Kamis, 29 Juli 2010

Surprise ….!

Masih segar di ingatanku ketika buya menyuruh mas Uus, kakak iparku untuk bicara empat mata denganku mengenai sekolah. Aku yang baru saja gagal masuk tes di UI, dituntut untuk mengikuti tes masuk di UIN Jakarta. Tentu saja aku menolak, bukan karena UIN tak bagus dan tak menarik, namun karena aku memang sudah punya rencana untuk meneruskan kuliah di UI atau UGM. Dan disitulah awal dari selisih paham antara aku dan buya, karena aku ngotot untuk memilih jurusan yang kuminati, yaitu sosiologi

Gelar sarjanaku yang kudapatkan dari jurusan Tafsir Hadis di UIN Jakarta, menjadi pertimbangan Buya terhadap kegagalanku di UI, karena tidak linier dengan jurusan yang kupilih yaitu jurusan sosiologi. Namun bagiku itu bukan alasan yang sangat signifikan. Aku yakin alasanku gagal, bukan karena jurusan sarjanaku. Itu semua tidak ada hubungannya. Mungkin aku hanya kurang bersungguh-sungguh menghadapi dan mengikuti tes masuk. Untuk itulah aku mencoba mengikuti lagi, tes masuk di UI dengan jurusan yang sama, yaitu Sosiologi.

Lagi-lagi aku gagal di tes masuk UI tahun ajaran 2010-2011 gelombang pertama. Namun aku tak sanggup dan tak kuasa untuk memberitahukan kabar kegagalanku yang kedua. Akhirnya aku berbohong pada keluargaku, bahwa, pengumuman kelulusan masih dikeluarkan pada tgl 25 Juli, yaitu tepat dengan waktu pengumuman kelulusan gelombang ke-dua.

Untuk menyiasati, aku berencana untuk mendaftarkan diri ke UGM dengan jurusan yang sama, yaitu sosiologi, sebagai bentuk alternative. Namun tanpa sepengetahuan keluarga, aku ikut lagi tes masuk UI jurusan sosiologi dengan biaya dari honor yang baru ku dapatkan setelah mentas di Jogja.

Terpaksa aku berbohong dengan menolak ajakan keluarga untuk umroh bersama. Karena ketika itu bertepatan dengan jadwal ujian di UI. Ku katakan bahwa aku harus mengikuti 2 kali ujian di UGM, yaitu tgl 23 Juni di Surabaya dan tgl 4 di Jakarta. Sempat keluarga bertanya-tanya, “ujian UGM kok di Jakarta ? bukannya di jogja?”, tapi dengan kelihaian ku berbohong, akhirnya ku katakan pada mereka, “ emang UGM hanya di Jogja, di Jakarta juga ada, berhubung aku daftarnya paling akhir, jadi aku dapat jadwal dan lokasi ujian di Jakarta”. Yaa.. akhirnya aku punya alasan juga untuk kembali ke Jakarta, selain untuk mengikuti ujian di UI, juga bisa mengikuti latihan teater untuk pementasan di Surabaya tanggal 9 Agustus nanti.

Pada tanggal 25 Juli, yang betepatan dengan hari Minggu kemaren, yaitu tanggal dimana pengumuman kelulusan UI dan UGM di keluarkan. Dengan harap-harap cemas, ku buka website UGM dan UI. Dan ternyata Alhamdulillah, dua-duanya aku lulus. Meski keluargaku berharap aku bisa memilih UGM, dengan alasan, lebih dekat dengana Madura, juga karena Jogja lebih membuatku bisa konsentrasi belajar dan tidak sibuk memikirkan bagaimana aku bisa punya duit banyak, punya rumah dan punya mobil seperti ketika aku di Jakarta. Hee… memang benar, Jakarta menuntutku untuk bekerja bukan untuk belajar.

Bukan karena aku tak suka Jogja. Bukan pula karena aku ingin menjadi anak durhaka, yang tak mau mengikuti keinginan keluarga, namun saya lebih memilih UI, selain karena saran dari beberapa guruku, juga karena UI telah mengajarkanku tentang makna kegagalan, kesuksesan, kenekatan , juga kekonsistenan terhadap apa yang menjadi cita dan mimpiku. Begitu juga, karena aku tak ingin meninggalkan Jakarta, itulah alasan yang sebenarnya. Bagiku, Jakarta adalah kota yang tak pernah mati. Kota yang selalu hidup, yang selalu memberiku warna.

Untung saja aku punya Buya dan Umma yang mudah menyerah. Ketika aku gagal tes masuk UI dan menolak untuk masuk UIN, mereka serempak dengan satu suara mengatakan padaku “ Ya sudah ! kamu mau kemana, mau jadi apa, terserah kamu!. Buya dan umma hanya bisa setuja saja. Yang penting kamu sekolah ! “. Heemmmm….
------------------------

Untuk Buya dan Umma :::
“ Makasih Yah. Makasih Mah. Apapun pilihanku, aku pasti dan siap dengan segala resiko. Buya dan Umma tidak pernah mengajariku untuk diam, tapi selalu kuingat dimana Buya dan Umma mengajariku tentang bagaimana kita memiliki rasa tanggung jawab yang besar. Dulu buya pernah berkata padaku ‘ aku akan bangga pada tanggung jawab dari sebuah kesalahan, daripada kebaikan yang kau terima dengan lapang dada’. “

Ciputat, 26 Juli 2010. 10.00, habis bangun tidur… setelah dapat sms dari Buya..

Karena Wanita ketiga lelaki itu…..

Antara waktu pagi dan siang

Kupikir aku bisa istirahat setelah semalam aku harus menyelesaikan deadline yang mengejar waktu. Namun aku tak kuasa untuk tidak membukakan pintu yang di ketok setelah kulihat jarum jam masih di angka 8. Memang mataku belum juga memberiku signal ke-ngantukkan, namun siapa gerangan pagi-pagi sudah bertamu?.

Kubuka pintu dan seorang pria yang tak asing lagi bagiku berdiri kaku dengan mata yang lelah. Pria yang ku panggil kakak, sudah 10 tahun menjadi sahabatku bahkan mungkin keluargaku. Ia meminta izin untuk masuk dan aku pun meng-iyakan. Ia pun langsung saja berbaring di atas sofa dengan diam. Dan aku pun mengambilkan segelas air putih untuknya. Lalu aku duduk di kursi yang lain. Perlahan dengan suara berat, ia mulai bicara meski tetap memalingkan wajahnya padaku.

“ Nov, aku sudah tak perjaka!. Aahh…., aku menyesal! Kenapa aku tak bisa menahan dan mengontrol nafsuku. Wanita itu ternyata sangat agresif. Ia tak memberiku pilihan. Aahhh… bodohnya aku ! “ lelaki itu mengusap wajahnya dengan kesal beberapa kali dan menggaruk-garuk kepala yang tak gatal dan aku hanya diam memperhatikan tingkanya. Kemudian ia bangkit dan duduk menghadapku dengan rasa bersalah dan marah pada dirinya sendiri.

“ Nov, apa ku salah ? atau, apa aku bodoh ? kenapa aku begitu mudah melakukan itu ?. ini memang pengalamanku yang pertama, tapi…. A…ku….. aku menyesal, Nov “ . Matanya masih nampak layu dan kusut. Dan aku hanya bisa menjawab, “ Kak, yang penting dia tak hamil, dan kau tak usah khawatir”.
--------------------

Antara siang dan sore

Kudekati seorang pria yang sudah kuanggap sebagai ayah. Ia duduk termenung dengan tatapan kosong. Yang kutahu, ia sedang mengurus perceraian dengan istrinya. Sekarang ia dan ke-4 anak gadisnya hidup terpisah. Anak yang pertama sudah menikah, sedangkan ke-3 anaknya bersama neneknya di kampung. Dan yang kutahu juga, lelaki separuh baya ini, masih semraut mencari pekerjaan tetap di Jakarta, padahal sebentar lagi memasuki bulan Ramadhan dan Lebaran.

Kutepuk pundaknya dan kusapa dengan senyuman. Ia pun membalas dengan senyuman, namun raut wajah sedihnya mulai terpancar kembali. aku hanya duduk di sebelahnya dan merangkulnya. Tanpa sadar ia pun bercerita.

“ Nov, tadi istriku menemuiku. Ia sudah menggendong anak. Anak yang bukan darah dagingku. Sejak ia meninggalkanku dan anak-anak 10 bulan yang lalu dan pergi dengan si kuli bangunan itu, aku masih belum bisa memaafkannya. Namun aku kasihan padanya, ia menangis dan memohon padaku untuk bisa menerimanya kembali, karena si kuli bangunan itu telah hilang tanpa kabar. Aku harus bagaimana, Nov? ia sudah mengkhiati janji dan menodai kehormatan sebagai seorang istri dan ibu. Salahkah aku jika aku marah dan menolaknya ? tapi aku tak sanggup melihat anakku yang paling kecil menanyakan ibunya. Aku bingung, Nov.”

Aku hanya bisa diam dan mengusap pundaknya, “ yah, lakukan apapun yang ayah inginkan, tapi ayah harus jujur, karena kejujuran, tak akan membuat ayah merasa kerdil sebagai lelaki”. Lelaki itu mengangguk dan kembali tersenyum
------------------

Antara malam dan pagi

Setelah lelaki itu menumpahkan air maninya di perutku, ia terkulai lemas dan jatuh di sampingku, namun masih tetap memeluk tubuhku. Segera kuambil tisu di meja dan membersihkan air mani di badanku dan di badannya. Lalu ku bangkit dan mencoba membuatkan teh hangat.

Kusodorkan segelas teh hangat padanya. Ia bangkit dan meminumnya kemudian kembali telentang sambil memberi tanda padaku untuk kembali tidur di sampingnya. Aku hanya tersenyum dan meng-iyakan ajakanya. Ia kembali memelukku. Kami pun terdiam lama, dan aku tak kuasa untuk sekedar bersuara.

“boleh aku tanya sesuatu ?” ia berdehem dan hanya menjawab , “ besok saja, aku ingin tidur”. Lalu aku melepaskan pelukannya dan bangkit seraya berujar, “ dasar lelaki ! pasti setelah puas, selalu ingin tidur”. Ia tersenyum dan menarik lenganku dan berkata “okelah, apa yang ingin kau tanyakan?! “. Aku kembali tersenyum dan telungkup di sampingnya sambil bertanya “ Tak merasa bersalahkah kau pada istri dan kedua anakmu yang masih balita ?”. ia mengubah posisi tidurnya dengan telentang dan sedikit terdiam sambil menarik nafas dalam-dalam.

“ Nov, jika nanti kau menikah, kau akan tahu, bahwa pernikahan itu bukan hanya sekedar persoalan bagaimana memuaskan nafsu seks saja. Tapi juga pemenuhan keinganan bathin. Kadang aku merasa istriku tak bisa diajak bicara atau hanya sekedar berdiskusi. Bukan, karena istriku bodoh atau karena ia hanya lulusan pesantren salaf. Ia adalah istri yang begitu setia melayani suami dan begitu sayang pada anak-anak. Namun ketika aku ingin berkeluh kesah mengenai persoalan hidup dan pekerjaanku, ia hanya bisa mengangguk dan kemudian tanpa aku sadar, ia sudah tertidur. Aku tak bisa bersikap. Memang benar, pernikahanku sudah diatur oleh keluaraga besarku sejak dulu dengannya. Namun jika aku harus menceraikannya, alasan apa yang dapat aku ajukan?, “.

Aku hanya mengangguk dan memiringkan tubuh membelakanginya sambil berkata, “ namun jika kau berusaha mendapatkan apa yang kau inginkan, berarti kau akan kehilangan apa yang kau miliki”.
-------------------------

Bukan hanya wanita yang memiliki kisah, lelaki pun juga punya cerita…..hanya karena wanita, ia nampak bodoh dan hanya karena wanita pula, ia menjadi gagah.

Klender, 24 Juli 2010, 07.30

Rabu, 21 Juli 2010

Tiga Wanita dan Aku

2 tahun yang lalu dengan bulan yang sama.

Wanita itu mengajakku untuk bertemu di sebuah mall di Jakarta Selatan. Sejak ku baca sms ajakannya, aku segera meluncur ke sana. Sepanjang perjalanan, aku terus berfikir, mengapa wanita itu ingin bertemu denganku dengan tergesa dan terdesak?.

Setibanya, aku langsung mencari wanita itu. ia terlihat menunduk di antara tangga halte bis, yang seakan menyembunyikan wajah cantiknya dia keramaian. Aku menyapa dengan menyentuh pundaknya. Ia kaget. Menatapku dan langsung memelukku sambil menangis. Aku masih terpaku dan segera menenangkannya. Ku biarkan dia menghabiskan tangisnya. Kemudian ia berkata padaku .

“ Nov, Aku hamil!”. Aku terkejut mendengarnya dan tak percaya pada apa yang baru saja ia katakan padaku. Aku hanya diam, dan ia mulai berkata lagi sambil sesegukan, “ tapi aku harus menggugurkanya, kau tau, ternyata perjuangkanku hanya sampai disini. Aku tak bisa lagi memaksa lelaki itu untuk bertanggung jawab. Dan aku pun tak tahan lagi mendengar makian keluarganya sebagai wanita murahan. Aku hanya punya kau, Nov. aku sudah tak tau harus bagaimana lagi”. Aku memeluknya erat dan mengusap-ngusap lengannya.

“Sabar lah, bak. Kisah ini belum berakhir”. Aku hanya bisa berkata itu.
---------------------------------------------------------------------------

1 tahun yang lalu dengan bulan yang sama

Tiba- tiba dering hp nada panggil mengagetkanku. Ku lihat di layar hp ku, tertulis nama sahabatku yang sudah lama tak bersua. Terdengar suara yang berat dan lelah di seberang sana. Ia ingin bertemu denganku. dan tanpa berfikir panjang, aku segera beranjak menuju tempat dimana ia ingin bertemu. Selama perjalanan aku terus berfikir, dan bertanya pada diri sendiri. Mengapa ia menangis dan sekarang ada di Jakarta ? apa yang ia lakukan ? mengapa ia tak mengabarkanku terlebih dahulu jika ia ingin ke Jakarta ?. ahh kutepiskan semua pertanyaan yang tak perlu menjadi beban pikiranku.

Kuparkirkan motor dan mencoba mencari sosok sahabat lamaku di antara kerumunan orang yang sibuk makan di salah satu tempat makan favorite dekat kampus. Mataku tertegun pada sosok yang kurindukan. Wajahnya yang tertunduk dan layu, membuatku tak kuasa untuk mengagetkannya. Maka aku hanya sekedar menyapa dan duduk di depannya.

Tak ada senyum atau tawa bahagia menyambutku. Ia masih terdiam bisu dan memandangku tajam. Kemudian isak tangis terdengar pelan. Ia tertunduk lemas, dan aku hanya bisa memegang tangannya.

“ Nov, aku benci pada diriku! Kenapa aku terlahir sebagai wanita. Yang begitu bodoh mencintai lelaki yang ternyata hanya menjadikan aku sebagai objek nafsunya saja. Ku akui, aku memang mencintainya, maka kubiarkan saja ketika dia memeluk tubuhku dan melumat bibirku. Karena aku juga menginginkannya. Tapi aku benci ! benci pada diriku ! mengapa aku masih mengharapkan cintanya, setelah ia pergi dan menghilang tanpa jejak. Dan yang lebih membuatku muak dengan diriku, mengapa aku masih mencari dan menunggunya. Aku benci, Nov. ! aku benci! Bangunkan aku dari mimpi buruk ini ! please!. Dia sudah hilang. Dan ingin rasanya ku bakar semua jejaknya di tubuhku ini!”.

Dia mencabik-cabik tubuhnya dan aku langsung memeluknya sambil berbisik di telinganya “ Tenanglah, kawan. Aku disini. Kau tak kan sendiri”. Hanya itu yang bisa kukatakan padanya.
-----------------------------------------

Tahun ini di bulan yang sama

Baru saja kurebahkan tubuh lelahku, diatas karpet kasar berwarna merah. Kulihat jam dinding berwarna hitam putih mengabarkan bahwa aku sekarang berada di antara kemaren dan esok. Namun tiba-tiba suara pintu yang diketok, mengernyitkan keningku sambil bergumam dalam hati “siapa jam segini datang ke rumahku?”. Dengan malas ku hampiri pintu dan membukanya.

Ups..! hampir saja jantungku mau copot. Wanita yang sudah berstatus sebagai sahabatku 1 minggu yang lalu, langsung memelukku dan tersenyum bahagia. Nampak jelas rona wajah dan bibirnya yang mengembang. Tanpa kupersilahkan ia langsung masuk ke dalam rumahku. Aku masih tak mengerti dan kembali menutup pintu kemudian mengikuti langkahnya. Kulihat dia sedang asyik berada di depan cermin sambil tersenyum-senyum sendiri. Aku masih bingung dengan sikap anehnya, lalu ku hampiri kursi dan duduk sambil tetap menatapnya penuh tanya.

Ia tersenyum genit dan memberitahukan padaku tentang bekas warna merah di leher dan di dadanya. Tampak jelas ia bahagia dan bersemangat, “Nov, kau tahu ? dia menciumku dan kami pun tidur bareng. Oh Nov, rasanya indaaaah. Indah sekali. Apalagi saat dia mencium bibirku. Hem…. Rasaanya seperti surga. Hufh.! Memang sih, awalnya dia menolak, tapi ku goda aja dia terus. Ya.. dia baru tau, kalo aku sangat agresif, heeee….. “

Dia menghela nafas dan mulai terdiam sejenak, “ …..tapi aku sudah buat keputusan. Mungkin ini adalah pertemuan terakhir kami. Aku tak bisa bersamanya lagi. Aku sudah putus, Nov. semoga dia bisa menemukan wanita yang lebih baik dariku”.
Aku hanya bisa diam tanpa kata dan terus menatapnya…..!
------------------------

Pagi ini, setelah malam.

Aku masih disini dan terus berfikir. Memang benar, wanita itu sulit di mengerti. Kadang ia bahagia, lalu tiba-tiba ia menangis. Kadang ia tertawa, lalu tiba-tiba ia cemberut. Kadang ia tersenyum, lalu tiba-tiba ia berlalu. Di satu sisi, aku begitu bangga menjadi wanita, namun di sisi yang lain, aku harus berkata, karena itulah, aku tak mencintai wanita. Hem…

Namun pertanyaan yang kemudian muncul, mengapa ketiga wanita itu harus bercerita padaku. Apakah karena aku pernah hamil dan menggugurkannya ?. Apakah karena aku pernah merasakan sakit dan tersiksa karena ditinggal oleh seorang lelaki yang begitu aku cintai ?. Apakah aku juga pernah merasakan kebahagiaan yang tak terbatas, karena aku berhasil membuat lelaki menciumku dan kemudian aku tendang ?.

Bukan ! bukan itu ! ketiga wanita itu hanya kiriman Tuhan sebagai jawaban dari pertanyaan yang selalu aku ajukan padanya. Ya..! ketiga wanita itu adalah diriku!

Ciputat, 22 Juli 2010,05.27

Selasa, 20 Juli 2010

Sendiri ? siapa yang salah ?

Deras hujan telah berlalu, hanya tinggal rintik air yang tak sanggup menyapa tubuh. Aku tetap berjalan menerobos macetnya daerah Condet, Jakarta Timur yang padat merayap. Suara adzan isya’ masih terdengar sayup di keramaian kota. Setan dan malaikat terus berdebat mengusik pikiranku. Apakah aku harus latian malam ini ?, apakah aku harus ke bulungan ?, aahhh tubuhku memang tak lelah, namun mengapa aku merindukan kamarku. Merindukan kesunyian. Merindukan kegelapan. Merindukan suara kecoa yang menetap di dapurku.

Jalanan masih basah, dan aku ingin menutup telingaku karena suara debat 2 makhluk imajinasiku yang tak kunjung usai. Kubelokkan motor shogun yang kumiliki 7 tahun yang lalu menuju tempat latihan. Namun aku hanya mengintip dan tersenyum pada sahabat yang kurindukan sambil bergumam dalam hati, “ hey, maaf aku telat. Aku kehujanan. Hari ini aku tak ingin latihan. Aku ingin istirahat. Baik-baik lah kalian disana”. Mereka hanya tersenyum, dan mengangguk seakan paham apa yang ada di benakku. Aku pun berlalu mengambil motor dan pulang ke rumah.

Kuletakkan semua begundal diatas meja ruang depan. Lalu kudekati makhluk bersegi empat 17 inc yang berada di ruang tengah. Kunyalakan dan kurebahkan tubuhku di atas karpet kasar. Sedikit ku atur nafasku perlahan. Dan ku mulai menyeleksi kaset DVD, film mana yang ku tonton malam ini.

2 jam berlalu. 4 jam berlalu. 6 jam berlalu… tak terasa 3 film sudah ku lahap. Dan kulihat jarum jam kecil di dinding sudah santai nongkrong di angka 4. Ohh ternyata sudah pagi. Ku putuskan untuk mematikan TV dan membiarkan kamarku gelap. Tanpa suara. Tanpa bunyi. Kurebahkan tubuhku dan ku biarkan bantal berada tepat di punggungku, hingga kepalaku jatuh dan mendongak ke atas. Namun mataku masih saja tak bisa terpejam. Nafasku masih menderu. Hingga akhirnya tangisku pecah dan berteriak pada Tuhan

“ Oh Tuhan….! Siapa yang harus aku salahkan?. Apakah karena orangtuaku terlalu percaya padaku, hingga semuanya, aku putuskan sendiri. Termasuk hidupku. Aku mau kemana. Aku mau jadi apa. Semua aku yang putuskan. Mereka bukan tidak peduli. Bukan pula tak sayang. Mereka hanya begitu percaya padaku, bahwa aku mampu mengatasi semua persoalan hidup ini. Ya…ku akui, aku memang meninginginkan itu. siapa sih yang tak senang jika dipercayai. Apalagi di percayai oleh orangtuanya. Tapi apakah aku salah jika aku ingin menangis….. “.

“Oh Tuhan…..! Apakah aku juga akan menyalahkan filsafat. Ilmu yang mengenalkanku pada teori pragmatisme komunal. Yang tidak pernah mengizinkan aku untuk merepotkan orang lain hanya dengan sekedar berbagi keluh kesah. Yang melarangku untuk menceritakan gejolak emosiku, hanya khawatir, hal itu justru akan membuat masalah baru bagi orang lain. Aku benci dengan keterjebakan ini pada paham, yang dengan sadar aku memilihnya. Yang membuatku tak kuasa untuk menyapa orang dengan sekedar ber-sms atau menelpon. Aku benci harus menahan sesak yang tak berkesudahan dengan kesendirian. Lalu apakah aku salah jika aku ingin menangis….?”

“ Oh Tuhan….! Apakah pantas aku menyalahkan keadaan ini ?. yang membuatku ingin selalu sendiri. Di kamar yang menyimpan misteri kesendirian. Kondisi yang menciptakan pola pikir untuk beranjak dari keramaian. Kondisi yang membuat jurus kabur sebagai jurus terampuh untuk menghindar dari kebisingan. Kondisi yang memaksaku untuk lari dari konflik hidup. kondisi yang menarikku untuk menghindar hedonism dan pragmatism hidup. kondisi yang lelah…. Kondisi yang letih,…. Yang membuatu rindu akan kesendirian. Aarrgghh… apakah masih salah jika aku ingin menangis ..?”

“Oh Tuhan ….! Mereka tak salah. Semua tak ada yang bersalah. Bahkan buku-buku yang berjajar rapi di rak ruang depan. Juga koleksian kaset DVD yang tersusun rapi di box….”

Aku terdiam sejenak.. dan bangit dari telentangku. ku ambil posisi pojok kamarku dan duduk dengan memegang lutut kaki yang menekuk. Aku mengangguk perlahan sebagai tanda paham dan mendapatkan jawaban. Perlahan aku berkata dengan kuat tanpa teriak

“ya… aku paham Tuhan….. benar-benar mengerti.. ini semua adalah salahmu. Mengapa kau ciptakan aku sebagai manusia yang suka menyerah sebelum berperang?. Mengapa kau ciptakan aku sebagai manusia yang mengalah sebelum mencoba?. Mengapa kau ciptakan aku sebagai manusia yang tak memiliki ambisi dan mimpi?. Mengapa kau ciptakan aku sebagai manusia yang hanya bisa mengangguk dan tersenyum?. Mengapa kau ciptakan aku sebagai manusia yang hanya bisa bersyukur dan berterima kasih?. Mengapa kau ciptakan aku sebagai manusia yang berani menghardikmu…?”

“ Oh Tuhan….. jangan biarkan aku sendiri. Sini! Mendekatlah ! aku kedinginan! Peluk aku Tuhan! Jangan biarkan aku sendiri ! jangan biarkan aku sendiri ! jangan biarkan aku sendiri! Jangan biarkan aku sendiri!”.

Dengan tetap menekuk lututku, aku masih menggerak-gerakkan badanku, kedepan dan ke belakang dengan lembut. Kedua tangaku masih setia memejam mataku sambil mengapus air mata yang tak mau berhenti. Mulutku tak mampu berhenti berzikir menyebut kalimat “jangan biarkan aku sendiri!”. Hingga kusandarkan badan dan kepalaku ke dinding dan berusaha jatuh dan rapuh. Aku masih diam membisu. Perlahan aku tersenyum dan bergumam “ Tuhaaaaannn… aku lelah…. Aku mengantuk…. Bolehkah aku tidur di pangkuanmu ? dan tolong, peluklah tubuhku! Aku kedinginan !”.

Edisi gila 19 Juli 2010 antara senen dan selasa. Kutulis pula di rabu yang pagi…….

Mencintaimu….

Cinta.Mencintaimu adalah suatu kesalahan terbesar. Ini bukanlah suatu penyesalan ataupun pengakuan. Karena Jika memang benar, mencintaimu salah, maka aku tak ingin benar. Begitu cepat waktu berlalu. Tak mengikis cintaku sedikitpun. Cinta itu terus ada dan selalu bergejolak. Ia seperti gasing yang terus mengaduk-ngaduk di kepalaku dan memantul-mantul di dadaku. Rasanya ingin ku goncangkan saja tubuh ini agar bisa mengikuti iramanya.

Cinta. Aku diam bukan berarti aku tak cinta. Setiap malam ku disibukkan dengan kedatanganmu di mimpiku. Setiap detik aku bercanda dengan bayanganmu di imajinasiku. Kau begitu setia bersamaku. Seakan-akan dirimu telah menyatu dalam diriku. Saat mataku terpejam, wajahmu berhasil melebarkan mulutku, tersenyum bahagia.

Mengapa berat tuk mengungkapkan cinta, padahal ia ada. Mengapa sulit mengatakan cinta, padahal ia terasa. Apakah perdebatan mengenai istilah dan konteks masih terus berkecambuk ?. hanya karena cinta bukan milik bahasa, hingga ia hanya bisa diresapi dan dihayati. Hanya karena cinta adalah milik rasa, hingga ia tak perlu diungkapkan ?.

Apakah aku punya kuasa untuk mengubah cinta, yang hanya milik rasa menjadi milik bahasa ?. Air mataku sudah bosan mengalir melewati kelopak mataku karena menahan rindu yang menyesakkan. Kesunyian kamarku telah menutup telinga, karena bosan mendengarkan teriakan namamu dari mulutku.

Cinta. Bunuhlah aku agar aku terbebas dari ketersiksaan ini!.

Ciputat, 17 Juli 2010.15.30

Untuk hati Yang Bukan Untukku Ya … ya… ya…. Aku tahu dan sudah paham.. Mengapa selama ini, kau menjauh dariku. Menghilang tanpa cerita dengan tidak la

Ya … ya… ya…. Aku tahu dan sudah paham.. Mengapa selama ini, kau menjauh dariku. Menghilang tanpa cerita dengan tidak lagi menghubungiku. Tidak pernah membalas lagi sms ku. Tidak pernah menerima telponku, bahkan kau me-rijek-nya. Kau selalu menghindar dariku ketika kukatakan akan menemuimu. Ya….! aku sudah mafhum dengan semua sikapmu. Aku tahu. Semua ini karena aku terlalu cantik untukmu. Karena aku terlalu sempurna untukmu. Karena aku terlalu indah untukmu, dan karena aku terlalu baik untukmu.

Aku tahu, kau pasti tidak percaya diri jika bersamaku bahkan ketika kita jalan bareng. Kau takut dibicarakan orang-orang jika kita sedang kencan. Kau tak memiliki keberanian dan kekuatan untuk mengelak dari pandangan semua orang ketika melihat kita sedang berdua. Kau tak bisa mengatasi gejolak dan tekanan jiwamu, ketika kau jadi milikku. Ya….! Aku tahu semua itu, kau malu jika kau bersanding dengan wanita sesempurna dan seindah sepertiku.

Sudahlah ! memang begini resiko jadi orang cantik. aku tak ingin memaksamu lagi untuk menerimaku sebagai kekasihmu. Sebagai rasa cintaku yang tulus padamu, aku tak ingin membuatmu lebih tersiksa dan menderita seperti ini. Pergilah ! dengan wanita pilihanmu !

Dan Ingat satu hal ! jangan pernah mengila-gilakan diriku lagi dengan rindumu. Walaupun aku memang pantas untuk di rindui. Tapi aku tak sekejam yang kau kira, jika suatu saat nanti, wanita pilihanmu mencampakkan dirimu, segeralah kembali padaku ! segera ! dengan cepat !.

#semoga bisa tersenyum#

Jumat, 02 Juli 2010

Kenapa butuh waktu 25 tahun tuk mengenalnya ( Untuk Buya)

Ketika itu hari Minggu, satu hari sebelum aku balik ke Jakarta. Habis solat Magrib, buya mengajakku ikut hadir di acara imtihanan alias wisudaan di desa Tanjung Saronggi Sumenep, untuk menemaninya. Aku segera bergegas ganti baju dan berdandan. Tiba-tiba buya memberiku kunci mobil sambil berkata “ nih, kamu yang nyetir !”. aku masih tidak percaya, sejak SIM A-ku keluar, buya tak pernah kusupiri. Dengan tanda tanya aku menyimpan bahagia.

Buya yang kukenal adalah sosok ayah yang memiliki kelemahan berbicara secara pribadi dengan anak-anaknya, namun selama perjalanan menuju desa Tanjung Saronggi selama 45 menit, terjadilah percakapan, yang dimulai dengan candaan . dalam hati aku bergumam “ pinter juga nih buya, nyari celah buat ngobrol berdua, jangan-jangan ngajak aku , karena ini ?”

Buya : “ Apa rencanamu ke depan, Nov ?”

Aku : “ hmm sambil menunggu pengumuman S2, aku ingin nyari kerja, yah, tapi tidak yang permanen, ya semacam event, sambil nyari pengalaman.”

Buya : “ lakukanlah apa yang kau suka! Lakukanlah apa yang kau maui!. Buya percaya sama kamu, yang penting, kau tau, mana yang harus diprioritaskan !”

Aku : “ hmm, buya gak usah khawatir…. Aku sudah punya rencana. dan Maaf kan aku buya, kemaren sempat buat buya kecewa. Semua memang salahku, aku tidak sempat memberi tahu rencanaku setelah lulus, bahwa selama setahun, aku ingin melakukan
hal-hal yang gila dan aneh……namun kali ini, aku benar-benar ingin serius lagi…..!”

Percakapan terus terjadi, dari hal yang bersifat cerita lucu tentang Umma yang lagi stress mikirin noda hitam di wajahnya, hanya karena akibat dari gejala wanita yang hampir menopause, yang takut kehilangan suami, juga cerita persaingan orang kantor merebutkan kursi buya, yang tahun depan beliau sudah pensiun, sampe tentang pengalaman buya ketika kuliah dulu, yang tidak pernah diberi duit oleh orangtuanya, kecuali beliau harus bekerja sebagai guru ngaji……

Kami terus bercengkrama dan bercanda. Dan jika aku ditanya, kapan aku terakhir merasa bahagia, maka akan kujawab, ketika aku bersama buya dalam perjalanan ke desa Tanjung Saronggi. Sempat kenangan masa lalu berputar-putar di kepalaku, dimana ketika aku harus berkata “ Di rumah ini sudah tidak ada demokrasi !” pada buya sebelum aku pergi meninggalkan rumah 8 tahun yang lalu, namun aku kembali 2 tahun kemudian dan bersujud meminta maaf pada buya. Lalu teringat ketika awal tahun 2010, ketika aku harus menolak keinginan buya untuk melanjutkan kuliah namun, hari ini, kuumumkan pada semua orang, bahwa aku mencintai buya…..

Setelah sampai di pertigaan desa Saronggi, kami bertemu dengan rombongan dari Sumenep, yang kebetulan bawahan buya. Lalu kami berangkat bareng dengan dua mobil menuju desa Tanjung di Saronggi. Setelah sampai di tempat, saya memarkirkan mobil dan keluar menuju tempat acara bersama-sama…..

Wah ! aku tidak pernah menyangka jika kami disambut dengan meriah ! kami disambut dengan pertunjukkan drumb band para siswa-siswi Mts Tanjung. Lalu kami di kalungi bunga, kemudian kembang api mulai bertebaran di langit. Masih terpana dengan semua itu, kami di giring beberapa gadis cantik dengan tarian daerah Madura menuju tempat duduk paling depan yang sudah disediakan oleh panitia. Setelah duduk, mataku silau dengan cahaya camera, sampai-sampai banyak para ibu-ibu yang meminta anaknyayang masih TK dengan kostum daerah untuk foto bareng dengan buya… waduh ! ternyata buya adalah sainganku,… !

Lalu kami disajikan dengan penampilan-penampilan dari siswa-siawi RA, MIN dan MTS. Hingga sampai pada waktu acara inti yaitu acara wisuda. Buya di persilahkan untuk maju ke atas panggung untuk menyilangkan tali toga para wisudawan-wati. Selang 47 menit, buya turun panggung setelah foto bersama dengan para wisudawan.

Tiba giliran buya untuk berpidato, setelah ketua panitia dan kepala sekolah memberi sambutannya. Ketika buya beranjak berdiri, semua orang yang duduk di bagian depan, juga ikut berdiri, namun aku tetap duduk, karena masih termenung dan terpana.
Dengan bahasa yang lugas, tegas dan tepat, buya berpidato selayak bung karno, setiap 10 detik, suara riuh tepuk tangan para undangan begitu menggema, hingga tanpa sadar, aku pun mengikutinya. Dan diakhir pidatonya, semua undangan bertepuk tangan sambil berdiri. Aku hanya celengak-selenguk ke kanan dan ke kiri, lalu ikut berdiri. Ku lihat ibu muda yang berdiri di belakang samping kanan ku, menangis sambil tersenyum, begitu juga dengan bapak tua yang berada di samping kananku dengan jarak 2 orang mengusap air mata bahagianya,karena namanya selalu tersebut dalam pidatonya buya..
Buya kemudian turun dari panggung dan semua orang berebutan bersalaman dengannya. Untung panitia segera bertindak. Setelah duduk dan minum air yang ada di atas meja, buya memberi isyarat pada bawahannya untuk pulang, karena jarum pendek di jam tangan, sudah nongkrong di angka 11.

Kami pun beranjak pulang, namun masyarakat tetap berebutan untuk bisa bersalaman dengan buya, hingga aku dan rombongan yang lain harus di kawal menuju mobil, namun buya tetap tersenyum dan melambaikan tangan pada masyarakat. Panitia segera memintaku untuk membuka bagasi mobil, untuk meletakkan bingkisan untuk buya. Ku buka pintu tengah, dan menyuruhnya untuk meletakkannya di situ saja. Wah ternyata semua hasil bumi desa Tanjung memenuhi mobilku !.

Ku jemput buya di pintu masuk yang terlihat masih bercengkrama dengan panitia dan pemilik sekolah. Kemudian buya berpamitan dan masuk mobil tepat di sampingku. Lalu kami pun balik pulang ke rumah di Pamekasan, setelah berpisah dengan rombongan yang dari Sumenep di pertigaan Saronggi.

Tiba-tiba hujan turun deras dan sepertinya buya mengantuk. Namun sebelum beliau memejamkan mata, sempat terdengar suara yang pelan “ pelan-pelan aja, gak usah ngebut !”. kuikuti saran buya sambil melirik dan tersenyum ke arah sosok ayah di sampingku. Pikiranku mulai gatal dan mengamuk. Rasanya aku ingin sekali memeluk buya, namun tak kuasa. Lalu aku berteriak dalam hati pada Tuhan

“ Tuhan, mengapa butuh waktu 25 tahun untuk menyadarkanku, bahwa aku adalah seorang putri dari ayah yang hebat. Ayah yang pernah menyuruhku menghitung jumlah tiang listrik di jalanan saat aku mulai mengantuk, ketika aku duduk di bagian depan, diatas motor cowok zaman dulu, saat bepergian keluar kota, yang waktu itu aku masih berumur 4 tahun. Ayah yang selalu mengunci dan melarangku keluar dari kamar saat ujian akhir sekolah dasar. Ayah yang mengetikkan teks pidato saat aku ikut lomba MTQ di Mojokerto saat aku berumur 10 tahun. Ayah yang selalu percaya padaku, ketika aku berada di tempat yang asing. Ayah yang memanggil namaku ketika acara wisuda sarjana telah usai dan mencium keningku di depan banyak orang di atas panggung. Ayah yang hingga saat ini merasa nyaman ketika kupeluk di saat tidur. Ayah yang tidak pernah memberitahukan kondisiku pada umma, ketika aku kecelakaan dan berada di rumah sakit di Jakarta 3 tahun yang lalu, karena beliau tahu, dampak yang terjadi apabila umma tahu. Ayah yang pernah cemburu ketika aku lebih memilih teman daripadanya, saat memilih untuk berlibur. Ayah yang tidak pernah mengatakan kata ‘tidak’ ketika aku meminta apapun padanya.”

“ Tuhan, kau tepat sekali memberiku seorang ayah. Bagian tubuhnya yang mengalir dalam tubuhku, menjelma sebuah kekuatan yang mewujud menjadi cinta yang tulus. Darinya aku belajar bagaimana untuk tidak mengatakan kata ‘tidak’ pada semua orang. Darinya aku meniru bagaimana beliau bersikap hingga di cintai banyak orang. Terima kasih Tuhan, Kau mengenalkan buya sebagai manusia seutuhnya. Karena selama ini yang kukenal hanya sebagai ayah yang penuh canda ketika bertemu dengan cucunya, dan suka mencandai umma dalam hal apapun. Terima kasih Tuhan, kau masih memberiku waktu untuk memeluknya, menciuminya, membahagiakannya, membanggakannya, dan membuatnya tersenyum… sekali lagi, terima kasih Tuhan, kisahku tidak seperti yang dialami oleh temanku, yang baru mengetahui sosok ayahnya sebagai manusia, ketika beliau meninggal, dengan melihat ribuan orang ingin mengantar jenazahnya…….”
_________________________
Buya ….
Terima kasih cinta dan ketidakromantisanmu, kau persembahkan untukku.
Terima kasih kejutan-kejutan yang kau berikan untukku
Terima kasih kepercayaan yang kau limpahkan untukku
Adakah lelaki sepertimu untukku ?


Puri Intan, ciputat, 30 Juni 23.30.

Lelaki bermata kelinci ……. (Edisi Merindu )

Malam yang dingin dimana hujan menyapa bumi. Ketika itu, sengaja aku memilih tidur di bagian depan rumahku, hanya karena ingin lebih dekat dengan hujan dan menikmati irama tetesannya. Berselimut tebal menghantar tidurku pada sebuah klimaks kenyenyakan.

Hujan telah usai dan berganti tugas dengan cahaya matahari untuk menghangatkan tubuh. Mataku silau dan mulai terganggu. Aku menggeliat dan meluruskan kedua tanganku ke atas. Sambil bergumam ‘Aarrgghh……!’, Namun ketika tanganku kesamping dan mengenai tubuh seseorang, aku dikejutkan dengan sosok lelaki di samping kiriku. Mataku terbelalak dan mulutku tak mau mengatup. Jantungku terus mengikuti bunyi jam dinding. Dan nafasku terasa berat. Aku jewer telingaku sendiri, untuk sekedar menyakinkan diriku, apakah ini mimpi atau nyata. ‘aaww’, dan ternyata ini bukan mimpi, tapi tak mungkin lelaki ini ada di sampingku dengan tiba-tiba. Ini juga bukan dunia dongeng.

Lelaki bermata kelinci itu masih memajamkan matanya. Nafasnya masih beraturan. Kedua tangannya berada di atas kepalanya, begitu tenang tidurnya. Ku miringkan tubuhku menghadap lelaki itu. Ku geser selimut yang menutupi tubuhnya ke atas hingga ke dada. Ku perhatikan setiap garis-garis di wajahnya. Dari keningnya, alisnya, matanya, hidungnya, mulutnya, hem… aku tak ingin berbohong, bahwa matanya, tetap menjadi pesona bagiku…..

Aku jadi teringat di mana ketika awal dia memelukku. Tanpa ia sadari, ku perhatikan wajahnya ketika ia tidur. Sayang sekali ketika itu tiada cahaya. Gelap, meski hanya dengan cahaya bulan yang tertutup awan, namun aku masih bisa membaca garis-garis wajahnya. Masih bisa merasakan nafasnya. Saat itu, aku hanya bisa tersenyum sendiri sambil melihat keatas dan berkata “ Tuhan….. aku baru mengerti, inilah yang disebut dengan keindahan dan kesempurnaan “.

15 menit yang tak pernah ku sia-sia kan dalam hidupku, untuk bisa memandangi wajah Tuhan yang menjelma adalam diri lelaki bermata kelinci ini. Ia masih tertidur. Tiba-tiba ia menggeliat dan menguap. Aku masih diam dan tersenyum. Lalu dia memiringkan tubuhnya ke arahku, dan membuka matanya perlahan, sambil berkata “ selamat pagi….!”. rasa terkejut dan bahagia bercampur membentuk seutas senyum yang indah di bibirku. Ia meletakkan salah satu tangannya di bawah kepala sebagai penyangga, dan tangannya yang lain, menggenggam tanganku. Kami pun saling tersenyum. Lalu dia berkata, “ Nyenyak kah tidur mu ?”. Dan aku hanya mengangguk.

Lalu dia bangkit dari tidurnya dan duduk sambil menekuk lutut dan menyandarkan punggungnya ke tembok sambil menghadap ke arahku…

Dia : “ Tak rindukah kau padaku ?”

Aku tersenyum sambil mengikuti langkahnya, yaitu bangkit dari tidurku, kemudian duduk bersila dan menyandarkan punggungku di kaki meja yang berada di sampingku. Kami pun saling berhadapan dengan jarak 1 meter.

Aku : “ ya, aku begitu merindukanmu dengan sangat “.

Dia : “ Kenapa tak menghubungiku?, Atau… kau kan bisa menemuiku ?”

Aku : “ hem..(sambil menghela nafas panjang) itulah kelemahanku, yang paling ku
benci.”

Dia : “ masihkah ada cinta untukku ?”

Aku : “ mengapa kau tanyakan itu ?”

Dia : “ aku hanya ingin tahu “

Aku : “ hem… tak bacakah kau surat cintaku yang terkahir untukmu, jangan kau tanyakan hal itu padaku, karena diriku adalah jelmaan dari cintamu.”

Dia : “ hee… pandai sekali kau merangkai kata, namun boleh aku bertanya padamu ?, mengapa kau begitu mencintaiku ?”

Aku : “ hem… aku hanya ingin membuatmu merasa tak sendirian saja……”

Dia : “ Terima kasih kau telah mencintaiku, Nov, namun mengapa kau tak ingin memilikiku ? mengapa kau hanya ingin mencintaiku saja ?”

Aku : “ hee…. ( aku masih tersenyum dan memberikan waktu 10 detik) pantaskah aku menjadi milikmu ? bahagiakah kau jika bersamaku nanti ?. aku hanya menunggu. Menunggu kau mecintaiku. Apakah kau mencintaiku ?”

Lelaki itu diam, diam dan masih diam. Tak satupun kata yang keluar dari mulutnya. Ia masih menatapku dan otaknya pun terus berfikir. Sesekali ia menggigit bibir bawahnya. Ia memainkan jari-jari tangannya. Jika aku boleh menebak apa yang ada di benaknya, mungkin ia akan berkata “ maafkan aku, Nov, aku belum bisa mencintaimu, namun aku tak tahu kata apa yang tepat, yang tak membuatmu terluka”.

Aku : “ Hey….!”

Dia terkejut dan sedikit gelisah : “ ya…..”

Aku : “sudahlah ..! jangan terlalu keras kau berfikir, hanya karena persoalan sepele seperti ini. Aku paham kok. Namun,…….. bolehkah aku minta sesuatu darimu ?”

Dia : “ apa ?”

Aku : “ Jadilah kekasihku 24 jam. Kita habiskan waktu bersama untuk bersenang-senang. Kita jalan-jalan ke Mall. Ke pantai. Keliling kota Jakarta di malam hari. Bagaimana ? setelah itu, aku akan berhenti mencintaimu dan kita mulai dari awal lagi, yaitu sebagai sahabat . deal ?”

Dia : “ Bersenang-senang ?”

Aku : “Iya, aku ingin mengajakmu berdansa di pantai “. Aku langsung berdiri tegak dan berposisi mengangkat dan menekuk tangan kanan sejajar dengan dada sedangkan tangan kiri lurus ke depan sejajar dengan bahu. Kemudian kupejamkan mata dan tetap tersenyum. Membayangkan suara music, dan tiba-tiba tubuhku mulai bergerak dan berputar, hingga beberapa saat kemudian, suara music yang ada berubah menjadi dering hp, yang tenyata adalah bunyi alarm dari hp ku.

Aku langsung membuka mata dan menggosok-gosokkannya, juga mengusap wajahku. Ku lihat jam di dinding, yang ternyata masih jam 2 malam. Ku cek hp ku, untuk mencari tahu motif alarm berbunyi, dan ternyata hari ini adalah ulang tahun salah satu teman akrabku. Kurebahkan kembali tubuku dan menghela nafas panjang sambil bergumam “ aahh ternyata tadi hanya mimpi “.

Entah kekuatan dari mana, tiba-tiba aku memberanikan diri untuk mengiriminya sms yang tertulis “ merindukanmu……..  “….. hem

Kutarik selimutku, dan ternyata aku tak bisa tidur dan aku tahu, apa yang harus ku lakukan . iya…. Aku ingin menulis………! Menulis tentangnya lagi..!


Puri Intan, Ciputat, 3 Juli 2010 05.00

Surat Cinta Untuk Lelaki bermata Kelinci…… ( 8 ; terakhir )

Hai… bolehkah kali ini aku memanggilmu dengan sebutan, ‘mas’. Biar lebih deket dan romantis gitu loch.…

Mas…
Sebagian orang yang berstatus sebagai temanku mengatakan bahwa aku adalah segoblok gobloknya wanita, dan sebagiannya lagi mengatakan bahwa aku adalah setolol tololnya wanita, itu semua karena aku telah mencintaimu. Ahh, aku tak peduli, karena aku tahu, mereka mengatakan seperti itu padaku, hanya karena belum bertemu denganmu saja. Jika suatu saat nanti mereka bertemu dengamu, aku yakin mereka tidak akan pernah merasakan sakit karena telah melukai tangannya sendiri dengan pisau, selayak kisah siti Zulaikha dan kawan-kawannya ketika melihat nabi Yusuf. Bukan karena kau lelaki yang berwajah ganteng. Bukan karena kulitmu yang putih bersih. Bukan karena punggungmu yang bidang. Bukan karena perutmu yang tak buncit, bukan pula karena kau lelaki pemilik mata kelinci itu. Bukan ! nabi Yusuf tak seganteng yang kita pikirkan. Para wanita itu terkesima hanya karena melihat Tuhan dalam dirinya, dan itulah kamu.

Mas…….
Sudah satu bulan aku mencintaimu melalui surat-surat konyol ini yang kukirim melalui jejaring facebook. Begitu indah kulalui meski harus menguras emosi dan menghentakkkan nalarku. Kadang senang namun tiba-tiba menjadi murung. Kadang semangat namun tiba-tiba malas melakukan apapun. Kuakui bahwa cintaku hanya di atas kertas, karena aku tak mampu berbicara langsung denganmu. Tak kuasa menelponmu, apalagi hanya sekedar menyapamu melalui sms dengan tulisan “ hey ..selamat pagi!”. Jika aku harus mengucapkan kata ‘terima kasih’, maka akan kupersembahkan untuk Facebook…..

Mas ….
Ini adalah surat cinta yang terakhir, namun sebelum kuakhiri, aku ingin mengucapkan terima kasih yang begitu tulus padamu, karena sudah tidak marah menjadi lelaki yang ku cintai. Sudah tidak benci menjadi lelaki yang ku rindui. Sudah tidak merasa terganggu menjadi lelaki yang kuganti namanya menjadi lelaki bermata kelinci. Sudah tidak pernah complain menjadi lelaki yang kukhayalkan sebelum tidur. Sudah tidak kapok menjadi lelaki yang setiap malam kupanggil untuk datang di mimpiku. Sekali lagi, terima kasih…..

Mas…
Jika kau menerima kata ‘terima kasih’ ku maka terimalah kata maafku juga. Dari lubuk hati yang paling dalam, aku ingin mengucapkan kata maaf padamu. Aku tahu kau pasti menolaknya, karena bagimu, mencintaimu adalah bukan kesalahan dan tak perlu minta maaf. Namun bagiku, sebuah kesalahan besar ketika mencintaimu, meskipun aku ingin tetap bersalah. Jika di Negara Indonesia ini terdapat pasal tentang mencintai, maka aku rela menjadi terdakwa selamanya.

Mas…
Mencintaimu adalah anugerah terindah yang kumiliki. Aku bangga bisa mendapatkan kesempatan untuk mencintaimu dan tak akan pernah menyesal. Maka kusampaikan rasa syukurku pada Tuhan, karena telah mengirimmu untuk bertemu denganku meski hanya sesaat. Hingga pada akhirnya Tuhan telah bermain curang dan tak adil padaku. Cinta yang ku bangun dengan indah, harus kurelakan pergi.

Mas….
Bagian tersulit mencintaimu adalah ketika melihatmu mencintai orang lain. Maka wanita yang kucemburui adalah wanita yang bisa memenangkan hatimu kelak. Aku tak sanggup berkata dan bersikap, namun melihat kau tersenyum bahagia, itu sudah cukup bagiku….

Mas….
Bukan aku menyerah dan bukan pula aku mengalah, apalagi merasa kalah. Tidak ! bukan itu yang menjadi alasan. Jika kau bertanya, seberapa besarnya cintaku padamu, pasti akan ku jawab, sebesar kau melihat keindahan ciptaan Tuhan. Maka jangan pernah bertanya lagi padaku, masih adakah cinta untukmu, pasti tak akan kujawab, karena diriku sudah menjelama menjadi cintamu. …aku tak ingin menghilangkannya, namun biarkan ku sembunyikan agar Tuhanpun tak tahu….

Mas…
Aku pasti merindukanmu…… rindu yang sangat. Rindu yang hangat. Rindu yang sesakkan dada.

Selamat tinggal ….

Salam……..

Dari aku yang mencintaimu… Novie

S.E.L.E.S.A.I..


Veteran, Pamekasan 24 Juni 2010. 23.00 saat menonton Piala Dunia antara Brazil dan Portugal

Surat Cinta Untuk Lelaki bermata Kelinci …….. ( 7 )

Cinta. Ketika itu tepat jam 18.23 menit, hujan deras membasahi kota kelahiranku, aku langsung tersentak dan tanpa berfikir panjang segera ku ambil kunci mobil yang tergantung di pintu dapur. Ku nyalakan mesin mobil dan melaju ke pantai. Hanya 35 menit dengan kecepatan 80 km, aku tiba di pantai dan memarkirkan mobil tepat dimana terakhirnya ombak berlabuh. Hari semakin gelap , hujan masih deras dan ombakpun terus memainkan orchestranya dengan keras. Aku masih diam dan menunggu. Aku yakin ia pasti datang, karena kutahu, ia tak pernah mengingkari janjinya, meskipun aku harus menunggu.

30 menit sudah berlalu, namun aku tak menyerah. Aku masih menunggu. Aku yakin ia pasti datang. Aku hanya harus bersabar. Itu saja. Aku tak akan lelah meski aku harus menyandarkan punggung dan kepalaku di kursi, dan membiarkan mataku terpejam sedangkan mulutku tak berhenti berzikir ” Kau pasti datang… kau pasti datang… kau pasti datang….”.

Saat kuhela nafas pengharapan, tiba-tiba aku merasakan hembusan angin yang begitu sejuk, dan aku tahu, bahwa aku harus membuka mataku dan menyambutnya. Kutatap ia yang berada tepat di samping kiriku. Aku terus tersenyum, tersenyum dan terus tersenyum. Tak segan ku lebarkan mulutku beberapa centi, lalu kuperlihatkan gigiku sambil menganga kecil dengan tetap pada konsep senyum… kubiarkan mataku terus berbinar dan pipiku merona, agar pesan kebahagian yang tersimpan di balik wajahku, bisa ia baca. Aku masih tak bisa mengeluarkan kata satupun padanya, hingga akhirnya ia berkata :

“ Sudahlah, kalau kau ingin menangis, menangislah !”.

Tiba-tiba tangisku pecah menyaingi suara deras hujan dan ombak. Ku coba menahan tangis namun sesegukan kemudian muncul di balik suaraku. Kujatuhkan kepalaku di atas setir mobil untuk menyimpan suara tangis yang tak bisa lagi ku control. Aku malu mendongak dan melihat wajahnya. Namun rasa tanya terus memaksaku untuk berbicara padanya .

Aku : “ Tuhan, apa memang harus begini ?”.

Tuhan : “ Iya, karena itu memang jalannya. Kan sudah kukatakan sejak dulu padamu, jika suatu hari kau temukan cinta, jangan kau terima sebelum kau tersiksa dan terlunta-lunta karenanya”.

Aku : “Haruskah dengan derita baru menemukan cinta ?”

Tuhan : “ Setidaknya begitu. Dalam peleburan penantian yang sia-sia, gelisah yang menguras logika, keceriaan yang maya, dan pengharapan yang mencabik-cabik “.

Aku : “ Sedalam apa aku harus tersiksa?”

Tuhan : “ Nov, penantian, kegelisahan dan pengharapan yang kau alamatkan pada satu nama , ternyata masih menyisakan pamrih dalam alurnya. Kau masih berharap ia akan membalas cintamu, dan itulah pamrihnya. Padahal cinta yang seharusnya kau bangun, adalah cinta tanpa syarat atau tanpa imbalan apa –apa “.

Aku : “ Iya, sudah kulakukan semua itu, Tuhan. Aku hanya mencintainya saja. Tak lebih ! “

Tuhan : “ Bohong ! “. Tuhan meninggikan suaranya. “ Kau sudah melakukan kebohongan paling besar!. Kau tahu ? Lebih baik kau bohongi semua orang daripada kau bohongi dirimu sendiri !. inilah yang membuatmu tersiksa ?”. Suara Tuhan semakin tinggi dan
aku hanya bisa diam.

Tuhan : “ Kau tahu, bagaimana rasanya dicintai dengan kepentingan ?. Banyak manusia yang mencintaiku hanya karena kepentingan, bukan kerena memang mereka mencintaiku dengan tulus. Mereka hanya ingin masuk surga, atau bahkan mereka hanya ingin agar aku bisa membalasnya dengan mengabulkan semua keinginannya. Hufh ! Rasanya sakit, Nov…….. tapi apa aku layak marah ?. Aku hanya ingin katakan padamu, bahwa memiliki itu adalah bonus dari cinta, bukan tujuan “. Aku hanya menjadi pendengar dan terus menatapnya dengan lirih.

Aku : “ Lalu aku harus bagaimana ?”

Tuhan : “ Sekarang aku ingin bertanya padamu, mengapa kau masih ingin bertahan mencintainya? “

Aku : “ Aku…. Aku … aku….aahh “. Tuhan masih menunggu jawaban dariku dan terus menatapku. “Aaaa ….. ku… aa ku.. hanya…. Ingin membuatnya bahagia. Ya… ya … bahagia.. bahagia, Tuhan .. aku ingin dia bahagia…..”. aku begitu bersemangat menjawabnya, namun Tuhan mengeleng-gelengkan kepala dan menatapku penuh selidik lalu tersenyum kecut…

Tuhan : “ Halah… bahagia ? kau ingin membuatnya bahagia ?”

Aku : “ Iya… bahagia”.

Tuhan : “ Hmm… bahagia ? “. Tuhan menjetok kepalaku dan aku berseru ‘aww’. Kemudian ia melanjutkan pembicaraannya, “hey…. aku hanya ingin memberimu satu saran, jika kau ingin dia bahagia, maka tinggalkan dia !”. Spontan aku terkejut dan matakupun terbelalak…

Aku : “ Apa ?! meninggalkannya ? maksudmu ?, aku harus menghilangkan cinta ini ? dan membongkar semua cinta yang sudah kubangun untuknya ?”

Tuhan : “ iya, begitulah !”

Aku : “ Aku masih belum mengerti, apa maksudmu, Tuhan ? meninggalkannya adalah suatu hal yang tak mungkin aku lakukan. Lebih baik aku murtad jika harus menghilangkan cinta yang perlahan-lahan kuciptakan dengan indah dan sempurna. Mengapa kini kau menyuruhku untuk…….. aarrgggghhhh, aku tak mengerti .” Aku menatap ke depan dan menggerutu sendiri.

Tuhan : “ Percayalah padaku, suatu saat nanti kau akan mengerti “. Aku masih tak peduli, bahkan aku pun tak tahu, Tuhan telah pergi meninggalkanku sendiri. Tanpa kata. Tanpa jawaban. Tanpa suara.

Aku menghela nafas panjang dan membenci diriku. Tiba-tiba dadaku sakit dan sesak. Aku terus bernafas dan bernafas, namun aku merasakan sesuatu yang memaksa dalam diriku untuk keluar dari mobil. Aku berlari menerobos hujan dan ku teriak pada laut…

“ Cintaaaaaaaaa..!!!! aku mencintaimu lebih dari yang kau tahu. ………! Namun aku tak punya kuasa melawan Tuhan. Katakanlah ! apa yang harus aku lakukan ???”

To be continued…..

Veteran, Pamekasan 24 Juni 2010. 20.30

Untukmu Sahabat-sahabatku….. (all Of You)

Menyapa dengan salam kebahagiaan dan izinkan aku memanggilmu dengan sebutan “ CINTA “

Cinta…
kau tahu ?, kita tidak pernah menduga bagaimana kita bisa bertemu, bahwa pertemuan kita bukanlah karena orang lain, juga bukan karena kita sendiri, namun yakinlah dan kau harus sadar, bahwa kita bertemu karena kita memang harus bertemu. Ya… ini adalah takdir kita. Tuhan pasti punya maksud. Tuhan pasti punya rencana. Tuhan pasti punya keinginan, mengapa kita harus dipertemukan…..maka tak usah kita bertanya-tanya dan mencari sebuah kebenaran dari makna pertemuan kita….selain rasa syukur yang dimanifestasikan dengan saling memahami….karena memahami adalah memaafkan…

Cinta…
Kau tahu ? jika kita mafhum makna hakikat syukur yang sebenarnya, maka apa yang akan terjadi pada kita, 5 tahun yang akan datang. Atau 5 bulan yang akan datang. Atau 5 minggu yang akan datang. Atau 5 hari yang akan datang. Atau 5 jam yang akan datang. Atau 5 menit yang akan datang. Bahkan 5 detik yang akan datang, kita sudah tidak peduli lagi,terhadap apa yang akan terjadi pada kita , karena semuanya begitu indah dan sempurna. Dan inilah mengapa aku begitu membeci 3 kata, yaitu menyesal, mengeluh dan menuntut……

Cinta …
Kau tahu ? dua hal yang paling aku syukuri saat ini adalah ; Pertama, aku adalah manusia, yang punya potensi menjadi malaikat dan setan. Punya kebebasan untuk berbuat baik dan berbuat jahat. Kasihan malaikat, ia tidak pernah merasakan nikmatnya minuman alkohol. Begitu juga setan, begitu tersiksanya ia karena tak bisa berbuat baik untuk orang lain. Sedangkan aku ? aku adalah manusia, yang punya hak kontrol yaitu tau kapan harus mengatakan ‘cukup’ atau ‘stop’. Silahkan berbuat baik untuk semua orang, tapi ingat kita harus punya kontrol. Silahkan kita berbuat jahat, tapi ingat, kita harus punya kontrol……

Kedua, hal yang kusyukuri adalah Hingga saat ini aku tetap single…..selama perenungan dan obrolanku dengan sahabat dekatku, bahwa statusku sebagai single sudah menghantarkan langkahku semakin jauh dan luas. Aku tak pernah sadar , bahwa aku telah menjalin kebersamaan dengan beberapa komunitas. Betapa indahnya dan selalu membuatku merindu ketika mengingat kebersamaan bersama komunitas anak Regee (UYE), bersama KPJ (Kelompok Pengamen Jalanan ), bersama para pendaki gunung, bersama para pemain teater, bersama kelompok tari, bersama para ballerina, bersama para aktivis pergerakan atau organisasi, bersama para penulis, bersama para pujangga, bersama para musisi, bersama anak band, bersama para teman-teman pesantren, dan semua lapisan….. hmmm

“Tuhan, Maafkan aku jika selama ini aku tak berdoa lagi padamu… karena Kau sudah memberiku keluarga yang sempurna dan sahabat yang luar biasa dan indah…..”

Cinta….
Tidak ada persahabatan yang sempurna di dunia ini, karena yang ada hanya orang-orang yang berusaha sebisa mungkin untuk mempertahankannya. Tetaplah menjadi bintang di langitku….!!!


Puri Intan, Ciputat 3 Juli 2010 02.00

Surat Cinta Untuk Tuhan …………..( Aku benci sendirian !)

Hei… ! Pakabar Tuhan ? hem….jangan pasang wajah cemberut gitu dong ! ya…., aku mengerti ! aku yang salah ! maaf….. ! (sambil merapatkan kedua telapak tangan di bawah dagu ). Aku janji tak akan mengulanginya lagi. Lalu apa yang harus ku lakukan biar Kau tak marah , dan tersenyum lagi ? apakah aku harus menyanyi ‘bintang kecil’ dengan gaya anak TK ?, ato…… melompat-lompat dengan gaya kodok sambil menyanyi lagu ‘ balonku ada lima’?, hem… ato…? Aku gelitikin aja… hayyo…. hayyo…. ! ayolah Tuhan ! tertawalah ! aku lagi senang sekarang, dan ingin berbagi cerita denganmu. Maukah kau mendengarkannya ?. oke deh, diam berarti ‘iya’. Biarpun kau tak mengangguk dan terus memalingkan wajah dariku, aku akan tetap bercerita……

Tuhan….
Sebenarnya aku ingin terus bersyukur atas semua yang kau berikan padaku. Kau sudah memberiku keluarga yang sempurna. Teman-teman yang indah. Guru-guru yang hebat. Kisah Cinta yang unik. Karier yang lucu. Ya….., kau sudah memanjakan hidupku dengan limpahan kasih sayang. Kau sudah mengabulkan semua keinginanku, bahkan, keinginan yang hanya terbersit dalam hati dan tak terucap pun, sudah kau kabulkan. Juga, keinginanku yang aneh dan kadang-kadang agak gila pun, kau kabulkan. Hingga akhirnya aku pun tahu, bahwa kau sebenarnya menyuruhku untuk berfikir dan mengambil keputusan untuk memilih, mana yang terbaik untuk hidupku. Lalu, apakah aku salah jika mencintaimu.,..? hem.. ayolah, satu ciuman aja….. (sambil menyodorkan kening ).

Tuhan….
Boleh aku bertanya sesuatu ? Mengapa kau ciptakan aku dengan memberi paham pragmatisme komunal, yang tidak suka merepotkan orang lain ? Mengapa kau ciptakan aku dengan sifat suka mengalah dan selalu menjadi pendengar ? Mengapa kau ciptakan aku dengan kebiasaan menunggu kemungkinan terbuka dengan sendirinya ? Mengapa kau ciptakan aku dengan sikap tersenyum dengan mata berkaca-kaca? Dan pertanyaan yang terakhir, maukah kah kau menjelaskan padaku, mengapa kau selalu membiarkan aku sendirian ?

Tuhan…
Kau tahu mengapa aku suka hujan ? karena hujan pasti menimbulkan suara dan membuat ramai apalagi jika ada gemuruh dan petir. Suara atap-pun tak mau kalah. Ketika air hujan menyapa tanah, suara rindu pun menggema. Antara tetes hujan yang satu dengan yang lain pun saling berebutan dan menimbulkan bunyi yang bersahabat dan mengundang tawa. Deras hujan yang memercik, memaksaku untuk menari dan bernyanyi. Ditambah dengan suara petir yang menyambar, membuat jantungku bak bom waktu…

Tuhan ….
Kau tahu mengapa aku suka laut ? karena laut punya ombak. Punya suara burung-burung. Punya tawa anak-anak bermain. Punya suara ikan dan hewan laut lainnya. Mendengarnya membuatku ingin tersenyum dan menari. Harmoni dari suara mereka memaksa tangan dan kakiku bergerak mengikuti hembusan angin. Berdansa sambil memajamkan mata dan membayangkan tubuhku terbang ke atas awan.. hemm

Tuhan….
Hal yang paling aku benci adalah ketika aku makan sendirian di tempat makan yang ramai dengan pura-pura lahap. Ketika aku mencari kaset DVD film teranyar sendirian mengitari stand-stand di mall dengan pura-pura sibuk. Ketika aku tidur di dalam kamar sendirian dengan pura-pura nyenyak. Ketika aku membaca buku sendirian di Gramedia dengan pura-pura konsentrasi. Ketika aku menonton TV sendirian di dalam kamar dengan pura-pura menyimak. Ketika aku jalan sendirian dengan pura-pura menghitung langkah. Ketika aku menulis sendirian dengan pura-pura fokus.

Tuhan…
aku benci sendirian, itulah mengapa aku suka hujan
aku benci sendirian , itulah mengapa aku suka laut
aku benci sendirian, itulah mengapa aku suka menari
aku benci sendirian, itulah mengapa aku suka musik
aku benci sendirian, itulah mengapa aku suka nonton film
aku benci sendirian, itulah mengapa aku suka jalan-jalan
aku benci sendirian, itulah mengapa aku suka memasak
aku benci sendirian, itulah mengapa aku berbicara sendiri saat menulis dan membaca

Tuhan ……..
Apakah jangan-jangan kau cemburu padaku, jika aku bersama orang lain, hingga bisa membuatku lupa akan dirimu ?, Atau kau memang sengaja membuatku sendirian, agar aku selalu bersamamu? Kalau begitu, mau kah kau makan malam bersamaku setiap hari, sampai 1000 kali……?

Tuhan…..
Maukah kali ini ku kabulkan permintaanku ?
ku tak ingin lagi sendirian
aku takut sendirian
maka jangan biarkan aku sendirian
dan lepaskan aku dari sendirian


Puri Intan, Ciputat 3 Juli 2010, 03.30