Selasa, 23 November 2010

Hendro, sahabat yang ingin kukenalkan….

Ketika tidak ada tujuan dari kampus di hari Jumat ini, tiba-tiba sahabatku, hendro menelpon dan mengundangku untuk bertemu di tempat kerjaannya di GIS, tempat sekolahannya Cinta laura and the gank of bule. Karena sudah lama kami tak bersua dan bercengkrama, maka kami pun tak sabar untuk saling berbagi cerita yang sudah lama kami lewati.
Yang kutahu, dia sekarang sedang menjalin sebuah hubungan dengan seorang wanita yang ternyata banyak mengundang kontroversi dan cibiran dari kawan-kawan yang lain, hanya karena memilih wanita itu sebagai kekasihnya. Beberapa kali aku di telpon oleh kawan-kawan untuk mengingatkannya, “Nov, coba deh lo kasi’ tahu Hendro gih ! lo kan deket sama dia. Bilangin jangan pacaran sama tuh cewek ! aku tahu cewek itu gak baik buat dia!”. Aku hanya tersenyum dan tertawa mendengar respon kawan-kawan terhadap pilihan Hendro.
Siapa yang tak tau Hendro. Bukannya aku ingin mengklaim bahwa aku adalah seorang sahabat yang paling tahu dan paham tentang dia. Meski awalnya kami dikondisikan atau di paksa menjadi sahabat, gara-gara satu angkatan di almamater, tapi saya baru bertemu dan mulai akrab sejak tahun 2004, dimana pertama kali aku ke Jakarta. Ketika itu, kami janjian bertemu untuk mengunjungi sahabat kami yang bernama Rozi, sang calon pengusaha sate di Senayan. Selama perjalanan, banyak hal yang kami bagi, termasuk bagaimana kami merangkai mimpi-mimpi kami kelak.
Meski kami sama-sama punya mimpi yang indah, ternyata Tuhan memberikan jalan yang berbeda pada kami. Karena alasan ekonomi keluarga, Hendro akhirnya memilih untuk mengubur mimpinya sebagai seorang mahasiswa. Dan ia mulai sibuk mencari pekerjaan untuk menghidupi keluarganya. Hal yang tak paling kusukai darinya adalah ketika ia selalu berkata, “ aku kan hanya seorang security (satpam), tak pantas bergaul dengan mahasiswa”.
Belum lama ia menikmati dengan menerima apa yang sudah Tuhan gariskan terhadap hidupnya, tiba-tiba ayahnya meninggal. Namun tak setetes air mata yang ia tampakkan ketika menyambut kedatangan ku dan kawan-kawan yang lain. Ia begitu tegar dan pasrah. Namun aku begitu merasakan, kesedihan dan beban yang begitu besar pada dirinya, yang sengaja ia sembunyikan dengan canda tawa dan senyuman. Aku hanya bisa mengusap punggungnya dan berkata, “Dro, aku dan kawan-kawan selalu bersamamu”. Dan ia hanya bisa mengangguk dan menjawab “ Makasih ya”.
Meski ia sudah memiliki jam sibuk dengan rentetan jadwal kerjaannya, namun ia masih menyempatkan diri untuk menghabiskan waktu bersama kawan-kawan yang lain, itulah yang kadang membuatku malu dan selalu menjadi tolak ukur buat kawan-kawan yang lain, yang sok sibuk hingga melupakan waktu bersama teman-teman yang lain. Aku pun kadang tersindir olehnya, aku yang tak begitu tertarik dengan silaturahim lewat HP, dan meski kami berjauhan, ia masih saja mengirimiku sms dan menanyakan kabarku.
Hendro adalah sahabat yang sama denganku, ia tak ingin bermain-main dalam menjalin sebuah hubungan dengan lawan jenis. Itulah mengapa ia tak ingin berpacaran, sehingga status jomblo begitu lama disandangnya. namun ketika ia menemukan wanita yang tepat, ia akan segera mendapatkannya dan menikahinya, “ kalo sudah mendapatkan wanita yang tepat untukku, ngapain lama-lama, Nov. langsung saja kuajak nikah”. Tapi aku sedikit ragu padanya, apalagi saat ini ia sedang mencari pekerjaan baru, karena kontrak kerjanya yang sebelumnya akan segera habis. Lalu kutanyakan padanya,
“ Emang kau sudah siap?”
“Siap lah”
“Kau kan masih belum stabil. Kau masih mencari pekerjaan baru. Kau masih belum bisa mewujudkan mimpimu. Apa tak terlalu buru-buru ?”
“Nov, mendapatkan pasangan itu bukanlah sebuah target atau sebuah penghalang untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Jika aku tak mampu meraihnya sendirian, maka pasangan bisa menjadi malaikat. Dan meski secara ekonomi aku belum stabil, tapi namanya rezeki, kan masih bisa dicari bersama. Justru yang membuatku ragu adalah statusku yang hanya lulusan pesantren dan hanya menjadi seorang satpam. Sedangkan wanita yang aku cintai adalah calon sarjana…”. Lagi-lagi aku mendapatkan pelajaran ilmu sederhana dari seorang sahabat yang punya stok senyum begitu banyak ini. Aku hanya bisa mengelus pundaknya dan mengulang kata “ sabar lah Dro, aku dan kawan-kawan selalu bersamamu”.
Berapa kali ibunya bersyukur karena memiliki hendro sebagai anaknya. Namun beliau selalu berkata “orang yang paling bahagia di dunia ini adalah wanita yang menjadi pilihan hendro sebagai istrinya”. Aku begitu tak mengerti, mengapa ibunya berkata seperti itu. tanpa sengaja aku melihat butiran air mata yang tergenang di dalam matanya. Beliau seperti menahan sesuatu yang jauh lebih besar daripada beban hidupnya, yang selama ini beliau hanya mendapatkan uang dari jualan kue bersama putrinya. Apakah pembacaanku salah, jika ternyata Hendro baginya melebihi hidupnya?
Terlepas dari itu semua, aku tahu bagaimana Hendro mencintai ibu dan keluarganya. Yaitu ketika masalah pemesan kue yang begitu banyak pada sebuah acara yang kami selenggarakan, namun ternyata tak berjalan sebagaimana yang kami harapkan. uang yang Hendro pinjam pada tetangganya untuk dijadikan modal pengadaan kue untuk acara kami, ternyata tak bisa kami kembalikan secepatnya. Hendro dengan tanggung jawabnya yang begitu besar meminjam uang kesana- kemari tanpa ada rasa lelah dan putus asa. Tak sedikitpun aku melihatnya ia mengeluh, bahkan yang ada ingin menyembunyikan masalahnya dari kami. Itulah Hendro, yang kadang membuatku marah dan kesal ketika ia selalu mengalah dan berdiam saja….
Selain itu, yang kadang membuatku gregetan tak sabar padanya, adalah ia lebih banyak memikirkan orang lain daripada dirinya sendiri. Terutama keluarganya. Ketika adiknya butuh kerja, ia mati-matian mencarikannya, namun ia sendiri lupa, bahwa ia juga lagi butuh kerja. Ahh.. begitu juga pada teman-temannya. Ia banyak memikirkan masalah yang menimpa teman-temannya daripada memikirkan masalah pribadinya. Aahh hendro.. hendro… rasanya 4 jempolku tak cukup untukmu. Aku bangga menjadi sahabatmu.
Memang tak cukup 6 tahun aku mengenal Hendro dengan sempurna, namun dari kebersamaan kami, aku tahu, Hendro adalah sahabat yang punya tanggung jawab yang tinggi dan dedikasi yang besar. Sempat terpikir olehku, jika suatu hari nanti aku punya perusahaan, dan aku harus pergi meninggalkan Indonesia, maka aku tak akan pernah berfikir dua kali untuk memberikan padanya. heee….
Dan itulah mengapa aku tak peduli dengan cibiran kawan-kawan mengenai wanita pilihannya. Aku tahu siapapun yang bersama Hendro akan lebih baik….
Hendro….!! Semangat !
Gunuk, 21 November 2010. 16.30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar