Kamis, 28 Oktober 2010

Manusia Baik-Baik …( 1 )

Berangkat dari komentar bunda Dorce mengenai kasus pemerkosaan Kyai Zainuddin MZ terhadap penyanyi dangdut, Aida Saskia, yang mengatakan “ Jika memang benar kyai Zainuddin itu, melakukan pemerkosaan terhadap Aida, ya.. itu manusiawi”. Begitu juga dengan pengakuan temanku yang dikemas dalam tutur cerita reflektif, bahwa tak sedikit dia bertemu dan bahkan memiliki hubungan yang begitu dekat dengan beberapa orang yang memiliki pengetahuan tentang agamanya yang begitu dalam dan luas, namun ketika dihadapkan pada ranah “liar” dan “nakal”, ia justru begitu sangat agresif layaknya orang yang lagi mabok karena alcohol atau narkoba. Alias tidak punya otak dan hati.
Sama halnya dengan apa yang saya alami dan saya perhatikan. Banyak saya temui dari beberapa orang yang dilegalkan secara de facto sebagai kawan dekat saya, yang tak jarang mengucapkan kalimat agama secara fasih dan lantang, bahkan kadang mengatasnamakan Tuhannya dengan menggebu-gebu, bahwa apa yang ia lakukan hanya untuk ibadah pada Tuhannya. namun pada kenyataannya, ketika mendapatkan peluang untuk melakukan kegilaan atau kenakalan, ia begitu antusias dan tak ingin membiarkan itu berlalu dengan sia-sia dihadapannya. Sekali diberi lirikan nakal, maunya minta lebih. Itu terjadi tidak hanya pada lelaki, wanita pun juga begitu.
Itulah mengapa kontradiksi diatas membuatku gelisah untuk mencari tahu jawabannya, apa sebenarnya manusia baik-baik itu ?. Maka untuk menghindari subjektifitas, maka aku bertanya pada kawan-kawanku, Apakah manusia yang baik itu adalah manusia yang beragama ?, jika tidak, apa menurutmu tentang manusia baik-baik itu ?
Pertama dari seorang wartawan senior Koran Yogyakarta, yaitu Koran Kedaulatan Rakyat yang sudah kuanggap bukan hanya sebagai guru tapi juga sebagai ayah. Bang Edi nama pena dari Zubaidi Roqib, yang berdomisili di Cileungsi Bogor bersama istri dan ke-3 anaknya, berpendapat ,” Saya tidak tau apakah sabda sang rasul – fadzafar bil dzatid bin taribat yadak- itu benar adanya, yang saya pelajari para Nabi dan Rasul pantang bersifat ‘kidzab’. Sabdanya pula, ‘Keindahan itu penting, track record itu perlu dan property harus diikhtiarkan” . itulah jawabannya yang membuatku harus membuaka kamus bahasa Arab.
Bang Zon, yang dikenal dengan panggilan akrabnya Ustadz Zon. Pria yang memiliki tubuh subur ini kukenal setahun yang lalu ketika sedang ngopi dan main music bersama teman-temanku di WAPO (Warung Pojok) Pare Kediri. Dengan khas intelektualnya, ia berpendapat “kalo tentang beragama atau tidak secara aksiomatik, dah jelas kawan. Makanya tak usah dijawabpun ada jawabannya, khoirunnas anfa’uhum linnas’. Jawaban yang singkat dengan ditambahi pertanyaan pribadi padaku, “ibumu sudah pengen cucu, kapan kau nikah, dek?”. Dan aku hanya bisa tertawa… hee
Lelaki yang berdomisili di Tangerang ini bersama istri dan kedua anak nya, disibukkan dengan mengajar dan memberikan ceramah agama sebagai media dakwahnya di berbagai daerah, maka kadang kupanggil dia dengan sebutan ustad. Ilmu tentang ikhlas yang aku pelajari dari lelaki yang bernama Zainuri ini, masih ku ingat. Maka tak segan aku pun meminta pendapatnya. Lalu ia menjawab, “iya, karena agama adalah tuntutan hidup manusia di dunia menuju kehidupan akhirat yang hakiki”.
Sederhana dalam apapun, baik bersikap, berfikir dan berbicara, lelaki ini kuanggap sebagai ayah. Ia adalah seorang actor teater yang cukup terkenal dan selalu kucuri ilmunya dengan diam-diam. Baru saja ia mentas di salihara bersama Teater Kubur berjudul ‘On-Off’. Meski aku tidak tahu nama aslinya , namun ia dikenal dengan nama, Andi Bersama, lelaki yang jatuh cinta pada kerupuk Madura ,oleh-oleh ku ketika pulang dari Madura. Dengan nada serius namun berhasil membuatku tertawa terpingkal-pingkal ketika membaca jawabannya “Ok Non, beritahu pacarmu bahwa manusia baik itu dikau. Dia sedang mengujimu kelak sebagai istrinya, amien” haaaa….. sapa yang mau pacaran..? haaa
Wanita yang satu ini, membuatku selalu harus mengepalkan tangan sebagai bentuk apresiasi kehebatannya dalam menghadapi hidup. aku banyak belajar darinya tentang perbedaan antara tulus dan ikhlas. 5 tahun aku bersahabat dengannya tak pernah kudengar sedikitpun ia mengeluh dan menuntut. Ia selalu optimis dan tersenyum. Tgl 22 oktober besok, ia menjalankan ibadah haji bersama kedua orangtuanya, yang kebetulan pemilik pesantren yang cukup besar dan terkenal di Madura. Azizah yang kukenal memiliki pemikiran yang liberal namun berpenampilan konvensional ini menjawab “Orang baik itu tidak harus beragama. Orang baik itu adalah orang yang bisa beradaptasi dengan sekitarnya”. Jawaban yang sangat singkat dan padat.
Pengusaha Rumah makan padang di Bandara Sukarno Hatta ini yang cukup sukses, juga memiliki tawa yang khas dan menggelikan. Bang Andre yang memiliki nama panjang Andriyanto, menjawab “Sejak nabi Adam, tiap kebaikan pasti terlahir dari tuntutan agama. Celakanya orang yang sering bertanya hal tersebut setelah ia terlahir dari orangtua yang beragama, kalo tidak pasti dia akan menjadi orang yang hidup di hutan dan tak mau berbusana”. Jawaban yang membuatku harus berulang-ulang membacanya, akhirnya mendapatkan jawaban yang pas setelah bang Andre menelponku dan menjelaskan secara rinci dengan nada marah… ampun deh bang !
Bak Hafiyah, adalah mbak angkatku yang berasal dari Pakong, Pamekasan Madura. Ia tinggal bersama keluargaku sejak aku masih duduk di bangku SD. Setelah tamat di bangku pasca sarjana jurusan bahasa Inggris di UNMU Malang 2003, ia menikah dengan pria pilihannya. Itulah mengapa terjadi konflik kecil dengan ayahku. Namun lebaran kemaren, setelah 7 tahun, wanita yang baru saja lulus tes sebagai Pegawai Negeri ini, membuatku dan keluargaku termehek-mehek melihat ia dipeluk oleh ayahku. Dengan singkat, Ia menjawab pertanyaanku, “Iya, seperti manusia yang dalam hatinya ada rasa taqwa dan selalu ingat pada Allah”.
Lelaki berkaca mata ini, yang biasa dipanggil sebagai staf ahli di kelas pasca sarjana Sosiologi, karena memiliki spesialisasi di bidang survey mengaku bahwa ia kewalahan menghadapi tugas-tugas kuliah, yang notabene saat ini ia menjalani double degree di Jawa Tengah, kampusnya yang dulu. Pemilik nama Chasidin ini menuntut teman-teman kelas untuk memanggilnya dengan panggilan Chesy, dengan alasan biar lebih keren. Ia menjawab “ Bahaya tuh orang baik-baik. Orang beragama belum tentu baik. Orang baik belum tentu beragama. Begitu juga sebaliknya”.
Bak Titin, begitulah aku memanggilnya. Kakak kandungku yang ketika kuliah S1 di UIN Malang memiliki track record sebagai aktifis organisasi HMI, yang memiliki kepedulian tinggi terhadap isu-isu Gender. Ibu dari ponakanku, yang bernama Iyung ini, sekarang disibukkan bukan hanya sebagai Penyuluh di KUA tapi masih aktif menjadi pembicara di Organisasi HMI ketika acara LK. Pemilik nama lengkap, Nora Hidayatin ini menjawab “Manusia yang baik adalah manusia yang dapat memberikan manfaat bagi sesama makhluk hidup. Tentunya manfaat yang baik , dan jika manusia itu tidak ada, maka orang disekitarnya akan merasa kehilangan”.
Sang Aktor yang namanya sudah tidak asing lagi di dunia teater Indonesia ini, selalu memberiku inspirasi dari cerita pengalaman hidupnya yang sangat dinamis. Pemilik nama Didi Hasyim ini tidak pernah memilih-milih orang sebagai temannya. Ia menjawab, “Manusia yang baik adalah manusia yang berjalan sesuai dengan hati nurani. Dia tau salah dan benarnya”.
Mas Whien, adalah pria yang kukenal melalui jejaring social, facebook. Kami belum pernah bertemu hingga saat ini, namun persahabatan yang kami jalin begitu indah. Berharap suatu hari bisa bertemu dan berbagi cerita. Bagiku sahabat yang baik adalah orang yang tidak pernah mengeluh dan menuntut, itulah yang kutemukan di diri mas Whien. meski kadang aku jarang membalas sms atau mengirimi sms, namun mas whien selalu berfikir positif padaku. Terbukti dia menjawab pertanyaanku dengan sederhana, “manusia yang baik adalah manusia yang mampu menjadi dirinya sendiri”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar