Selasa, 23 November 2010

Wanita, …wanita…..

Seandainya ketika itu ada fotografer yang memotret wajah bodohku yang kebingungan mendengarkan suara coletehan diantara 6 wanita yang semuanya mengeluarkan suara tanpa jeda dan tanpa jarak. Semuanya bicara ! tapi aku tak kuasa menutup telinga. Karena mereka tak bising apalagi ramai. Bukan! Aku malah celangak-celinguk kebingungan melihat fenomena yang terjadi di hadapanku. Mereka berbicara 28 kata yang terangkai dalam satu kalimat per-detik. Bayangkan ! per-detik ,kawan. Gila ! wanita..wanita..
Dua bunda di hadapanku, bak santi, kandidat doctor berpenampilan modis dan cantik ini sedang asyik ngobrol dengan bak Cucu, yang juga sama sebagai mahasiswa sosiologi S3. Mimik dan garis-garis wajahnya menampakkan keseriusan yang begitu tegas, meskipun hanya berbicara tentang foto copy-an tugas-tugas kuliah. Samar-samar ku dengar pembicaraan mereka.
“kamu sudah foto copy yang dari bu evelyn ga’ cu ?”
“ udah, kan tadi pak Yayat yang moto cpy-in”
“terus yang dari ibu lugina ?”
“udah kok, mana ya ?”. sambil mencari-cari kertas tugas di atas meja, bak cucu dan bak santi pun asyik mengangkat-ngankat tas milik teman-teman yang lain.
Tak jauh dari sebelah kanan mereka, mungkin hanya 2 jengkal tangan orang dewasa, Nampak Laila, gadis keturunan Arab yang berasal dari tanah dayak yang punya keahlian bisa bicara cepat mengalahi gelombang bunyi ini sedang bersemangat bak pengacara yang sedang menyelidiki kliennya dengan bu Budi, ibu gaul 2 anak gadis ini yang selalu nampak stress jika dihadapkan pada tugas-tugas kuliah, sedang membicarakan tugas kuantitatif untuk besok. Lamat-lamat ku dengar pembicaraan cepat mereka.
“emang gimana sih bu tugasnya, hanya mencari definisi saja kan ?”
“iya… tapi diturunkan dulu. Dari teori ke definisi. Aahh aku juga ga ngerti, lel”
“ loh ? kok diturunkan ? kalo teori ya gak usah di turunkan, hanya definisi nya saja “
“ trus menurun kan definisinya gimana ?”
“ itu juga aku gak tau, bu… gimana caranya ?”.
Semakin lama pembicaraan mereka semakin membuatku tak mengerti. Haduuhhh, lebih baik aku mencoba mencuri obrolan lain yaitu dua wanita di depan sebelah kiriku, arah jam 3. Yang meski tidak terlalu cepat dan nyaring, namun nampak serius. Bak Evi, yang sebelumnya bekerja di demografi, ahli dalam hal hitung-menghitung ini sedang menceritakan alasannya kenapa tidak bisa hadir di acara sosio pascasarjana kemaren di Citos pada Vero, gadis berambut panjang ber-ikal yang tak pernah membiarkannya terurai. Sedikit ku mendekat mencoba mencuri obrolan mereka
“ya banyangin aja lo, jam 7 malam gw baru nyampe di pondok Cina”
“ya kan bisa telat dikit, bak”
“wuiihh capek gw..! tapi sukses kan acaranya ?”
“ya lumayan lah, cukup mewakili “.
Mereka terus bicara, hingga tanpa sadar, lamat-lamat aku mendengar kata “Madura” dari obrolan ke-6 wanita ini yang terbagi menjadi 3 bagian, entah dari bagian yang mana, hingga akhirnya aku pun dengan sok taunya memecah obrolan mereka
“ eh, ada namanya tongkat Madura, yang bisa mengembalikan keperawanan wanita lo “ . spontan mereka berhenti bicara dan focus melototkan matanya ke arahku seperti seorang terdakwah yang ingin di hukum gantung
“ kok bisa, bak ?” tanya laila dengan antusias
“iya bisa lah, tongkat Madura itu kan terbuat dari batu yang seperti semen. Ukurannya hanya sebesar jari telunjuk. Ketika di masukkan ke dalam vagina, maka tongkat itu akan mencair dan membentuk selaput dara yang baru. Itu artinya tongkat maduranya akan mengikis dan berkurang”. Mereka ternyata tak percaya terhadap apa yang aku omongkan dan mulai kembali melanjutkan obrolan dengan pasangannya masing-masing meski temanya sudah berubah, yaitu KEPERAWANAN
Ternyata usahaku tak cukup berhasil menyatukan obrolan mereka. Aku hanya bisa menghela nafas panjang, namun kemudian bak Evi mulai bersuara dan bercerita. Dan aku langsung memperbaiki dudukku yang mulai melemas. Ku letakkan tanganku di atas meja sebagai penyangga daguku seraya mendengarkan cerita bak Evi.
“ eh..eh ….. kemaren temanku curhat ! ternyata adik perempuannya lagi sedih dan putus asa, gara-gara ia memberikan barang berharganya pada pacarnya yang baru saja jadian “. Semua wanita mengumpul dan mendekat ke tengah sambil mendengarkan cerita bak Evi
“trus aku bilang aja sama temanku, gak usah khawatir, sekarang udah zamannya canggih. Kalo selaput dara nya dah hilang, kan bisa operasi di ganti dengan selaput gendang telinganya”, spontan semua tertawa cekikikan dan spontan aku langsung naek ke atas kursi sambil memajukan pantatku ke depan seraya berkata “ halo… halo , tar kalo ngobrol malah maju’in pantatnya ke depan “.
“Haaaaaaaaaaaaa…………”
Akhirnya cerita bak Evi menjadi tema yang menarik buat menyatukan obrolan para mahasiswi dari berbagai status dan kalangan ini , yang sehari-hari di bikin stress oleh tugas-tugas kuliah……
Gunuk, 23 November 2010. 00.35

Tidak ada komentar:

Posting Komentar