Jumat, 01 April 2011

“Aku hanya ingin Hamil….itu saja”

Jika bukan karena ia sahabat dekatku, mungkin aku tak mungkin bernafsu untuk ke Malang. Karena hanya dia lah orang yang paling mengerti aku. Meski sudah kukatakan padanya 3 bulan yang lalu, bahwa aku ingin menyudahi semua kegilaanku. Aku sudah tak ingin merangkai cerita lagi dengan laki-laki yang hanya untuk membuat kisah dalam sejarah hidupku. Aku sudah lelah. Dan dia pun kaget ketika kukatakan bahwa aku dalam perjalanan menuju Malang. Kami pun bertemu dan melepas rindu.

“Ada apa denganmu, Nov?”, tanya Dida, sahabat yang begitu peduli padaku dan aku masih diam dan tersenyum. “Aku tahu, kau ke Malang bukan hanya ingin bertemu denganku. pasti ada sesuatu yang ingin kau katakan”. Aku hanya tersenyum dan mengangguk.
“Aku Hamil, Did!”
“Apa !!!!!!!. Hamil ? gila apa kamu ?!!! . Aku hanya mengangguk lemas. “Aku tak percaya!. Bukankah selama ini kau selalu mempertahankannya, mengapa tiba-tiba kau lengah ?”
“Aku tidak lengah, tapi aku memang menginginkannya. Aku hanya ingin hamil, Did”
“Gak mungkin ! bukannya kau selama ini punya control yang kuat untuk mempertahankan keperawananmu. Tapi mengapa sekali jebol, kau malah ingin hamil ? siapa laki-laki itu ?”
“Laki-laki yang tak pernah ku tahui namanya. Tapi aku tahu, dia laki-laki baik-baik. Dia cerdas. Dia kaya. Dan dia cakep.”
“Oooo… jadi karena kau sudah menemukan laki-laki yang pas menurut seleramu, lalu kau dengan mudah menyerah begitu saja?”
“Tidak, Did. Sebenarnya aku sudah mengenalnya cukup lama. Tapi kami baru saja bertemu dan terjadilah !”
“Jadi kau sudah tahu sapa dia ?”
“Iya, dia adalah laki-laki cerdas dan menarik “
“Lalu ?”
“Tapi dia dari keluarga yang tidak mungkin menerimaku. Keluarganya adalah orang hebat dan aku tak mungkin bersamanya”
“Aku yakin, kau melakukan hal itu, bukan karena itu semua”
“Betul, aku melakukannya, karena ia masih perjaka”
“ Apa !!!! Gila Kau ! apa laki-laki itu tahu, bahwa kau hamil ?”
“Tidak ! ia tidak tahu, dan aku memang tidak ingin memberitahukannya?”
“Kenapa ?”
“Karena aku hanya ingin hamil dan menjadi ibu, bukan sebagai istri”
“Tapi keluargamu, Nov ?”
“Itulah yang ingin ku obrolkan denganmu”.
________________________________
3 Minggu yang lalu…..
Di rumahku

“Kamu yakin mau melakukan ini?”
“Iya.. lakukanlah !”
“Apa perlu aku ke market untuk beli kondom ?”
“Tak perlu ! sudahlah ! lakukan saja!”.

Laki-laki itu memadangku nanar. Aku menghela nafas panjang dan memejamkan mataku

“Kau tidak mencintaiku, Nov?”. ia memindahkan tubuhnya yang sudah berada di atas tubuhku ke sampingku. Kami masih telanjang di bawah selimut dengan tanpa bersentuhan. Sama-sama menerawang memandang langit-langit atap rumahku. Dan kami pun menjadi diam.
“Kenapa kau berhenti ?”
“Karna sebenarnya kau tak ingin melakukannya”
“Mengapa kau berfikir begitu?”
“Karena aku mencintaimu”

Aku menghela nafas berat dan berusaha untuk tidak memejamkan mata agar air mata yang tergenang tak jatuh hingga membuatnya ia tahu, bahwa aku sebenarnya mencintainya.

“Jika zina ini haram dan berdosa, mari kita berdosa bersama dan katakan pada Tuhan, bahwa kita saling mencintai namun tak mampu untuk bersama di dunia. Tapi jika Tuhan masih menghadiahkan kita neraka, minimal kita masih bisa bersama disana karena Tuhan telah cemburu pada kita"
“Apa yang kau katakan, Nov?”

Aku tak peduli lagi. hingga akhirnya aku menciumnya dan ia membalasnya dan kami pun bercinta.
______________________________
2 minggu kemudian
Laki-laki itu datang lagi menemuiku..

“Kenapa sms ku tak pernah kau balas dan telponku tak pernah kau jawab, Nov?”
“Apa itu penting ?”
“Pentinglah!”
“Bagimu. Bagiku tidak !”
“Ahh sudahlah ! kau sehat ?”
“He’eh “
“Tidak terjadi apa-apa kan ?”
“Tidak. Mengapa kau bertanya hal itu ?”
“Karena aku bermimpi, ada suara yang memanggilku ‘ayah’”
“Haaaa…… lalu kau anggap itu apa ?”
“Aku akan menjadi seorang ayah…..” dia menunduk malu dan aku hanya bisa tertawa ngakak.
“Haaa… ayah ? haaaaaa”
“Kenapa kau tertawa ?”
“Ya lucu aja….haaaaaaa…”

Kami ngobrol dengan canda dan tawa yang tak pernah berhenti. Ia adalah laki-laki yang sangat lucu dan kadang bodoh. Mungkin karena selama hidupnya ia hanya memikirkan hal-hal yang serius, jadinya kelihatan lucu dan kaku. Setahun yang lalu ia telah berhasil meraih gelar megisternya dan kemudian meneruskan estafeta perusahaan keluarganya.

Kami bertemu sebulan yang lalu di acara Kick Andy di Metro TV. Ia datang sebagai keluarga dari salah satu undangan yang juga diwawancarai oleh bang Andy. Kebetulan ia duduk tepat di sampingku. Dan kami pun mulai berkenalan, ngobrol dan menjadi akrab. Aku tidak menyangka, lulusan luar negeri ternyata sangat kaku dalam pergaulan. Dan aku melihatnya di dia.

Kami masih ngobrol dan bercanda hingga harus terhenti karna sopir taxi memberitahukan pada kami, bahwa kami sudah sampai di Bandara. Ia mengatakan, bahwa ke Jakarta hanya mengurusi bisnisnya dan harus segera balik ke kotanya.

“Makasih ya, Nov. Sudah mengatarku. Kalau ada apa-apa, kau harus memberitahukan ku ! ingat ! jangan lagi tak membalas smsku atau tak menjawan telponku! Okay…!”. Aku mengangguk dengan senyum.

Dan aku melambaikan tangan padanya ketika ia memasuki bandara untuk boarding pass. Aku masih diam tersenyum sambil meremas kertas hasil labotorium rumah sakit yang menyatakan bahwa aku positif hamil di dalam tasku. Ia masih melihatku dengan senyum dan aku pun juga masih tersenyum yang tertahan.

“Maafkan aku… maafkan aku…! Dan jangan pernah muncul lagi di hadapanku ! hingga bayi ini sudah beranjak dewasa untuk memintamu menjadi wali nikah di pernihakannya kelak “

Gunuk, 1 April 2011. 14.00

Laki-laki Tanpa Nama

Ketika di kereta ekonomi Gaya Baru Malam Jakarta-Surabaya via Jogja

“Anda penulis ya ?” tanya seorang laki-laki yang berada tepat di sampingku
“Kok…?”, aku terganggu sekaligus penasaran
“Habis.. dari tadi aku perhatikan, sejak awal kereta berangkat, kau terus membaca buku tanpa henti hingga pertengahan perjalanan”
“Oh ya,,,? Mengapa kau menyimpulkan begitu ?” aku menutup buku sambil mengarahkan tubuhku menghadap menyamping ke arahnya.
“Seorang penulis pasti suka membaca”. Pinter juga nih laki-laki merangsangku untuk ngobrol
Akhirnya, kami pun terlibat pada sebuah obrolan yang menyenangkan. Laki-laki itu memang tidak cakep tapi juga tidak jelek. Warna kulitnya tidak putih dan juga tidak hitam. Namun struktur wajahnya sangat teratur. Semuanya porposional. Sesuai dengan porsinya. Matanya. Hidungnya. Bibirnya dan semuanya sangat pas. Apalagi bentuk punggungnya. Sangat tegak dan tegas. Entah mengapa aku selalu menilai laki-laki dari bentuk punggungnya. Karena bagiku, punggung laki-laki merepresentasikan karakternya. Dan ternyata laki-laki itu sangat cerdas. Ia mampu membuatku tertawa, kritis, dan tidak mengantuk.
_____________________________
Ketika tiba di Stasiun Jogja. 01.45

“Kau pulang kemana ?” tanya laki-laki itu sebelum sampai di stasiun
“Kebetulan aku ke jogja hanya ingin menemui temanku. Tapi sepertinya aku keliling jogja dulu dah hingga pagi, karena tak ingin mengganggu tidurnya”
“Kalo begitu, biar aku temani kamu keliling Jogja”
“Boleh…. Jika kau tak keberatan dan tak merepotkanmu”
____________________________________
Di Alun-alun kota Jogja 02.15

“Mengapa kau suka Jogja ?” laki-laki itu memulai obrolan dan kami pun berjalan melewati malam
“Karena aku pernah mencintai laki-laki yang mencintai Jogja?”
“Oh ya ?”
“Hmm.. aneh ya ?”
“Tidak..hanya menarik”

Kami terus ngobrol dan berjalan mengitari alun-alun kota Jogja. Sembari mampir di market alfaMart dan duduk di depannya sambil memegang botol bir dan rokok yang terjepit diantara jari-jari tangan.

“Sama dong ! aku juga suka laut dan hujan”
“Oh ya ? bagaimana kalau kita ke pantai sekarang?”, ajakku
“Boleh….aku telpon temanku dulu ya, biar bisa minjem motor dan kita ke pantai”
Setelah temannya datang dan meminjamkan motornya, kami segera ke pantai…
______________________________
Di Pantai Parangtritis 03.25

“Kau sudah punya kekasih ?” tanya laki-laki itu sambil memainkan pasir di kakinya
“Tidak”
“Jangan-jangan kau lesbi?”
“Haaa…..”
“Kok ketawa?”
“Kau selalu membuat kesimpulan yang aneh”

Obrolan kami mulai menyinggung masalah privasi. Dia menceritakan kisah cintanya dan begitu juga aku. Kami tertawa tertahan karena tak ingin mengganggu pasangan muda-mudi yang berada di sekitar kami. lalu kami memutuskan untuk pergi ke motel di dekat pantai.
_____________________
Di Motel 04.15

“Yuk..!!”, ajak laki-laki itu sambil menghampiriku yang duduk menunggunya mengurusi prosedur menginap di motel. Aku mengangguk dan mengikuti langkahnya.
“Kamar berapa kita ?” tanyaku. Dan laki-laki itu hanya menunjukkan gantungan kunci kamar yang tertulis nomer 2.23

Kami masih ngobrol di sofa kamar. Saling tertawa. Saling mengejek. Dan saling menyombongkan diri. 2 botol bir sudah kosong dan asap rokok sudah sedikit mengepul. Ia mendekatiku dan menatap wajahku begitu dekat. Aku hanya tersenyum sambil membalas tatapannya. lalu kami berciuman dan bercinta
______________________________
Di pagi hari 08.37

Dering HP ku berbunyi. Aku terbangun dan menjawab panggilan itu

“Iya cin…?”
“Dimana ? sudah sampe Jogja kah ?”
“Iya.. 2 jam lagi, kau jemput aku di Alun-alun ya !”
“okay”

Ku tutup telpon dan segera menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku. Lalu dengan handuk putih milik motel, aku menuju cermin dan mencoba menata dandananku sambil mengenakan baju yang tergeletak di lantai. Laki-laki itu masih tertidur di bawah selimut. Ku kenakan sepatu yang berada di bawah sofa dan seketika itu, laki-laki itu menyapa

“Kau mau kemana ?”
“Ke Alun-alun”
“Ada apa ?”
“Bertemu temanku. “
“Hmmm……”
“Oke…. Aku pergi dulu.. makasih ya”, ku ambil tasku dan segera beranjak pergi
“Hey bentar ! setidaknya kau tinggalkan kartu nama atau nomer HPmu untukku!”
“Hem.. apa itu penting ? toh aku juga tak ingin tahu namamu… sudahlah! Anggap saja apa yang terjadi di antara kita adalah sebuah cerita…. Da..da.…..semoga kita bertemu lagi dengan rasa yang berbeda”. Aku pergi meninggalkannya dan segera menemui temanku dengan mengojek dari pantai parangtritis.

Setahun kemudian…

“Aku janji akan kenalkan kamu dengan penulis novel ini”
“Novel apaan tuh “
“Ceritanya bagus deh.. dan kau harus baca!”, aku mengambil novel dari tangan sahabatku dan membuka-buka nya.
“Sudahlah ! tar aja bacanya… tar lagi kita nyampe ke rumahnya”

Aku dan sahabatku turun dari mobil tepat di depan rumah yang megah berarsitektur eropa dengan taman yang indah dan luas. Aku mengikuti langkah sahabatku menuju tempat duduk yang berada di dekat kolam renang.

“Rumah orang kaya ya?”, tanyaku dengan penasaran
“Iya…pemilik salah satu orang yang berpengaruh di Jogja”
“oooo,…..”

Tiba-tiba laki-laki yang diceritakan oleh sahabatku sebagai penulis novel dan juga direktur di tempat kerjanya datang menghampiri kami.

“Hey.. maaf lama menuggu”, begitulah sapanya
“Ah ga kok mas….”, jawab sahabatku. “Kenalkan !, ini sahabatku dari Jakarta, ia juga penulis”. Aku menjabat tangan laki-laki itu dengan senyum yang tertahan….
“Novie…”, sapaku. Dan ia masih menatapku tajam seperti tak percaya.
“Aku mencarimu “, hanya kalimat itu yang keluar dari mulutnya sedangkan tangannya masih menjabat tanganku…
“Dan kau sudah menemukannya….taraaaaaaaaa”

Sahabatku seperti orang tersesat yang kebingunan melihat kami yang masih saling menatap dan saling menjabat tangan………

“Pinter juga lo nyamar?”, sapaku padanya
“Nyamar apa ?”
“Nyamar miskin”, kami tertawa
“Kau sudah membaca novelku ?”
“Belum, baru saja ku dapatkan dari dia. Emangnya kenapa ?”, sambil melirik pada sahabatku
“Aku mencarimu dengan novel itu. sekiranya dengan menceritakan sosok dan cerita tentangmu, aku bisa menemukan dirimu. Perempuan yang pintar menyamar. Menyamar miskin”.

Kami tertawa tak tertahan, sedangkan sahabatku masih kebingungan. ia membuka kembali novelnya dan mencari-cari.

Gunuk, 1 April 2011. 00.36