Sabtu, 22 Mei 2010

Lelaki Tua itu

Jakarta, 23 Mei 2010. 12.00
Menyambut pagi di Jakarta, yang tak pernah sepi dan selalu cepat. Aku harus pergi demi sebuah urusan yang begitu penting. Ku seret kakiku melangkah untuk memulai aktifitas. Di pinggir jalan, aku membeli tape I kilo dan bandrek 2 porsi. Bukan untuk di makan, bukan pula untuk di berikan pada orang, apalagi untuk di simpan, namun aku hanya ingin menyapa pagi pada penjual tape dan bandrek , yang wajah keriputnya sudah menandakan usia yang tak muda lagi…..

Di pesimpangan jalan, kulihat sosok lelaki tua dengan badan bungkuk mendorong gerobak, yang ternyata isinya adalah abu gosok. Ku kejar lelaki itu dan menyapanya sambil memberikan bandrek 2 porsi dan sebagian tape dari tanganku.

Lelaki tua itu begitu gembira dan menghentikan langkahnya untuk menikmati apa yang kuberikan padanya. Lalu dia duduk di trotoar dan aku pun mengikuti jejaknya walau hanya sekedar berbincang. Kemudian aku tahu, bahwa lelaki tua berumur 98 tahun itu bernama, pak Nurali. Dia tinggal di daerah Bintaro bersama istri keduanya yang berumur 68 tahun, yang baru 3 tahun ia nikahi. Si istri hanya sebagai guru ngaji.
Ketika kutanya, apa yang membuatnya semangat untuk bekerja, sedangkan ia sudah tua dengan jalan berbungkuk. Pak Nurali hanya menjawab, “Karena aku masih punya kewajiban, aku masih punya istri dan 7 anak”.

“ Loh, anaknya dimana aja, pak ?”, tanyaku sambil mengernyitkan dahi

“ Di kampung ada dua, di sekitar sini ada dua juga “ pak Nurali sambil menunjuk arah di belakangnya.

“ Udah pada nikah, pak “

“ Ya iyalah, neng. Bahkan sudah punya rumah sendiri”

“ lalu kenapa bapak masih saja bekerja, toh istrinya kan juga menghasilkan duit. Atau bapak kan bisa minta duit ke anak-anaknya. Badan kan sudah tua, mending kalo tetap mau kerja, ya di rumah saja, gak usah jalan ”.

Dengan santai sambil merokok, pak Nurali menjawab, “ kalo hanya di rumah, saya gak bisa menghasilkan duit banyak. Dan jika harus meminta duit sama anak, bapak malu, neng. Mereka kan juga punya keluarga, sekarang biaya sekolah saja, mahal banget. Ya minimal duit hasil kerja ya buat bapak saja, buat beli rokok dan makan. Lagipula kalau sambil jalan, bapak gak bakal ketemu si neng”.

“ halah, bapak bisa aja. Tapi bapak gak capek kan ?”

“ ya capek lah neng, tapi pekerjaan seberat apapun kalo dijalani dengan senang dan memang keinginan sendiri, bisa menjadi ringan”.

“trus, sampe kapan, bapak terus begini, gak mau istirahat toh….? 2 tahun lagi, bapak wes 100 tahun lo..”

“ yaelah sih eneng, gak ada hubungannya pekerjaan dengan umur. Semua yang menentukan hidup adalah Allah. Buktinya, bapak masih sehat padahal sudah cukup lama berjualan kayak gini. Sekarang masanya sudah beda, neng. Zaman dulu, orang-orang berumur kayak bapak, masih saja sehat. Nah sekarang, sudah umur 60 thn sudah mati…..”

“ Menurut bapak, itu semua karena apa ?”

“ karena moral dan akhlak. Maaf aja neng, dulu tuh, mau ngeliat paha aja, harus ngintip orang mandi dulu. Nah kalo sekarang, hihihi ……..paha wanita berjejer dimana-mana. Bapak malu, neng. Dulu tuh, laki-laki umur 20 tahunan belum kenal cewek, apalagi pacaran, nah sekarang..? coba neng perhatikan….! Anak SD pun sekarang bisa pacaran. Bahkan ada yang hamil duluan. Nikah saja, bapak dulu gak tau sama tuh perempuan, pokoknya di suruh nikah aja sama orangtua, yaa bapak mau aja… nah kalo sekrang, kalo gak pacaran ya gak keren…..”.

Bapak tua yang sudah tidak punya gigi itu terus saja bercerita sambil menghabiskan
rokoknya. Aku hanya tersenyum mendengar cerita dan keluh kesahnya. Hmm ,….. kira-kira apa yang bisa kita petik hikmahnya dari cerita ini…..???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar