Rabu, 23 Maret 2011

Masih….

Aku masih belum bisa mengerti apa maunya. Ia mengajakku untuk bertemu dan berbicara. Namun hingga kini, ia masih diam menatapaku lembut. Bibirnya gemetar dan matanya nanar. Kutawarkan rokok padanya. ia mengangguk dan mulai merokok hingga bibir dan tangannya tak lagi gemetar.

Masih segar di ingatanku sebulan yang lalu ketika ia bercerita tentang keputusannya, bahwa ia ingin menyudahi semua permainannya dengan dan tentang laki-laki. Ia sudah merasa jenuh dan bosan terhadap pembelajarannya tentang laki-laki, karena ia sudah mendapatkan sebuah kesimpulan tentang lelaki yang Tuhan berikan padanya.

Aku masih belum bisa mengerti mengapa kegilaan yang ia lakukan selama ini bersama belasan lelaki dianggap sebagai nikmat dari Tuhan. Katanya padaku, bahwa ia memang meminta pada Tuhan untuk bisa mendapatkan pengalaman-pengalaman gila itu dengan lelaki. Dan ia juga mengatakan padaku, bahwa ia tidak pernah mencari lelaki itu, justru laki-laki itu lah yang datang padanya, maka tak salah jika ia menganggap bahwa semua kegilaannya berasal dari Tuhan. Hingga pada akhirnya, ia sudah mendapatkan apa yang memang ia pinta pada Tuhan dan sudah saatnya ia sudahi semua itu.

Tidur dengan belasan lelaki yang tidak pernah ia cintai dan baru ia kenal adalah kegilaan yang tak pernah habis ku pikir. Berapa kali aku menghardiknya namun ia hanya tertawa dan mengataiku sebagai wanita bodoh dan wanita kampungan. Mungkin baginya aku hanyalah seorang pendengar yang baik, yang hanya mendengarkan cerita-cerita kegilaannya bersama para lelakinya.

Sebulan yang lalu ia mulai merokok dan minum bir setiap hari. Katanya lagi padaku, begitulah caranya untuk melampiaskan nafsunya. Hanya dengan rokok dan mabuk ia bisa menggantikan seks dengan para lelaki. Dan tak jarang pula ia bercerita padaku bahwa akhir-akhir ini, ketika keputusannya untuk menyudahi semua kegilaannya, tiba-tiba semua lelakinya datang ingin menemuinya dan tentu saja juga ingin tidur dengannya, namun ternyata ia bangga pada dirinya karena telah menolak hasrat para lelaki itu.

Ternyata wanita yang ada dihadapanku ini adalah wanita yang kuat namun juga lemah dan tak berdaya. Di satu sisi ia sangat bertanggung jawab dan konsisten terhadap keputusannya, namun di sisi yang lain, ia justru lemah dan tak berdaya ketika ia harus merokok dan mabuk setiap malam.

Kadang aku jijik dengan bau mulut sisa rokoknya begitu juga dengan bau nafas yang berat setelah menghabiskan satu botol bir. Ia mulai lelah dan mabuk kemudian tidur terlelap dengan mendengkur tak karuan.

Ia bilang padaku, katanya saat ini ia bahagia karena sedang belajar mencintai lelaki, meski ia hanya bisa mencintainya bukan untuk memilikinya. Rasa ketakutan dan kekerdilannya terus menghegemoni rasionya untuk menjalin sebuah hubungan yang serius dengan laki-laki yang ia cintai saat ini. Hanya dengan di beri kesempatan untuk mencintai laki-laki itu, sudah cukup baginya. Mencintai dengan kebahagian dan penderitaan namun begitu dinikmatinya. Saya sebagai pendengar yang baik untuknya, hanya bisa tersenyum dan mendukungnya.

Namun tiba-tiba ia ingin bertemu denganku, tapi hingga sekarang ia masih diam menatapku sambil menghabiskan sebatang rokok. Ku coba menawarkan sebotol bir. Namun ia menolak dengan alasan tak ingin mabuk karena besok pagi ia harus pergi menemui sahabatnya.

Sesekali ia memiringkan kepalanya dan tersenyum padaku. ia masih menatapku dan juga memainkan asap rokoknya pada wajahku. Aku mencoba mengelak karena aku tak suka dengan bau rokok. Tapi hal itu justru menjadi lelucon baginya. Namun ia masih menyiksaku dengan diamnya. Ia tetap tak berbicara atau sekedar mengeluarkan satu huruf dari mulutnya. Aku benci dengan ketersiksaan ini.

Tiba-tiba aku menjadi gemetar dan takut dengan pikiranku sendiri. Dan sepertinya ia bisa membaca isi kepalaku dengan menawarkan rokok padaku. aku pun menerimanya tanpa bersalah dan dengan terburu-buru. Ia pun tersenyum menertawai tingkahku.

Kami masih saling menatap. Saling diam. Saling merokok. Saling memainkan asap. Dan saling berbicara dalam hati kami masing-masing. Hingga tiba-tiba suara nada panggil HP ku berbunyi dan aku meminta izin padanya untuk menerima panggilan itu seraya pergi ke ruang depan meninggalkan cermin itu.

Gunuk, 18 Maret 2011. 23.56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar