Kamis, 28 Oktober 2010

Manusia Baik-Baik …. ( 2 )

Calon psikolog dari pascasarjana UGM Yogya ini sudah menjadi sahabat kentalku sejak bangku SMP. Meski kami saling berdebat dan beradu argument, namun kami selalu saling merindu untuk berbagi. Aku tak memiliki kepiawaian berbohong di hadapannya. Maka jika ada lelaki yang ingin tahu tentang aku, kusarankan untuk meminta info padanya. dialah Dida. Sahabat yang begitu bangga dengan melangkolis dan rapuhnya itu. dengan begitu detail ia menjawab, “ Dunia itu penuh kacamata, jadi semua tergantung paradigmanya. Manusia yang baik menurut orang Timur yakni orang yang sosialis. Sedangkan manusia yang baik di Barat mungkin orang yang individualis dan bebas. Manusia baik menurit budaya, mungkin yang menghormati budaya itu sendiri.” Kemudian ia menambahkan secara detail “Dan masih banyak frame dan kaca mata lainnya tentang manusia baik. Namun manusia sebagai makhluk bertuhan memandang bahwa agamalah yang paling benar dalam memandang segala sesuatu.”
hampir sama dengan jawaban Cik Lani. Begitulah ia kupanggil. Lelaki yang ramah dan bersedia rumahnya kutinggali selama berlibur di Ponorogo ini adalah anggota Hizbut Tahrir yang sangat istiqomah. Saya begitu hormat dan salut padanya, walaupun ia adalah anggota organisasi Islam yang sangat kuat dan solid dalam berdakwah, ia sangat menghormati pilihan orang lain dan tidak pernah memaksa orang untuk mengikuti apa yang ia yakini. Kepala sekolah TK ini yang begitu akrab dengan anak kecil ini menjawab, “Agama sangat mutlak diperlukan dan agama yang sempurna adalah agama Islam. Dan manusia yang baik adalah yang beriman dan beramal shalih (yang paling takwa). “
Pengamat kota Jakarta ini yang wajahnya selalu muncul di Metro TV akhir-akhir ini untuk mengomentari masalah kemacetan jakarta yang tiada ujungnya, memiliki nama lengkap, Yayat Suprayatna. Selain sebagai kandidat doctor Sosiologi, ia juga berprofesi sebagai dosen Trisakti. Pria yang suka mengeluarkan istilah-istilah baru dan lucu ini menjawab, “ Tujuan beragama adalah untuk memperkuat value…keyakinan agama yang dijalankan dan diamalkan, tegakkan saja ajaran dan amalannya !”.
“Manusia yang baik adalah manusia yang hidup bak lebah “ jawaban yang singkat namun menarik ini berasal dari seorang pria yang sudah merasakan asam garamnya sebuah perjuangan dan pergerakkan. Aktivis yang juga anak band ini berasal dari Palembang namun banyak dipengaruhi oleh kegiatan inteletualnya dari Yogya. Pemilik nama Muhammad Daniel ini kupanggil dengan panggilan Nda, singkatan dari Kanda. Karena aku berharap bisa mencuri ilmu darinya sebanyak mungkin.
Bang Ginting yang kuanggap sebagai ayah ini banyak memberikan ilmunya mengenai bagaimana menjadi actor yang hebat diatas panggung. Banyak ilmu yang kuserap darinya, terutama mengenai geliat Kristen Protestan pada skala dunia dan khususnya di Indonesia. Ia memberi jawaban tentang manusia baik-baik adalah “ Manusia yang menjalani hidup dengan tulus, jujur dan setia pada keyakinannya”.
Sahabatku yang satu ini, tidak pernah akur dengan motornya. Berapa kali ia mengalami kecelakaan. Namun belum membuatnya jera. Masih saja ia suka ngebut. Namun bagiku, ia adalah sahabat yang pantas kuacungi jempol karena kesungguhannya. Fauzan Arif yang biasa kupanggil dengan panggilan Ozan ini sekarang menjadi orang penting di dunia bisnis property. Sayang sekali bukan di daerah Jakarta, padahal saya ingin memesan satu unit rumah padanya, (hee..), dengan sederhana namun yakin ia menjawab “ Manusia baik itu yang tidak menyakiti sesama dan bermanfaat dengan atau tanpa agama.”
Beda halnya dengan jawaban mas Bahrul , “Pastikan dulu agama mana yang benar menurutmu ?”, lelaki yang juga kukenal setahun yang lalu di Pare Kediri, yang masih keturunan pemilik pesantren ini, masih menyimpan pertanyaan-pertanyan yang kunjung usai untuk di perdebatkan. Namun saya sangat apresiasi dan mencoba mengajak pembaca untuk turut berdiskusi.
Mas Mirzan, lelaki yang membuatku tertawa sedih ketika melihat air wajahnya yang menggambarkan kesedihan yang begitu dalam, setiap menerima panggilan telpon dari ayah dan ibunya. Maka tak heran jika ia menjawab “ manusia yang baik selau menangisi bapaknya”. Actor yang sudah lama malang melintang mencicipi panggung ke panggung untuk pementasan teater ini, memiliki karakter yang khas dalam setiap perannya.
Lelaki berambut panjang dan memiliki 11 kelinci ini adalah pemain teater yang suka melakukan performance di jalanan, terutama di Jogja. Sekarang yang sedang sibuk dengan aktivitas kuliahnya yang sempat mengumpat-umpat jam kuliah pagi, karena baginya Jogja lebih indah untuk dinikmati di malam hari. Dan pagi baginya, adalah untuk tidur. Namun tuntutan untuk segera menyelesaikan kuliahnya begitu memaksa, sehingga pemilik nama Asep ini terpaksa memilih tidur setelah jam kuliah di sore hari. Ia menjawab, “Saya selalu membedakan antara agama sebagai sebuah kepercayaan dan agama sebagai institusi . dengan sendirinya manusia akan beragma jika ditinjau dari sudut pandang yang pertama “
Salah satu anggota LSM yang bergerak di bidang pendidikan milik pemerintahan Australia ini sempat menolak beberapa kali beasiswa pascasarjana yang ditawarkan oleh Australia, dengan alasan yang sangat pribadi. Aku memanggilnya dengan panggilan kak Suryadi, ia menjawab “ Adalah manusia yang tahu kebaikan dan mengamalkan kebaikan itu “
Rosit adalah sahabat yang tidak pernah kutemukan wajah cemberutnya. Karena dimanapun dan dalam kondisi apapun ia tak pernah memperhitungkan senyumannya, bahkan terkesan diobral. Saat ini ia tercatat sebagai mahasiswa pascasarjana Komunikasi Politik di UI. Aku mengenalnya ketika sama-sama mengikuti ujian masuk UI. Lelaki yang betah duduk lama di perpustakaan ini menjawab, “Manusia yang baik adalah manusia yang menjalankan sholat 5 kali dalam sehari dan suka senyum. Dan itu adalah aku “. Huuh narsis sekali nih orang.
Sahabat yang kukagumi karena sifat kesederhanaan ini akhirnya punya kekasih. Karena diantara sahabat yang lain, hanya aku dan dia yang belum punya kekasih. Meski pertemuan dengan kekasihnya melalui HP dan FB, tapi rasa persahabatannya masih kental. Hendro yang kukenal adalah lelaki yang sangat bertanggung jawab dan tidak begitu berambisi pada financial, saat ini bekerja sebagai security di sekolah global milik pemerintahan asing. Ia menjawab “ Selain Bergama, manusia yang baik adalah mensyukuri dan memanfaatkan nikmat yang diberi oleh Allah, yaitu nikmat akal dan iman”.
Dengan singkat jawaban dari mas Towil , “ Khairunnas anfa’uhum linnas”, ini merepresentasikan bahwa ia adalah manusia yang tidak ingin mempersulit apapun. Jika memang bisa dipermudah, ngapain dipersulit ?, begitulah kira-kira yang menjadi jargon lelaki yang sedang menunggu kelahiran anaknya yang ke-3 sambil membangun rumah yang tak jauh dari lembaga pendidikannya di Madura.
Wanita yang jatuh cinta bahkan ketagihan dengan tattoo ini kukenal ketika menghadiri acara peluncuran puisi wanita Indonesia di TIM. Dengan penampilannya yang cuek namun elegan, kami pun langsung akrab meski baru kenal. Saat ini ia memiliki butik di salah satu mall ternama di Jakarta Pusat. Baginya manusia baik-baik itu adalah “ Orang yang beragama belum tentu baik. Menurut saya orang baik selalu mengasihi, menghargai dan menghormati sesame dengan tidak memandang status, dan perbedaan agama”. Begitulah jawaban bak Flo, yang mengaku jarang melakukan kebaktian namun tetap khusuk bersosial guna mendapatkan inspirasi menciptakan puisi-puisi indah.
Berbeda dengan jawaban lelaki yang kupanggil dengan sebutan Ustad ini, Ust. Hadiri yang saat ini berkutat dengan teks-teks Arab untuk diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjawab, “ Tentu dalam artian beragama tidak semata formalitas tapi lebih pada moralitas . keberagamaan sebangun dengan kemanusian. Beragama berarti menjalankan fungsi kemanusiaan.”. jawaban ini sangat logis dan mudah dipahami bagiku.

To be continued …….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar