Kamis, 29 Juli 2010

Surprise ….!

Masih segar di ingatanku ketika buya menyuruh mas Uus, kakak iparku untuk bicara empat mata denganku mengenai sekolah. Aku yang baru saja gagal masuk tes di UI, dituntut untuk mengikuti tes masuk di UIN Jakarta. Tentu saja aku menolak, bukan karena UIN tak bagus dan tak menarik, namun karena aku memang sudah punya rencana untuk meneruskan kuliah di UI atau UGM. Dan disitulah awal dari selisih paham antara aku dan buya, karena aku ngotot untuk memilih jurusan yang kuminati, yaitu sosiologi

Gelar sarjanaku yang kudapatkan dari jurusan Tafsir Hadis di UIN Jakarta, menjadi pertimbangan Buya terhadap kegagalanku di UI, karena tidak linier dengan jurusan yang kupilih yaitu jurusan sosiologi. Namun bagiku itu bukan alasan yang sangat signifikan. Aku yakin alasanku gagal, bukan karena jurusan sarjanaku. Itu semua tidak ada hubungannya. Mungkin aku hanya kurang bersungguh-sungguh menghadapi dan mengikuti tes masuk. Untuk itulah aku mencoba mengikuti lagi, tes masuk di UI dengan jurusan yang sama, yaitu Sosiologi.

Lagi-lagi aku gagal di tes masuk UI tahun ajaran 2010-2011 gelombang pertama. Namun aku tak sanggup dan tak kuasa untuk memberitahukan kabar kegagalanku yang kedua. Akhirnya aku berbohong pada keluargaku, bahwa, pengumuman kelulusan masih dikeluarkan pada tgl 25 Juli, yaitu tepat dengan waktu pengumuman kelulusan gelombang ke-dua.

Untuk menyiasati, aku berencana untuk mendaftarkan diri ke UGM dengan jurusan yang sama, yaitu sosiologi, sebagai bentuk alternative. Namun tanpa sepengetahuan keluarga, aku ikut lagi tes masuk UI jurusan sosiologi dengan biaya dari honor yang baru ku dapatkan setelah mentas di Jogja.

Terpaksa aku berbohong dengan menolak ajakan keluarga untuk umroh bersama. Karena ketika itu bertepatan dengan jadwal ujian di UI. Ku katakan bahwa aku harus mengikuti 2 kali ujian di UGM, yaitu tgl 23 Juni di Surabaya dan tgl 4 di Jakarta. Sempat keluarga bertanya-tanya, “ujian UGM kok di Jakarta ? bukannya di jogja?”, tapi dengan kelihaian ku berbohong, akhirnya ku katakan pada mereka, “ emang UGM hanya di Jogja, di Jakarta juga ada, berhubung aku daftarnya paling akhir, jadi aku dapat jadwal dan lokasi ujian di Jakarta”. Yaa.. akhirnya aku punya alasan juga untuk kembali ke Jakarta, selain untuk mengikuti ujian di UI, juga bisa mengikuti latihan teater untuk pementasan di Surabaya tanggal 9 Agustus nanti.

Pada tanggal 25 Juli, yang betepatan dengan hari Minggu kemaren, yaitu tanggal dimana pengumuman kelulusan UI dan UGM di keluarkan. Dengan harap-harap cemas, ku buka website UGM dan UI. Dan ternyata Alhamdulillah, dua-duanya aku lulus. Meski keluargaku berharap aku bisa memilih UGM, dengan alasan, lebih dekat dengana Madura, juga karena Jogja lebih membuatku bisa konsentrasi belajar dan tidak sibuk memikirkan bagaimana aku bisa punya duit banyak, punya rumah dan punya mobil seperti ketika aku di Jakarta. Hee… memang benar, Jakarta menuntutku untuk bekerja bukan untuk belajar.

Bukan karena aku tak suka Jogja. Bukan pula karena aku ingin menjadi anak durhaka, yang tak mau mengikuti keinginan keluarga, namun saya lebih memilih UI, selain karena saran dari beberapa guruku, juga karena UI telah mengajarkanku tentang makna kegagalan, kesuksesan, kenekatan , juga kekonsistenan terhadap apa yang menjadi cita dan mimpiku. Begitu juga, karena aku tak ingin meninggalkan Jakarta, itulah alasan yang sebenarnya. Bagiku, Jakarta adalah kota yang tak pernah mati. Kota yang selalu hidup, yang selalu memberiku warna.

Untung saja aku punya Buya dan Umma yang mudah menyerah. Ketika aku gagal tes masuk UI dan menolak untuk masuk UIN, mereka serempak dengan satu suara mengatakan padaku “ Ya sudah ! kamu mau kemana, mau jadi apa, terserah kamu!. Buya dan umma hanya bisa setuja saja. Yang penting kamu sekolah ! “. Heemmmm….
------------------------

Untuk Buya dan Umma :::
“ Makasih Yah. Makasih Mah. Apapun pilihanku, aku pasti dan siap dengan segala resiko. Buya dan Umma tidak pernah mengajariku untuk diam, tapi selalu kuingat dimana Buya dan Umma mengajariku tentang bagaimana kita memiliki rasa tanggung jawab yang besar. Dulu buya pernah berkata padaku ‘ aku akan bangga pada tanggung jawab dari sebuah kesalahan, daripada kebaikan yang kau terima dengan lapang dada’. “

Ciputat, 26 Juli 2010. 10.00, habis bangun tidur… setelah dapat sms dari Buya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar