Selasa, 23 November 2010

(Kak) Rintis (Yang) Mulya

Tepat satu hari sebelum hari raya Idul Adha, dimana ketika aku dan kak rintis tertawa terbahak-bahak menertawakan diri sendiri setelah dari kantor DPR Senayan. Meski sudah 10 meter kami meninggalkan senayan, masih saja kami tertawa cekikikan dengan sedikit menahan agar tak menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di sekitar kami. hingga akhirnya kami putuskan untuk makan Gultik di Bulungan Blok M sambil mengingat kejadian di Senayan. Heee
Kak Rintis, yang kebetulan menghabiskan 2 porsi gultik tiba-tiba berkata “ sebenarnya aku ingin bicara padamu, tapi tar kamu malah Ge-er ?”, aku hanya tersenyum sambil memadangnya dengan lucu, “ ya pantaslah kalo aku ge-er, itu manusiawi kok. Lalu apa yang ingin kau katakan kak ?”. sambil menghela nafas panjang, kak rintis yang sudah kuanggap melebihi kakak kandungku ini berkata , “ sebenarnya.. ketika aku bersamamu, sepertinya kepalaku selalu kejetok terus….aku iri padamu,Nov”. aku hanya bisa tersenyum dan tak bisa berkata apa-apa selain membiarkan hatiku yang berteriak “ Justru aku yang iri padamu, kak..”.
Hal yang paling tidak kusukai dari kak Rintis, adalah ketika ia tak bisa mengatakan kata ‘TIDAK’ pada siapapun dan pada apapun. Diantara teman-temanya, ia yang paling anti untuk menolak apapun. Ia hanya bisa mengatakan ‘iya….iya….iya… terserah kalian lah, aku sih ngikut aja’. Namun akhirnya sifat itu justru mendarah daging membentuk karakter dirinya. Entah apakah itu justru membuat dirinya bangga, namun aku kadang merasa gerah dan gregetan jika harus melihat dia yang tak punya pilihan selain mengorban dirinya sendiri hanya untuk membuat orang lain senang. Pasti kalimat yang sering keluar dari mulutnya adalah “ aku gak enak sama dia kalo nolak..” aduuhh…. Rasanya ingin kuletakkan dua tulang berukuran telunjuk di bawah lehernya agar tak bisa lagi mengangguk. Hufh
Pernah kutanyakan padanya, tentang alasan atau yang memotivasi dia mengapa selalu tidak pernah mengatakan kata ‘tidak’ pada orang lain. Lalu ia menjawab,” sekarang aku balik tanya sama kamu, jika kau minta tolong sama orang lain, lalu orang itu menolak, apa kau kecewa ? apa kau sedih ? ya itulah alasanku, karena aku juga tidak ingin sedih atau kecewa “. Aku hanya bisa menghela nafas panjang mendengar jawabannya. Meski sangat sederhana namun sungguh kuat, minimal untuk menjetok kepalaku, yang begitu mudah mengatakan kata tidak pada orang lain.
Kak rintis bagiku adalah wanita yang berfikir sederhana. Terlihat bagaimana ketika ia harus memenuhi keinginan keluarganya untuk segera mempercepat pernikahannya dengan kekasihnya. Untung saja ia memiliki suami yang begitu memahaminya. Yang selalu mendukungnya untuk meraih mimpinya. Suaminya, yang akrab di panggil mas Ganden ini, tahu dan sadar bahwa istrinya, kak rintis memiliki banyak mimpi dan cita-cita yang besar.
Konon ceritanya, ia hampir menolak pernikahannya. Bukan berarti ia tidak ingin menikah atau bahkan tak mencintai kekasihnya, hanya saja, ia merasa belum siap, ketika itu, mimpi dan cita-citanya sedang ada di depan matanya. Untuk itu lah ia memilih untuk kembali ke Jakarta meneruskan mimpinya setelah menikah, sedangkan suaminya tetap menjalankan aktivitas dan pekerjaannya di Jember. Pola hubungan rumah tangga yang unik, saling berjauhan tapi saling mencintai. Itulah kadang yang menjadi referensiku untuk juga bisa menikah. Karena alasanku mengulur-ulur waktu menikah, hanyalah takut kehilangan kebebasanku untuk meraih mimpiku.
Kadang kak rintis terharu biru jika menceritakan perihal suaminya yang penuh perhatian. Kebetulan satu tahun terakhir ini suaminya memilih untuk tinggal bersamanya di Jakarta. sang suami yang paham betul, bahwa kak rintis tidak bisa memasak, justru ia yang memasak. Selain itu, kak Rintis yang masih akrab dan setia dengan penyakit lamanya, yaitu sesak nafas, sang suami selalu siap menjaganya. Setiap hari harus membersihkan rumah dari debu agar tak menjadi virus bagi kak Rintis. Hanya saja perbedaan antara keduanya, terletak pada ideology terhadap pola hidup. kak rintis yang lebih banyak terkontaminasi oleh budaya pop Jakarta, kadang merasa gerah dengan sikap mas Ganden yang memilih hidup dengan apa adanya. Maklumlah, mas ganden anak teater gituuu…..
Namun tiba-tiba, di akhir bulan Oktober, mas Ganden memutuskan hijrah ke Lombok, untuk mengikuti pamannya mengelola perkebunan kelapa sawit. Aku begitu terkejut mendengar berita itu, bak Guntur di siang bolong tanpa hujan. Sesekali aku complain terhadap putusan mas Ganden, masa’ harus jauh-jauhan lagi, namun ia menjawab “ yaa Realistis lah, Nov, kami butuh duit yang banyak untuk masa depan kami, dan aku ingin istriku bisa meraih mimpinya untuk bisa melanjutkan kuliah s2, minimal jika tak ke luar negeri, ya di dalam negeri juga tak pa pa. dan itu butuh biaya yang banyak, iya kan ?”. Ingin rasanya aku menjetok kepala mas Ganden, tapi aku malah mendekati kak Rintis dan berbisik padanya, “Bak, dapat mas Ganden dimana sih ? carikan aku suami yang kayak mas Ganden dong !!?”.
Saat ini, kak Rintis senasib denganku. yaitu menjelma sebagai wanita kesepian, tanpa sang kekasih. Itulah kadang yang membuat kami selalu klop dan klik. tapi masih saja aku belum bisa menerima sifat kak rintis yang tidak bisa mengatakan kata “tidak” pada orang lain. Dia selalu mengalah dan merasa ga enak-an. Itulah mengapa jika dihadapannya aku selalu keras padanya, namun bukan berarti aku benci. Justru dengan begitu, aku tak ingin ia menghukum dirinya sendiri. Hal itu terjadi ketika ia memilih untuk tinggal bersamaku di Pasar Minggu, setelah mas Ganden pergi ke Lombok dengan alasan biar lebih dekat jarak ke kantornya yang terletak di Menteng. Namun kenyataanya, selama seminggu aku bersamanya, justru aku melihat dan merasakan, bahwa hati dan pikirannya masih ada di ciputat. Sepertinya ia tak ingin meninggalkan Ciputat, yang notabene kakak kandungnya, bak Widia, masih tinggal di Ciputat. Maka dengan tanpa basa-basi, aku “mengusir” nya dengan halus dari rumahku dan menyuruhnya untuk kembali ke Ciputat. Itulah kak rintis, jika aku tak keras padanya, ia pasti memilih tetap diam di rumahku sementara hati dan pikirannya tersiksa…..dan kemudian yang keluar dari mulutnya hanyalah “ iya Nov, kamu betul. Sepertinya aku memang harus balik ke Ciputat. Maunya udah dari kemaren mau ngomong sama kamu, tapi aku ga enak..”. hufh dasar ! itulah kak Rintis ! berubah dikit napa sih kak…..!
Selain itu kerinduan untuk bisa memiliki anak mulai mengganggu pikirannya, hanya saja ia cukup dewasa mengatasinya, “ meski aku pengen banget punya anak, mungkin Tuhan tahu, bahwa aku memang belum siap menjadi ibu. Ya biarlah, lagian aku dan mas Ganden jauh-jauhan “. Dan untuk mengusir rasa kesepiannya, ia lebih banyak menghabiskan waktunya, selain bekerja juga mengikuti acara diskusi atau hanya menonton pertunjukkan dan berkunjung ke rumah sahabat-sahabatnya.
kali ini aku cukup bahagia dan senang sesenang senangnya ketika tiba-tiba ia berkata, “ Nov, sekarang aku sadar, sudah saatnya aku memilih dan memilah mana yang menjadi prioritas hidupku. Dulu, aku bak monster yang ingin melahap semuanya yang ada di depanku. Aku ingin sekolah. Aku ingin bekerja. Aku ingin belajar tari. Aku ingin begini. Aku ingin begitu. dan semuanya ingin kupelajari. Hingga akhirnya kini aku telah berada di titik jenuh, dimana saatnya lah aku memutuskan, bagian mana yang harus aku pilih dan aku tekuni. Aku juga tidak akan begitu mudah mengatakan kata ‘iya’ pada semua orang. “. Aku kaget dan mengernyitkan dahi, “ Tumben ngomong gini, ada apa, kak ?”. ia tersenyum dan memandangku sambil berkata, “ karena aku telah kembali menjadi manusia. Kau tau Nov, sejujurnya, saat ini aku tidak tahu harus melakukan apa. Aku bingung. Ketika aku harus menulis, aku tidak tahu apa yang harus aku tulis. Padahal di dalam kepalaku banyak yang ingin kutulis. Tapi tersendat. Itulah mengapa aku harus memutuskan ini. Aku bingung karena terlalu banyak pilihan yang semuanya ingin ku raih. Aku terlalu rakus dengan keinginanku. Dan kini, aku tak ingin lagi bingung, Nov”. aku hanya bisa memberikan jempol padanya “ baaagoooss”.
Dan untuk kak Rintis…. Welcome.. aku menyayangimu ! semangat !
Lebak Bulus, 22 Nov 2010. 19.42

Tidak ada komentar:

Posting Komentar