Kamis, 28 Oktober 2010

JUJUR atau SOMBONG ?

Seringkali ketika aku katakan pada teman atau pada keluargaku, bahwa aku ingin sekali punya masalah. Ingin sekali menangis tersedu-sedu layaknya di sinetron. Ingin rasanya stress yang sampe kronis. Ingin sekali diam membisu karena sakit hati, namun mereka layaknya koor paduan suara mencibirku dengan sebutan ‘sombooooong …… “. Mereka juga menyuruhku untuk selalu bersyukur, tetapi mereka lupa, bahwa setiap hari aku selalu mengajak mereka untuk selalu mengucapkan terima kasih pada Tuhan setiap bangun dan akan tidur.
Tak ingin kupungkiri, kadang aku juga pernah merasakan sedih, namun hanya sesaat. Aku juga pernah stress, namun hanya lewat. Aku juga pernah merasakan sakit hati karena tertolak, namun cepat hilang. Padahal aku merasa, bahwa aku bukan seorang muslimah yang taat. Aku hanya menjalankan perintah yang wajib-wajib saja dalam ritual. Tidak pernah menambahkan hal-hal yang sunnah. Dan hubunganku dengan makhluk lain (manusia, alam dan hewan), termasuk asosial, kurang bergaul dengan baik. Jika butuh maka aku mendekat, jika aku tak butuh, mending berdiam diri di dalam rumah.
Itulah mengapa aku seringkali bingung jika harus berdoa pada Tuhan. Apa yang ingin kuminta padaNya ? jika aku meminta ini dan itu, seakan-akan terkesan, aku selalu merasa tak cukup dengan apa yang sudah Tuhan berikan padaku selama ini. Padahal saking banyaknya Tuhan memberiku nikmat dan rizki, aku sampe malu dan merasa gak enak. Mau nolak ya gimana, mau minta lagi ya gimana juga. Akhirnya aku hanya bisa mengucapkan ‘makasih Tuhan’.
Sama halnya ketika aku berada di puncak gunung, tempat dimana sangat asyik untuk merenung dan berkontemplasi. Atau di pinggir pantai yang asyik untuk bercermin diri dan bahkan di dalam rumah yang notabene aku tinggal hanya seorang diri, yang tepat untuk berintropeksi diri, namun kesemuanya itu justru membuatku bingung untuk berbuat apa. Apakah karena aku bukan orang yang idealis ? atau bahkan aku termasuk orang yang pragmatis ?. Wadoh ! saya gak mau berdebat, ini bukan ruang kuliah.
Tiba-tiba salah satu sahabatku berkata bahwa masalah itu sering kali datang padaku, karena itu bagian dari konsekwensi hidup, namun katanya, aku tidak pernah menganggapnya itu adalah bagian dari masalah, sehingga kadangkala aku berlalu begitu saja tanpa harus menghiraukan masalah yang datang padaku. Hmm.. kasihan juga tuh masalah, dicuekin kan gak enak juga. Hem..
Jika apa yang dikatakan oleh temanku itu adalah benar, itu artinya ada atau tidak adanya masalah yang datang pada kehidupan kita, tergantung pada pola pikir atau paradigma kita memandang masalah itu. misalnya, jika kita menganggap tidak punya duit sepeserpun itu adalah masalah, maka setiap kali kita tidak punya duit atau kehilangan duit, itulah akhir dari hidup. namun jika kita menganggap ketidakpunyaan duit itu hanya sebagai pembelajaran atau ujian, maka semuanya akan baik-baik saja.
Lalu pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana proses atau memiliki paradigma seperti itu , yang menganggap semua masalah adalah nikmat ? , itulah yang menjadi pertanyaan kita bersama dan mencoba merenungi jawabannya dalam kontemplasi secara pribadi. Karena setiap orang pasti tak sama.
Aku hanya ingin berbagi cerita. Ini juga hasil dari kontemplasiku selama ini, bahwa aku begitu ingin setiap saat mengucapkan terima kasih pada Tuhan, yaitu ;
1. Aku begitu percaya dan yakin seyakin yakinnya, bahwa Tuhan tidak pernah memberikan masalah, kesedihan, kegagalan, kesalahan, bahkan amarah yang berupa ujian atau adzab pada makhlukNya. Keyakinan itulah yang membawaku pada sebuah anggapan bahwa sekalipun aku berbuat dosa, baik dosa kecil atau dosa besar, itu adalah nikmat yang harus aku syukuri dengan berfikir , lalu mengambil pilihan dengan sebuah keputusan, apakah ini baik untuk saya atau buruk. Jika itu ternyata tak baik untukku, maka aku harus meninggalkannya.
2. Aku percaya dengan hukum tarik ulur. Maksudnya, jika ingin dihargai, maka hargailah. Jika ingin diperlakukan baik oleh orang, maka berbuat baiklah pada semua orang. Jika tidak ingin dimusuhi, maka jangan pernah memusihi orang. Saya selalu belajar pada sikap dan pengalaman orang lain. Jika sikap seseorang tidak disukai oleh orang banyak dan begitu juga aku, maka aku tidak akan meniru atau mengikuti sikap tersebut. Begitu juga sebaliknya.
3. Pola pikir itu juga aku dapatkan dari bacaanku terhadap buku-buku yang berbicara tentang hidup yang bahagia, sikap yang baik dan bagaimana memelihara hubungan antar manusia lainnya dengan indah. Dan itu aku mulai sejak berada di sekolah dasar hingga sekarang. Ada cerita lucu, tiba-tiba ibuku memberiku buku dan menganjurkanku untuk membacanya, katanya buku itu sangat bagus dalam menjalin sebuah hubungan antar manusia dan membuat kita semakin dihargai. Lalu setelah kulihat bukunya, aku langsung berkata pada ibuku “ buku ini sudah ku baca 8 tahun yang lalu”. Hee… saya pun dengan sombong meninggalkan ibuku yang masih termangu memandangi buku itu dengan seksama.
Mungkin itulah factor-faktor yang mempengaruhi paradigmaku, yang menganggap bahwa semua masalah yang datang pada kita adalah nikmat. Dan Itulah mengapa tidak pernah ada kata menyesal dalam kamus hidupku. Namun yang menjadi sisi negatifnya adalah, kadang aku rindu untuk menangis tersedu-sedu karena masalah. Hee….
Lalu apakah aku masih termasuk orang sombong ?,
atau… bisa jadi aku termasuk orang yang jujur ?
Hem……..

Gunuk, 05 oktober 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar