! Stop..! stop…!’, tapi sejujurnya aku mengharap kedatangannya. Hingga tanpa sadar, laki-laki itu sudah berdiri di hadapanku dengan jarak satu jengkal telapak tangan dari wajahku. Sementara aku masih ketakutan. ia terus menatapku dengan lembut dan mendekatkan wajahnya pada wajahku. Spontan mataku terpejam dan bibirku merekah. Hanya suara ludah kering di tenggorankan yang terdengar, lalu…………………..
Gubraaaaaakkkk…….!!!!!!!!!!
“Oh shit ! mengapa kau datang dengan tiba-tiba ! aahhgghh… aku kehilangan mimpiku lagi !”. gertakku padanya
“Haaaa …..haaa………benarkah itu ?” . Ia mengejekku
“Aaarrgghh….. pergilah sana ! aku ingin tidur lagi !” ku ambil selimut dan menghadap tembok membelakanginya.
“Ingin mengejar mimpimu lagi ? ya ya ya … kejarlah mimpimu itu ! “ ia tak peduli dan terus mengejekku.
Diam. Sunyi. Senyap.1…2….3…4…5….
“Oke…. Apa mau mu ?”, kubalikkan tubuhku menghadapnya yang terbaring di sampingku.
“Apa mauku ?? bukankah kau yang memanggilku ?” ia masih cengengesan mengejekku
“Memanggilmu ? ga salah apa ??!!!!!”
“Ah sudahlah… kau memang berbakat berbohong. Boleh kupeluk dirimu ?”
“Ga mau !!! “
“ Oke….fine !”
“Arrgghh… mengapa kau selalu datang tengah malam ? dan selalu mengagetkanku ?!”
“Bukankah tengah malam adalah waktu yang tepat untuk ngobrol ?”
“Ngobrol ? aku tak suka ngobrol. Aku hanya suka menulis”. cetusku
“ya …ya ..ya… aku juga sudah baca tulisan-tulisanmu. hmmm ….lumayan bagus sih..”
“ Apa maksudmu ?”
“Marilah kita bicara saja!….toh bukan hanya kita saja yang ngobrol tengah malam, bahkan semua manusia paling suka ngobrol tengah malam denganku”
“Apa yang ingin kau obrolankan denganku ?”
“Sebenarnya bukan ngobrol tapi aku hanya ingin bertanya padamu ?”
“Maksudmu ?”. Ia menghadapkan tubuhnya padaku sedangkan aku masih terbaring lurus dengan mata yang melirik memandangnya
“Kau masih punya cinta?”
“Pastinya..”
“Pada siapa ?”
“Mau tau aja kau !”
“Apakah kau lesbi?”
“Tidak lah…! “
“Kau tidur dengan banyak laki-laki ?”
“Lalu..?“
“Kau masih perawan ?”
“hah ?! “
“Apakah kau selingkuh dengan suami orang ?”
“Iya…iya…dan iya……so ?”. Aku mulai sewot
“Untuk apa ?”
“Hah ?!”
“Sudah puas ?”
“Maksudmu ?”
“Mau sampe kapan ?”
“Kenapa kau masih bertanya padaku ?!!, bukankah kau sudah tahu tanpa harus ku beri tahu ?”
“Aku ingin mendengar langsung dari mulutmu “
“Aaaahh… kau kan juga sudah tau, kalau aku punya bakat berbohong. Lalu buat apa kau bertanya lagi ?”
Diam. Saling menatap. Dan ia tersenyum……
“Tahukah kau Nov, kau adalah makhluk yang sangat indah “
“Iya …aku tahu. Aku memang indah. Tapi keindahanku adalah manifestasimu. Puas ???”
“Jangan berapologi ……..!. Mengapa kini kau jarang menemuiku ? bahkan jarang ngobrol denganku ?. Kulihat kau tak sibuk, kecuali dengan khayalanmu”
“Kau pasti sudah tau jawabannya, buat apa lagi aku berkata ?!”
“Itulah kebodohanmu !. kelemahanmu !. bahkan kesalahanmu !”
“Maksudmu ?”
“Aku tahu semua hal tentangmu dengan detail”
“lalu …?”
Saling menatap. Diam. Sunyi. Dan masih saling menatap
“Aaahh… sudahlah ! Jangan membuatku menangis !”. Suaraku menjjadi parau. sementara air mataku sudah tergenang.
“Sini ! datanglah ke pelukanku !”. Tanpa beban aku langsung memeluknya dengan erat.
“ Maafkan aku ! ku mohon jangan pergi hingga aku terlelap kembali !”. Pintaku dengan memelas. Ia semakin erat memelukku dan menyelimutiku dengan hangat…..
“Nov…! dengarkanlah ! apapun yang terjadi, aku tak akan pernah meninggalkanmu, meski kadang kau sering melupakanku. Aku hanya berharap, kau bisa berkata dan bercerita. Jangan lagi membohongi dirimu sendiri !. kau paham itu !? “. Aku hanya diam dan mengangguk sambil menyeka air mataku yang mulai menetes. Lalu aku menengadah menatapnya..
“Terima kasih, Tuhan…kau telah datang dan mengingatkanku”. Ia hanya tersenyum dan mengangguk seraya memelukku dengan erat hingga aku terlelap….

Gunuk, 13 Maret 2011. 23.35

“Mencintai bukan memiliki tapi justru memiliki adalah mencintai”

Mungkin sebagian orang akan bertanya-tanya mengapa saya harus menulis demikian. Iya, karena saya percaya bahwa bukan karena cinta lalu kita bisa memiliki seseorang, tapi justru karena memiliki adalah mencintai. Itulah mengapa saya katakan pada ayahku tentang resolusi pernikahanku kelak pada beliau;
“Yah…, setelah lulus kuliah nanti, aku ingin menikah, jadi… tolong carikan aku seorang pria yang menurut Buya baik untukku. Karena aku akan memejamkan mata untuk pria itu. urusan suka atau cinta, itu urusan belakang, yang penting setelah ketemu, kenalkan padaku, dan aku akan membuat kesepakatan dengannya, jika cocok, maka kami akan menikah, namun jika tidak ada kesepakatan, mungkin dia bukan pria yang harus aku miliki”
Sekarang saya hanya ingin bertanya pada anda semua, apakah anda pernah menyesal memiliki seorang ayah atau ibu yang melahirkan anda ?, Pernahkah anda bertanya pada diri anda sendiri, mengapa harus memiliki orangtua seperti ayah dan ibu anda ?, Apakah anda pernah takut kehilangan mereka ?, Apakah anda mencintai mereka ?, lalu seberapa sering anda berkomunikasi dengan mereka ?, Pernahkah anda cemburu pada mereka ?, pernahkah anda marah pada mereka jika sms anda tidak dibalas ?, Pernah anda kesel, karena mereka terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak peduli pada anda ?, Jika anda marah apakah anda akan meninggalkan mereka ?, Sampai kapan kemarahan anda pada mereka ?.
Anda memang tidak pernah memiliki kebebasan untuk memilih orang yang akan melahirkan anda ke dunia ini. Dan itulah takdir, sesuatu yang memang tidak bisa dipilih. Selama sesuatu itu bisa dipilih, maka itu bukan takdir, sehingga anda masih bisa mengubahnya.
Pernahkah anda menghubungi orangtua anda dengan tanpa tendensi ?, harus tahu apakah mereka sedang sibuk, atau jangan-jangan tidak suka dengan telpon anda. Lalu pernakah orangtua anda mengeluh, marah dan kecewa pada anda ?, Jika iya, apakah mereka masih membela, mendukung, dan mengakui anda sebagai anaknya ?. Pernakah anda menghubungi mereka, hanya sekedar ingin tahu kabarnya atau ingin mendengarkan suaranya, padahal saat itu anda sedang memiliki masalah yang dahsyat tanpa harus menceritakan pada mereka ?.
Iya…. Secara takdir, kita adalah milik mereka. milik orangtua kita. Ketika kita menjadi miliknya, maka tanpa sadar kita mencintai mereka. Namun cinta yang seperti apa yang kita berikan pada mereka ?. apakah kita harus cemburu dan posesif ?, Apakah dengan memberinya bunga dan menghubunginya setiap saat ?, Apakah harus menemuinya setiap detik ?.
Banyak anak yang hanya menginginkan dari orangtuanya sebuah kepercayaan, penghargaan, dan kebebasan. Mempercayai bahwa dirinya mampu menjadi dirinya sendiri. Menghargai apa yang sudah ia lakukan pada dirinya dan untuk orangtuanya. Kebebasan untuk memberikan yang terbaik untuk orangtuanya. Karena di dunia ini tak ada istilah bekas anak atau bekas orangtua.
Itulah yang kumaksud dari memiliki adalah mencintai. Dari memiliki, kita pasti akan mencintai, yaitu dengan kepercayaan, penghargaan dan kebebasan. Jika ternyata dengan mencintai justru membuatnya tak bebas dan tak menjadi dirinya sendiri, sehingga tertekan dan tak jujur dalam mengahadapi hidupnya, maka perlu dipertanyakan kembali pada diri kita sendiri, apakah kita benar-benar mencintainya ?
Apakah karena CINTA, anda harus menunjukkan rasa cemburu, meng-intensitaskan komunikasi, dan meningkatkan frekwensi pertemuan dengannya ?, Atau jangan-jangan kau hanya takut kehilangannya, karena masih ada kemungkinan ia menjadi milik orang lain ?.
Selamat mencintai……

Gunuk, 12 Maret 2011. 15.34

Catatan Kesendirianku

Inilah alasanku mengapa aku lebih suka tinggal sendiri di sebuah rumah kecil yang terletak di pinggiran Jakarta, yang tepatnya di jalan Gunuk, Pasar Minggu. Aku hanya merasa nyaman dan bahagia dengan kesendirianku tanpa harus memiliki komitmen dengan seorang pria meski kadang umur dan status sosialku terus memaksa. Bagiku, hanya dengan memiliki keluarga yang sempurna, sahabat dan guru yang luar biasa itu sudah cukup menyempurnakan hidupku.
Setiap pagi aku menjalani rutinitas yang sangat bebas. Jam 6 aku bangun tidur karena alarm dari kedua HP ku begitu mengganggu. Aku bangun dengan malas sambil menggerakkan badanku hingga menciptakan bunyi yang khas, ‘krek’. Ku lipat selimut dan merapikan posisi bantal gulingku. Dengan sandal selop aku menuju dapur untuk menghidupkan tombol air panas di dispenser dan tak lupa menghidupkan lampu kamar mandi dan dapur. Lalu memulai aktifitas di dalam kamar mandi., yaitu Pipis. Gosok gigi. Cuci muka dan wudhu. Lalu menuju kamar untuk melakukan ritual agamaku, yaitu solat Subuh. Kalian pasti bertanya,”Kok solat subuhnya jam 6?”, iya itulah aku, karena harus mengatur keseimbangan pola hidup sehat, yang harus tidur 6 jam dalam sehari, maka saya harus bangun jam 6.
Sebelum solat subuh, saya menghidupkan laptop dan membiarkannya berproses hingga siap. Dan seperti biasa, setelah solat subuh, saya harus bersyukur pada Tuhan atas cinta yang Ia berikan padaku hingga hari ini berupa nafas , sehat dan kepercayaan pada-Nya. Lalu ku buka kitab suciku, yaitu alquran untuk kubaca meski hanya 2 halaman setiap hari.
Kudekati laptop dan mulai menghidupkan winamp agar music menambah kecerian pagi yang masih sepi. Lalu aku menuju dapur untuk membuat teh manis hangat sebagai penyegar lambungku. kemudian ku ambil sapu untuk membersihkan rumah dan mencuci piring kotor di dapur. Setelah pekerjaan rumah tangga usai, aku mulai beraktifitas dengan laptop. Entah menulis, online, membaca berita atau mengerjakan tugas kuliah yang belum selesai.
Jam 7.30, aku harus mandi dan siap-siap ke kampus.karena kuliah akan dimulai jam 8. Namun tak jarang aku melanggar. Kadang aku sengaja telat tiba di kampus dengan alasan dosen yang akan mengajarku pagi ini tidak begitu menggairahkan dan mencerahkan. Aktivitas kampus berakhir jam 5 sore dan aku pun pulang ke rumah kecilku.
Karena hanya 3 hari (Senen, Selasa, dan Rabu) aku kuliah, maka 4 hari adalah hari liburku. Aku memang sudah memutuskan untuk tidak mencari pekerjaan sebelum aku lulus kuliah. Karena selain ingin fokus, aku juga ingin bersenang-senang. Lagipula ayahku sudah mewanti-wanti untuk segera menyelesaikan kuliahku. Kata beliau, biar kewajiban dan impian nya segera terwujud dengan jaminan biaya hidup dan biaya kuliah sudah dipersiapkan untukku.
Di hari libur, kadang aku mengisinya dengan weekend ke luar kota seperti Jogja misalnya. Atau bisa juga bersilaturahim ke rumah teman dan guru-guru yang ada di lingkaran Jakarta . Atau juga ke mall untuk belanja dan mencari buku di Gramedia. Kadang juga, aku hanya di rumah, membaca, menulis, menonton film DVD, online , mencoba resep baru, menyelesaikan tugas kuliah dan tugas rumah tangga, seperti mencuci, mengepel dan menguras bak mandi.
Memang benar, tugas kuliah yang saat ini terpaksa aku terima begitu banyak dan berat. Tapi itu hanya di awal saja, karena selanjutnya tugas kuliah menjadi hiburan bagiku. Apalagi langsung menyentuh pada persoalan masyarakat yang sedang hangat terjadi saat ini.
Dan selanjutnya soal pola makan. Mungkin karena saat ini saya sedang menjaga berat badan, maka saya membatasi diri untuk makan sesuai dengan nafsuku. Saya harus makan nasi, sayur dan lauk yang non daging (sapi, kambing dan ayam) sekali dalam sehari di waktu siang. Karena pernah suatu ketika saya lupa belum makan seharian, sehingga menyebabkan tubuhku jatuh sakit. Padahal beraktifitas hanya di dalam rumah saja. Selain itu setiap 3 hari sekali saya juga harus makan buah. Namun tak dapat kupungkiri kadangkala aku melanggar aturan yang ku bikin sendiri ketika harus bertamu atau ngobrol di luar rumah bersama sahabatku. Akhirnya aku terpaksa makan malam atau sekedar sarapan. Karena bagiku, makan adalah media paling efektif untuk mengakrabkan diri dengan orang lain.
Yang paling sulit bagiku saat ini adalah menentukan jadwal olah raga. Mungkin karena aku hidup di tengah-tengah masyarakat yang sangat padat, hingga akhirnya aku pun tak berani keluar rumah untuk sekedar jogging. Atau pergi ke tempat fitness, rasanya malas dan kadang tak ada waktu. Dan jika pun berenang, itu pun hanya sebulan sekali saat aku berkunjung ke Ciputat menemui sahabatku. jadi, aku hanya melakukan gerak ringan sesuai dengan moodku saja.
Saat ini aku adalah konsumen tetap rokok mild menthol. Setiap hari menghabiskan satu bungkus. Maka setiap pagi saya datangi warung untuk membeli rokok, karena semalam pasti selalu habis bahkan kadang kekurangan. Entah sejak kapan rokok menjadi bahan bakar bagiku untuk tetap menulis namun terlepas dari itu semua aku punya alasan subjektif mengapa aku harus merokok. Ya ya ya, saya akui jika apa yang kulakukan sangat paradox. Di satu sisi aku menjaga kesehatanku tapi disisi yang lain aku justru menghancurkan tubuhku.
Oke, akan kulanjutkan aktifitasku di dalam rumah. Setelah pulang kuliah atau ketika liburan di rumah. Aku mengisi aktifitasku di ruang depan, yaitu menonton TV hingga Magrib menjelang, karena bagiku waktu Magrib, dimana matahari terbenam dan malam mulai berkuasa adalah waktu yang sangat sakral untuk bercinta dengan Tuhan hingga tiba waktu Isya’. Setelah solat Isya’ kadang aku menonton film DVD, atau bisa jadi aku langsung pergi ke meja belajarku di dalam kamar. Untuk sekedar online, menulis atau menyelesaikan tugas kuliahku.
Sengaja TV tak kumatikan karena menjelang jam 12 malam, aku harus menonton berita dan mematikan laptopku untuk menyudahi semua aktifitas di meja belajarku. Setelah itu aku segera menuju kasur dan mengambil beberapa bacaan ringan sebagai pengantar tidurku.
Sebelum tidur, aku mengambil HP dan mencek kembali data-data yang masuk dalam sehari. Entah itu sms atau telpon untuk sekedar mengingat dan merenung atas kejadian yang telah kulewati. Lalu ku tulis beberapa catatan sebagai pengingat atau juga rencana untuk hari besok. Dan setelah itu, mataku pun mulai meminta haknya.
Itulah catatan kesendirianku yang begitu indah dan sempurna dan aku yakin, tidak semua orang mengalami hak yang sama denganku… hem….
Di dalam rumah kesendirianku, aku bebas berteriak. Bebas memuji diriku sendiri di depan cermin. Bebas berbicara sendiri ketika aku bahagia , sedih atau marah. Bebas bergaya. Bebas bereksplorasi. Dan bebas bergerak dengan olah raga dan menari. Bahkan bebas menyanyi meski kutahu suaraku parau. Haaaa
Ahhh mataku sudah mulai mengantuk, maka dengan mengucapkan bye bye,,,,,, aku pun harus tidur..!!

Gunuk, 12 Maret 2011. 01.25

Kau yang disana… sebuah supersemar 2011

Kau yang disana ! selamat !
Anda berhasil membuatku bingung dan pusing
Bergeliat dengan asumsi-asumsi yang kuciptakan
Tentangmu

Kau yang disana ! selamat !
Anda berhasil membuatku tak bergairah lagi
Bercinta dengan lelakiku
Dan tak tertarik pada laki-laki yang lain

Kau yang disana ! selamat !
Anda berhasil membuatku tersiksa dan menderita
Dengan 2 bungkus rokok dan 2 botol bir
Dalam sehari

Kau yang disana ! selamat !
Anda telah berhasil membuat tidurku tak nyenyak
Karena harus menunggu telpon darimu
Hingga pagi dan mataku sudah mulai menghitam

Kau yang disana ! selamat !
Anda berhasil membuatku bodoh dan gila
Meski harus ku letakkan status akademisiku
Hanya sebuah penantian

Kau yang disana ! selamat !
Anda telah berhasil membuatku kacau dan gelisah
Jika memang mencintaimu harus begini
Mungkin inilah alasanku untuk menyerah….

Terimalah awardnya ! dan silahkan mencaciku !
Terimalah sambutannya ! dan silahkan mencibirku !
Sekali lagi..
Selamat ! anda telah menang dan aku kalah !

Gunuk, 11 Maret 2011. 12.30

Rofi’ah itu ku panggil Mak erRoh (satu lagi pembelajaran untukku)

Ia adalah kakak kandung ibuku nomer 2 dari 5 bersaudara satu ayah dan satu ibu, sedangkan ibuku adalah bungsu. Maklum, orang dulu kan, kawin cerai itu sudah biasa. Jika satu ibu dan lain ayah, Mak erRoh ini nomer 5 dari 8 bersaudara dan ibuku tetap bungsu..
Ketika aku berasumsi atas keterlambatan dan lamanya nenekku meninggal dengan alasan, karena kewajiban nenekku masih belum terpenuhi, lalu ibuku berkata, “ Itu karna Mak erRoh”. Begitulah kata ibuku.
Entah sejak kapan aku memanggil bu de ku ini dengan sebutan MAK. Namun sikap sederhana dan selalu tersenyum yang mak erRoh perlihatkan pada semua orang membuatku mengerti dan paham, bahwa ia seperti sosok ibu yang selalu mengayomi dan mengalah. Meskipun hingga saat ini, ia belum memiliki seorang anak.
Konon ceritanya yang kudapatkan secara singkat dari ibuku, bahwa mak erRoh ini tidak lulus SD dan tidak pernah sekolah. Dulu ia nakal dan memutuskan kabur ke Jember, ke rumah pamannya (saudara kakek pertamaku) untuk ikut berjualan kelapa. Nenekku yang sangat keras dan kakekku yang tak pernah peduli padanya, membuatnya harus kabur bahkan kawin lari dengan laki-laki yang jauuuhh lebih tua darinya.
Entah kapan, akhirnya mak erRoh kembali bersama suaminya ke Camplong, Madura,untuk merawat nenekku yang semakin tua. Dan kalian pasti paham, bagaimana tingkah pola orang yang semakin tua, yang seperti anak kecil yang rewel, cerewet dan selalu ingin diperhatikan dengan merajuk dan ngambek.
Apalagi saat ini, bu de ku, kakak ibuku yang lain datang ke Madura dengan membawa stress karena takut kehilangan suaminya yang memang kuakui cakep dan tampan. Hanya karena ia sudah monopouse, kemudian ia takut kehilangan suaminya hingga stress akut dan akhirnya di rawat di rumah nenekku. Itulah saran salah satu dari dukunnya, bahwa ia harus lebih dekat dengan nenekku. Sehingga menambah beban bagi ma erRoh untuk merawat 2 orang yang kadang tak tau diri itu.
Mungkin karena aku jarang pulang kampung, jadi hanya bisa mendengarkan kisah 2 wanita itu yang sudah bikin repot ibuku. Hanya saja, mak erRoh tak pernah mengeluh. Selain merawat 2 wanita itu, ia juga merawat suaminya yang kadang bikin aku kesel dengan sering meminta uang untuk beli rokok dan bahkan sering mencuri uang milik mak erRoh yang diberikan oleh ibuku untuk menghidupi 2 wanita itu. maklum saja, suaminya mak erRoh tak dapat bekerja hingga tak ada pendapatan. Bukan karena tak ada pekerjaan untuknya, hanya saja suami mak erRoh ini, yang kupanggil pak De, malas dan suka bikin onar dengan orang. Apalagi kondisinya memang sudah semakin tua, jadi bisanya hanya merokok sambil mendengarkan radio.
Saat aku pulang kampung kemaren, saya jadi lebih mengenal kearifan mak erRoh. Meski ia jarang solat, karena memang ia tak berpendidikan, tapi ia sungguh sangat sosialis dan sabar. Ia juga tidak pernah perhitungan membantu orang. Pernah suatu ketika, mbakku, mbak Titin, memintanya untuk membuatkan pepesan ikan. Keesokan harinya ia datang ke rumahku, di Pamekasan, membawa pepesan ikan, namun ia menolak ketika mbakku memberinya uang meski hanya untuk ongkos pulang ke Camplong.
Kisah mak erRoh juga aku dapatkan dari ayahku, katanya, jika ayah dan ibuku datang ke Camplong, mak erRoh selalu menyambutnya dengan senyum sambil berkata, “Be’en lek ??” (baca: kamu dek ?) dan menjadi orang paling sibuk untuk menjamu ayah dan ibuku. Sedangkan ibuku dengan sok jaim dan gengsinya hanya diam dan pura-pura cuek. Tapi mak erRoh tak pernah sakit hati, ia tetap melayani ayah dan ibuku dengan sabar.
Yang kadang membuatku miris dan iba padanya, ia tak bisa pergi kemana-mana karena harus mengurusi 3 orang yang ada di rumah nenekku. Padahal ia ingin sekali bisa silaturahmi ke rumah sodaranya yang lain. Saat kuajak mak erRoh ke rumah pamanku, ia hanya bisa berkata, “kalo ga ada saya, tar yang di rumah gimana ?”.
Mak erRoh pandai sekali memasak. Masakannya selalu enak dan pas di lidahku. Ia tak pernah mengeluh dan juga tak pernah membenci siapapun, meski ia sering didholimi. Entah apa yang mempengaruhinya, padahal ia tak berpendidikan juga bukan orang spritualis yang suka solat dan berdoa. Pernah suatu ketika ia diagnosa memiliki kanker di panyudaranya. Semua orang menjadi heboh, namun mak erRoh tetap saja tersenyum dan sabar sambil berkata pada ibuku,”dhina la, lek. Mon lakaran la mateh, kan tak ngerepotin be’en pole” (baca : Biarkan saja dek, jikapun aku mati, berarti kan sudah tak merepotkanmu lagi). Ibuku seketika menjadi terharu, semua tenaga dan materi di kerahkan, hingga akhirnya operasi pun berhasil dan mak erRoh masih sehat hingga sekarang.
Semua orang menyukai dan menyayangi mak erRoh, karena selain ia baik, ia juga tangkas dalam bekerja. Hingga akhirnya,tiba-tiba ibuku mengajaknya untuk umroh bersama bulan ini. Semua orang menyambutnya dengan bahagia tanpa ada iri. Karena bagi mereka, mak erRoh memang pantas mendapatkan itu. maka Sering kali aku candai mak erRoh karena akan naek pesawat untuk pertama kalinya dalam hidupnya, “Mak, nanti kalo di pesawat jangan lupa buka sandalnya, nanti pesawatnya bisa hilang”. Heee

Hari ini, saya mendapatkan sms dari ibuku yang saat ini ada di Madinah menjalankan ibadah umroh. Tentu saja ada mak erRoh di sana. Tanpa komando aku pun menelponnya langsung dan meminta untuk berbicara dengan mak erRoh, “Gimana Mak ? enak ga’ Umroh?”. Kupikir aku masih bisa mencadai, tapi ternyata aku menjadi diam terharu, karena kudengar suara tangis mak erRoh yang sesegukan sambil berkata, “makasih…. Makasih…makasih…”. Aku langsung menutup HP ku.
Cerita lain yang ku dengar dari mbak Titin, ketika mak erRoh akan berangkat umroh, “ Lucu, Nov.. mungkin saking bahagianya, mak erRoh sampe lupa pamit sama nenek. Dan yang lebih fatal, ia lupa pake celana, dan masih saja pake sarung….”.. hee
Mak erRoh…. Semoga kau bahagia…karena kau dan aku sama-sama anak kedua… heee

Gunuk, 11 Maret 2011. 14.04

Belajar pada Spongebob Squarepants

Film kartun yang paling kusukai adalah spongebob, setiap hari aku selalu menontonnya, itupun jika aku lagi di rumah. Jikapun aku di luar rumah dan berada di rumah oranglain, dan tepat waktu jam tayang film Spongebob, maka tak segan aku meminta untuk menghidupkan TV-nya
Semua orang tahu siapa itu spongebob dan tau di channel mana kita bisa menontonnya. Tapi hanya aku yang tahu, mengapa aku begitu menyukai spongebob.
Iya, spongebob yang memiliki karakter tidak pernah menyalahkan orang lain, selalu berfikir positif, dan tidak pernah mengeluh adalah alasanku menyukainya. Meski tetangganya Squidward Tentacles, yang juga rekan kerjanya di Krab Krusty burger milik Mr. Krabs membencinya bahkan memusuhinya, tapi spangebob selalu menghibur dan bersahabat dengannya. Karena spongebob selalu bersyukur memiliki sahabat dan tetangga seperti Squidward.
Dengan keahliannya membuat Krabby Patty yang banyak disukai orang dan juga kedisiplinannya, menjadikan spongebob sebagai pegawai teladan di tempat kerjanya, bahkan ia takut kehilangan gelar atau prestasinya. Untuk itulah ia selalu bekerja dengan baik dan datang tepat waktu. Sedangkan squidward hanya pemalas yang selalu sirik tanpa ada kemajuan.
Tanpa bosan dan tanpa bersalah, spongebob selalu memberitahukan squidward agar mau bersosial dan juga bisa menjadi pegawai teladan seperti dirinya. Namun Squidward memilih untuk menghiraukannya. Dan spongebob hanya bisa tersenyum dan memeluk squidward dengan bangga sambil berkata, “cukup kau mau menjadi temanku, itu sudah kebahagian bagiku”.
Berbeda dengan Patrick Star, salah satu sahabat dan juga tetangganya. Ia adalah sahabat yang paling bodoh tapi baik hati. Ia tidak bekerja dan memilih berdiam diri di dalam rumah batunya sambil menunggu datangnya spongebob dari tempat kerjanya. Setiap pagi ia selalu menyapa spongebob dan squidward dengan tulus ketika mereka berdua berangkat kerja. namun sepertinya Patrick hanya ingin menertawakan mereka, karena Patrick hanya tinggal menunggu kiriman uang dari orangtuanya yang kaya, yang berada di luar kota. Ia tak perlu bekerja. Ia hanya ingin bermain.
Squidward merasa terganggu dengan tingkah pola kedua tetangganya itu, hanya saja spongebob dan Patrick merasa tidak pernah melakukan kesalahan pada squidward. Mereka terus mengajak squidward yang tidak suka bersosial untuk bermain bersama. Meski sudah beberapakali squidward menolak ajakannya, tapi spongebob dan Patrick tidak pernah bosan mengajaknya.
Banyak hal yang dapat aku pelajari dan kadang aku pun tertawa karena tersindir oleh tingkah laku spongebob. Meski ia sering di dzolimi oleh squidward dan Mr. Krab, namun tidak pernah spongebob membencinya atau bahkan sekedar berfikir buruk tentang mereka, justru yang ada, rasa bersalah dan rasa terima kasih yang di lakukan spongebob terhadap squidward dan Mr. Karb.
Spongebob selalu berfikir bagaimana membuat orang lain bahagia. Ia tidak pernah ada rasa dendam pada siapapun. Setiap hari ia berusaha menciptakan Krabby Patty yang enak dan lezat agar pelanggannya bahagia, meski ia tahu, Mr. Krab hanya memberinya gaji yang sedikit bahkan kadang sering dikurangi. Begitu juga pada Patrick, meski kadang Patrick membuatnya sedih dan terdzolimi, namun Spongebob tidak pernah marah dan masih menganggapnya sahabat. Karena ia tahu, Patrick adalah sahabat yang bodoh tapi tulus. Ia menganggap bahwa Patrick melakukan kejahatan padanya hanya karena kebodohan Patrick bukan karena kesengajaannya.
Satu hal yang menarik pada diri spongebob adalah ia tidak pernah mengungkit-ngungkit atau mengingat kesalahan dan kejahatan orang lain padanya. kadang ia lupa kalau kemaren ia sedih karena terdzolimi dan disakiti. Ia hanya bisa tertawa dengan tawa khasnya. Kalian pun tahu bagaiman spongebob tertawa… haaaaa…haaaa
Apakah kalian ingin seperti Spongebob, yang selalu tertawa ? atau seperti Squidward yang selalu berpikir negative ?, atau seperti patrick yang bodoh tapi tulus ?, atau seperti Mr. Krab yang gila uang ?
Hmm….mari kita sama-sama belajar…..!!!!
Gunuk, 11 Maret 2011. 08.38

Belajar pada Spongebob Squarepants
Film kartun yang paling kusukai adalah spongebob, setiap hari aku selalu menontonnya, itupun jika aku lagi di rumah. Jikapun aku di luar rumah dan berada di rumah oranglain, dan tepat waktu jam tayang film Spongebob, maka tak segan aku meminta untuk menghidupkan TV-nya
Semua orang tahu siapa itu spongebob dan tau di channel mana kita bisa menontonnya. Tapi hanya aku yang tahu, mengapa aku begitu menyukai spongebob.
Iya, spongebob yang memiliki karakter tidak pernah menyalahkan orang lain, selalu berfikir positif, dan tidak pernah mengeluh adalah alasanku menyukainya. Meski tetangganya Squidward Tentacles, yang juga rekan kerjanya di Krab Krusty burger milik Mr. Krabs membencinya bahkan memusuhinya, tapi spangebob selalu menghibur dan bersahabat dengannya. Karena spongebob selalu bersyukur memiliki sahabat dan tetangga seperti Squidward.
Dengan keahliannya membuat Krabby Patty yang banyak disukai orang dan juga kedisiplinannya, menjadikan spongebob sebagai pegawai teladan di tempat kerjanya, bahkan ia takut kehilangan gelar atau prestasinya. Untuk itulah ia selalu bekerja dengan baik dan datang tepat waktu. Sedangkan squidward hanya pemalas yang selalu sirik tanpa ada kemajuan.
Tanpa bosan dan tanpa bersalah, spongebob selalu memberitahukan squidward agar mau bersosial dan juga bisa menjadi pegawai teladan seperti dirinya. Namun Squidward memilih untuk menghiraukannya. Dan spongebob hanya bisa tersenyum dan memeluk squidward dengan bangga sambil berkata, “cukup kau mau menjadi temanku, itu sudah kebahagian bagiku”.
Berbeda dengan Patrick Star, salah satu sahabat dan juga tetangganya. Ia adalah sahabat yang paling bodoh tapi baik hati. Ia tidak bekerja dan memilih berdiam diri di dalam rumah batunya sambil menunggu datangnya spongebob dari tempat kerjanya. Setiap pagi ia selalu menyapa spongebob dan squidward dengan tulus ketika mereka berdua berangkat kerja. namun sepertinya Patrick hanya ingin menertawakan mereka, karena Patrick hanya tinggal menunggu kiriman uang dari orangtuanya yang kaya, yang berada di luar kota. Ia tak perlu bekerja. Ia hanya ingin bermain.
Squidward merasa terganggu dengan tingkah pola kedua tetangganya itu, hanya saja spongebob dan Patrick merasa tidak pernah melakukan kesalahan pada squidward. Mereka terus mengajak squidward yang tidak suka bersosial untuk bermain bersama. Meski sudah beberapakali squidward menolak ajakannya, tapi spongebob dan Patrick tidak pernah bosan mengajaknya.
Banyak hal yang dapat aku pelajari dan kadang aku pun tertawa karena tersindir oleh tingkah laku spongebob. Meski ia sering di dzolimi oleh squidward dan Mr. Krab, namun tidak pernah spongebob membencinya atau bahkan sekedar berfikir buruk tentang mereka, justru yang ada, rasa bersalah dan rasa terima kasih yang di lakukan spongebob terhadap squidward dan Mr. Karb.
Spongebob selalu berfikir bagaimana membuat orang lain bahagia. Ia tidak pernah ada rasa dendam pada siapapun. Setiap hari ia berusaha menciptakan Krabby Patty yang enak dan lezat agar pelanggannya bahagia, meski ia tahu, Mr. Krab hanya memberinya gaji yang sedikit bahkan kadang sering dikurangi. Begitu juga pada Patrick, meski kadang Patrick membuatnya sedih dan terdzolimi, namun Spongebob tidak pernah marah dan masih menganggapnya sahabat. Karena ia tahu, Patrick adalah sahabat yang bodoh tapi tulus. Ia menganggap bahwa Patrick melakukan kejahatan padanya hanya karena kebodohan Patrick bukan karena kesengajaannya.
Satu hal yang menarik pada diri spongebob adalah ia tidak pernah mengungkit-ngungkit atau mengingat kesalahan dan kejahatan orang lain padanya. kadang ia lupa kalau kemaren ia sedih karena terdzolimi dan disakiti. Ia hanya bisa tertawa dengan tawa khasnya. Kalian pun tahu bagaiman spongebob tertawa… haaaaa…haaaa
Apakah kalian ingin seperti Spongebob, yang selalu tertawa ? atau seperti Squidward yang selalu berpikir negative ?, atau seperti patrick yang bodoh tapi tulus ?, atau seperti Mr. Krab yang gila uang ?
Hmm….mari kita sama-sama belajar…..!!!!

Gunuk, 11 Maret 2011. 08.38

Sucisemar (Surat Cinta Sebelas Maret) 2011

Hey….!
Izinkan aku untuk mengungkapkan rasa rindu dan bahagia padamu. Kau yang disana, yang tak pernah membutuhkanku dan tak pernah memikirkanku sedetikpun masih saja membuatku gelisah namun merindu. Aku tak pernah peduli dengan hal itu, karena sudah kukatakan padamu berulang kali, bahwa cukup dengan kau menjadi alasanku untuk tetap berkarya, sudah membuatku bahagia dan merasa dicintai. Maka izinkan aku memanggilmu DARLING, sebagaimana Angelina Sondakh memanggil Adji Masaid, karena ke-rasionalitasnya dalam mencinta.
Darling….
Entah sejak kapan aku mencintaimu, ups ! maaf kurasa bukan cinta, tapi suka dan tertarik. Karena kita tak pernah saling menatap dan memandang satu sama lain, apalagi mengenal pribadi kita masing-masing kecuali dengan asumsi-asumsi yang kita ciptakan sendiri melalui kisah yang kudengar dari oranglain dan mungkin juga melalui status atau komentar di FB, di wall kita masing-masing.
Masih segar di ingatanku, bagaimana kita merangkai khayalan lucu dan irasional di komentar, baik di statusmu atau di statusku. Aku bahagia meski hanya tertawa sendiri. Kadang aku meridukan moment-moment itu, karena sekarang sudah tak ada lagi. Mungkin sejak kuungkapkan kata cinta padamu, sehingga kau mulai menjaga jarak denganku. Aku tahu, kau mulai terganggu.
Darling..
Kuakui sejak adikmu menceritakan kisah tentangmu, sejak saat itu pula aku tertarik padamu. Namun aku tak punya kekuatan dan keberanian untuk sekedar melihatmu dari jauh apalagi bertemu. Sungguh aku tak ingin mati muda, karena serangan jantung yang tiba-tiba. Sebab ketika kau berada di hadapanku, intensitas denyut jantungku melebihi kecepatan buraq dan seketika itu pula aliran darahku menjadi kacau dan otakku berhenti berfikir. Itulah mengapa aku hanya bisa menatapmu melalui foto sambil berkata, “Sejak umur berapa kau memiliki wajah yang begitu indah ini ?”.
Sejak aku berpisah dengan adikmu maka hilang juga kisahmu. Lama sekali aku tak mendengar kabarmu. Hingga akhirnya aku harus berterima kasih pada FB, karena telah menemukanmu kembali. Ternyata kau tak berubah. Kau masih sama seperti dulu. Idealis, gengsi, pendiam, serius, dan masih indah. Sama halnya dengan perasaanku. Belum berubah.
Darling…
Ketakutan masih menghegemoni diriku untuk sekedar tahu dan bertanya Apakah kini kau sudah menikah atau mungkin sudah punya kekasih?, aku masih takut dan tak berani. Jika pun ternyata kau masih sendiri, lalu apa dampaknya untukku ? toh sama saja tak bergeming sedikitpun. Aku masih disini menunggu kemungkinan dan keajaiban terbuka dengan sendirinya.
Suatu ketika, ku ceritakan dirimu pada seorang sahabat yang kuanggap sebagai kakakku. Lalu ia bertanya padaku,
“Apakah kau mencintainya,Nov ?”
“Belum tau, bak “
“Lalu ?”
“Aku hanya suka dan tertarik padanya. sejak aku menemukannya kembali, hidupku serasa bahagia dan selalu ingin bersyukur pada Tuhan. Ia menjadi bahan bakar semangatku untuk mengejar mimpi dan melakukan aktifitasku. Ia juga menjadi alasan terkuat bagiku untuk selalu berkarya. Ia adalah inspirasiku. Setiap aku lelah dan dan gelisah, ia menjadi penghiburku meski hanya mengkhayalkan dirinya.”
“Itu namanya cinta !”
“Tidak , bak ! aku tak pantas bersamanya, apalagi bisa memilikinya. Mana mungkin ia menyukaiku, sedangkan aku hanya seorang perempuan yang tak punya apa-apa. Kasta kami berbeda. Ia kasta Brahmana sedangkan aku hanyalah kasta Sudra. Itulah mengapa aku memberitahukan padanya, bahwa hanya dengan keberadaannya saja, itu sudah cukup bagiku untuk mencintainya.”
“Ia tau bahwa kau mencintainya?”
“Iya, minimal aku selayak lumpur yang kotor dan ia selayak dinding putih yang bersih. Jika terkena lumpur sungguh sangat menjijikan tapi pasti akan berbekas”.
Darling…
Kadang aku bertanya pada diriku sendiri, mengapa aku menyukaimu. Apakah kita memiliki cara berfikir yang sama ?, atau memiliki ketertarikan yang sama?. Kita sama-sama menyukai film, buku, dan filsafat. Aku begitu senang bisa menemukan orang yang memiliki banyak kesamaan denganku. jangan-jangan apakah kau jiwaku yang hilang ? ah ! aku tak ingin berspekulasi hanya sekedar menghibur diri, tapi yang pasti aku senang bisa menemukanmu kembali.
Sejak ku tahu nomer HP mu, kita akhirnya bisa berkomunikasi meski jarang. Setiap kau mengirimi atau membalas smsku, aku sungguh sangat bahagia hingga aku tak sadar, bahwa ternyata aku punya loncatan yang begitu indah. Seketika itu pula bumi berhenti berputar sejenak hanya ingin melihat tingkah gilaku.
Darling..
Meski kau sudah tahu bahwa aku menyukaimu dengan kegilaanku, tapi aku hanya bisa berkata, tetaplah menolak perasaanku, karena aku masih takut untuk mendekatimu. Dari hati yang paling jujur, aku masih nyaman dengan kondisi yang kau ciptakan padaku hingga saat ini yaitu, kau tetap menjadikan dirimu sebagai temanku. Hanya temanmu. Karena dengan seperti ini, aku merasa lebih bebas menyukaimu apalagi mengirimu sms. Maka izinkan aku mengucapkan terima kasih padamu, karena sudah bersedia menjadikan dirimu sebagai pria yang kucintai dengan tanpa kompensasi dan tendensi.
Darling…
Sungguh sangat sangat sangat sangat menyukaimu……..dan happy birthday !

Gunuk, 11 Maret 2011. 21.14

G U

Kau terus bicara tanpa urut
Aku pun semakin tak mengerti
Sebenarnya kau bicara tentang apa ?
Meski papan sudah tak punya ruang kosong lagi

14 sepasang mata masih menghormatimu
Memelek dan berkedip sesekali
Menatap, mengangguk, dan tersenyum, kadang juga tertawa
Namun khayalan nampak jelas di atas kepala mereka

Disana ada yang tersenyum karena khayalannya
Disana juga ada yang asyik main HP
Disana bahkan ada yang memangku tangan
Dan disini sedang menulis tentang mu.

Kau bilang sebagai saksi sejarah
Hingga pernah suatu ketika kau menangis tertahan
Saat Sukarno dan Hatta menjadi bagian dari kisahmu
Sebenarnya ini pelajaran sejarah atau teori?

“Gitu ?” / “Ya?”/ “Okey?” / “He’eh” / “Ngerti?”
Itulah kata-kata yang sering kau ucapkan
Yang hanya sebagai legitimasi dari jawabanmu
Namun pahammu bukan pahamku

Kau tawarkan buku-bukumu
Namun aku sangsi dan ragu
Sudahkah kau membacanya ?
Atau hanya seperti aku yang suka menumpuk

“Tanya mas !”
Suara pemilik dari beberapa sepasang mata
Kau nampak senang dan bahagia
Karena sebenarnya kau ragu pada uraianmu sendiri
(Kira-kira mereka mengerti ga’ ya ?)
Atau jangan-jangan kau tidak tau apa lagi yang ingin kau ceritakan

Sungguh ! aku belum tercerahkan
Jadi maafkan karena aku menjadi diam
Atau pura-pura tertawa
Bahkan tak punya gairah untuk datang tepat waktu

Kampus UI, 09 Maret 2011. 15.10
Saat mata kuliah Sosiologi Politik

Mabrur di Dapur…..(Percakapan 5 wanita)

Ketika itu, 5 wanita sedang asyik dengan pekerjaannya masing-masing di dapur. Umma dengan penggorengannya. Bu Rahmah (bu De ku) dengan ulekannya. Bak Titin dengan sayurannya. Bak Kus (pembantuku) dengan bawangnya, dan saya dengan kertas nasi yang sedang dilipat. Lalu aku bertanya pada mereka, “Kalau ada kesempatan, masih pengen naek haji ga’?”.
Serempak mereka menjawab, “ya iyalah…..”. kebetulan, atas nama takdir, keempat wanita itu sudah menjalankan ibadah haji kecuali saya. Namun kemudian bu de ku berkata, “tapi ga tau kenapa, pak de mu malah ga mau naek haji lagi, padahal banyak kesempatan yang datang padanya. gratis pula”.
Aku hanya tersenyum dan berkata, “ Justru itu, pak De sudah mendapatkan mabrurnya haji dan anda semua belum mabrur”. sedikit informasi, pak De ku adalah mantan kepala Depag Bangkalan dan saat ini menjadi penasehat Muhammadiyah di Pamekasan Madura.
“Loh ? kok bisa ?” tanya bu De ku penasaran
“Begini lo bu De, kalo kita bicara tentang haji maka yang muncul adalah konsep panggilan. Banyak orang yang mampu baik fisik maupun materi, namun belum ingin melaksanakan ibadah haji, itu karena belum di ‘panggil’. Iya toh ?, nah konsep panggilan itu kalo dianalogikan seperti ini. Semisal saya memanggil umma, ‘Umma ! tolong ambilkan sendok !’, lalu umma datang bawa gelas. Maka yang terjadi, umma balik lagi ke dapur dan mengambil sendok. Atau jika ternyata umma datang bawa garpu, maka umma akan kembali lagi ke dapur dan terus menerus seperti itu. semakin umma ingin kembali, itu artinya ia belum membawa apa yang diinginkan oleh si pemanggil. Nah ! jika pak De ternyata tidak ingin berhaji lagi, itu artinya beliau sudah membawa apa yang diinginkan oleh si pemanggil, dan itulah haji mabrur”
“Terus…..kenapa kamu ga mau haji, padahal gratis?” tanya Umma dengan antusias, karena sudah beberapa kali ajakan untuk haji padaku, selalu ku tolak.
“Nah, biar jelas, gini aja Mah, sebentar lagi, Buya akan datang ke dapur untuk makan, dan kita lihat, siapa kira-kira yang akan dipanggil untuk menyiapkan makanannya ?”
Tak lama kemudian Buya datang ke dapur untuk makan
“Nov, buya mau makan !”.
Serempak kami berlima saling memandang dan saya hanya bisa tersenyum sambil bertanya.
“Mengapa Buya memanggil saya ? mengapa tidak memanggil Umma sebagai istrinya, atau bak Titin sebagai anak tertuanya, atau bak Kus sebagai pembantunya, atau Bu De sebagai saudaranya ? silahkan jawab sendiri !”
Aku beranjak ke dapur dan menyiapkan makanan untuk buya, meninggalkan ke-empat wanita yang masih berfikir, lalu pembantuku mulai nyeletuk.
“Apa dong jawabannya, dek ? “
“Yaaa… pikir sendiri lah, saya kan dosen, kalo saya memberi jawaban itu artinya saya melakukan pembodohan…..”
Ke-empat wanita itu masih berfikir……………

Gunuk, 08 Maret 2011. 17.51