Kamis, 28 Oktober 2010

Langit itu adalah Malaikat..

Ini adalah kisahku..
Tidak pernah aku salahkan pada siapapun dan pada apapun, tentang kesendirianku. Ini adalah pilihan dan hanya sebuah pilihan. Pulang kuliah, ingin rasanya segera tiba di rumah. Hanya untuk ingin sendiri. Inilah nikmat yang selalu ingin kusyukuri. Setiap detik. Setiap malam. Karena aku ingin berbicara dengan malaikatku.

Kalau kata orang, malaikat selalu berada di samping kita, dan selalu menemani kita kemanapun kita berada, maka tak salah jika aku selalu berbicara padanya, hanya sekedar menawar kan sekerat roti bakar yang hampir gosong dan segelas teh hangat yang nikmat padanya. Ia pasti menggelengkan kepalanya sambil mengernyitkan dahinya dan berbisik dalam hati kecilnya dengan pertanyaan bodoh “ apakah wanita ini bisa melihatku ? kenapa ia menawarkanku untuk makan?”.

Aku hanya bisa tersenyum dan tertawa geli melihat tingkah bodohku. Jika memang malaikat itu adalah lelaki, maka aku bangga dan senang menjadi wanita. Karena malaikat tak pernah meninggalkanku sendiri. Ia selalu ada di sampingku bahwa sering memelukku ketika aku tertidur.

Hinggaa suatu hari, disaat pagi. Saat kubuka mata dan menggeliat. Aku mendengar suara berisik di dapur. Jantungku berdegup keras dan ketakutan menggerogoti rasioku. Sekejap dengan pelan ku langkahkan kaki dan mengintip dari pintu kamarku.
Kulihat sesosok lelaki di depan kompor sedang memasak. Sekejap dengan tiba-tiba ia memalingkan tubuhnya ke arahku. Aku segera sembunyi dengan degup jantung yang terus memburu. Lalu kudengar suara lelaki itu dengan jelas “Selamat pagi Nov, kau sudah bangun ?, solatlah dulu!, lalu kita sarapan bareng, aku sudah membakar roti untukmu!”.

Aku masih diam membisu dan takut. Entah pertanyaan ini untuk hati atau otakku, tentang siapa lelaki itu ?. ku coba untuk acuhkan dan pura-pura rileks sambil menenangkan diriku dengan mengeracau “ini pasti mimpi”, berulang kali bak dzikir. Ku coba langkahkan kakiku ke kamar mandi dan berwudhu lalu solat subuh. Berharap ini semua sudah berakhir. aku menghela nafas dan meletakkan mukenaku di gantungan. Lalu aku berjalan ke ruang tamu untuk olahraga kecil, namun sosok laki-laki itu duduk manis dengan senyum yang indah. Mataku melotot dan detak jatungku tiba-tiba terhenti. Segera ku kembali ke kamar tidurku sambil mengunci kamar dengan keras. Aku masih berada di pintu sambil menutup mulutku. Tiba-tiba suara ketokan pintu membuyarkan kesadaraku dan ketakutanku.

“ Nov….Nov…! buka pintunya! Ayo jangan sembunyi! Roti bakarnya kalo dingin, jadi gak enak nih “. Suara lelaki di balik pintu itu masih membuatku ketakutan. Beberapa kali aku mengusap-mengusap wajahku dan mencubit lenganku. Berharap ini hanya sebuah mimpi, namun tetap tak berhasil. Kuhela nafasku dan ketelan ludah keringku sambil kuhempaskan nafasku dan menenangkanku. “okey ! aku harus tenang ! bagaimanapun aku harus hadapi ini”.

Palan-pelan aku keluar kamar dan menuju ruang tamu. Kupaksakan senyum yang tak begitu lebar padanya. Ia hanya tersenyum dan memperbaiki duduknya, sambil menyilahkanku untuk sarapan.

“Hem.. akhirnya kau keluar juga Nov, aku sudah membuatkanmu roti bakar dan segelas teh hangat untukmu, kita sarapan yuk !” ia berkata seakan-akan sudah kenal dan bahkan akrab denganku. aku duduk dengan perlahan mendekatinya dengan ketakutan yang tak kunjung usai sambil tersenyum yang memaksa.

Ku ambil segelas teh hangat dan meminumnya sambil melirik pada lelaki itu, yang masih saja tersenyum padaku. Tiba-tiba ia menyodorkan tangannya untuk membantu untuk meletakkan gelas yang masih berada di tanganku. Aku masih ketakutan dan pura-pura tenang.

“Boleh kutanya sesuatu ?” kuberanikan diri untuk bertanya meski perlahan

“Silahkan !”.

“Apa yang kau lakukan disini ? da..aaann siiii…apa kamu ?”. aku sedikit gugup dan terbata, namun lelaki itu tersenyum dan mencoba mendekatiku. Aku segera mundur dengan tangan bersilang selayak pendekar yang siap-siap melawan musuh dengan teknik bela diri.

“ Hem… apakah kau tak mengenaliku ? atau kau hanya pura-pura tidak tau ? aku adalah malikatmu, Nov. yang setiap pagi kau tawarkan roti bakar dan segelas teh hangat. Yang setiap malam kau panggil aku untuk memeluk tubuhmu hingga kau tertidur. Yang menjadi teman curhatmu ketika kau lelah dan sedih. Lalu mengapa kau masih bertanya tentang aku ?”.

“Aaa….ku masih belum mengerti, aa…apa yang kau maksudkan itu ?, malaaikat ? kkkaaauu malaikat ? tapi mengapa kau ada sini ? mengapa aku bisa melihatmu ? bukankah yang kutahu, kau tak bisa dilihat oleh manusia ?”. ketakutan dan kewaspadaan masih menyelimutiku….

“ Hem.. ya, mengapa aku disini ? mengapa aku bisa terlihat olehmu ? karena aku ingin bersamamu… aku jatuh cinta padamu…..” lelaki itu mendekatiku dan segera kuambil sapu yang berada tepat di belakangku dan menyodorkan padanya. ia hanya bisa tersenyum dan tertawa geli…

“ Tak kusangka, Novi yang ku kenal sebagai wanita periang dan pemberani, ternyata penakut pada pria yang jatuh cinta padanya”. Mendengar responnya yang merendahkanku, aku langsung meletakkan sapu dan mencoba menantangnya dengan meletakkan kedua tanganku di pinggang.

“Siapa yang takut ? Aku ? haah… kau salah, aku tak takut, aku hanya waspada saja, siapa tau kau maling yang pura-pura mengaku sebagai malaikat”. Lelaki itu tertawa lepas dan aku segera menutup mulutnya dengan tangan kananku, dan telunjuk kiriku merapat di mulutku sebagai tanda jangan ramai.

“Novi…Novi.. apa perlu ku bongkar semua rahasiamu selama ini ? hanya untuk membuktikan siapa aku yang sebenarnya ? kau adalah wanita yang tidak jujur. Kau adalah wanita yang selalu ditinggal oleh lelaki. Kau adalah wanita yang………”, aku segera menyumbat mulut lelaki itu dengan roti bakar agar berhenti mengeracau…..

“Okey, aku percaya padamu. Tapi ….mengapa kau ada disini ?”.

“ Sudah kukatakan sejak awal padamu, aku disini karena aku jatuh cinta padamu. Aku ingin menjadi lelaki yang mengusap air matamu. Aku ingin menjadi lelaki yang bisa memberikan pundakku untuk kau sandar. Aku ingin menjadi lelaki yang bisa memberikan paha untuk kau jadikan bantal sebagai pelepas lelah. Aku ingin menjadi lelaki yang selalu mendengarkan ceritamu. Aku ingin menjadi lelaki bisa bercanda setiap hari denganmu. Aku ingin menjadi lelaki yang bisa mengenggam tanganmu ketika kau kehujanan di jalan. Aku ingin menjadi lelaki yang bisa memelukmu hingga kau tertidur. Aku ingin menjadi lelaki yang…..”

“Stop…!! Jangan teruskan..! sekarang aku ingin bertanya padamu, apakah Tuhan tahu kau ada disini ?”. Ia menyadarkan punggungnya ke dinding dan menengadah ke atas sambil tersenyum.

“ Tuhan pasti tahu, meski aku tak pamit. Tapi dia tak akan pernah marah pada apa yang menjadi keputusanku. Mungkin, Dia justru tersenyum karena aku saat ini bersama dengan orang yang tak salah. Sudahlah…! Tak perlu kau pikirkan hal itu, kita makan saja yukk !”. Ia mengambil segelas teh hangat dan meminumnya. Aku masih terpaku bak patung yang dihujani pertanyan-pertanyaan di otakku.

“Tunggu dulu ! kau tau namaku, tapi aku tak tahu namamu. Masak aku panggil kau malaikat ? ini tak adil “. Dia kembali tersenyum dan mendekatiku

“Hem.. kau ingin memanggilku apa ?”

“ Aku …?”

“ Iya..”

“Hem….. (sambil berfikir dan mengerakkan telunjuk di kepalaku), bagaimana dengan Langit ?”

“Langit ? kau ingin memanggilku, langit ?”

“Iya…lucu kan ?”

“hem….. oke.. kau boleh memanggilku apa saja yang kau mau “.
Aku tersenyum dan mengambil roti bakar yang dari tadi kucuekin. Dia hanya memandangku bahagia, dan aku pun juga tersenyum.

--------------------------------
Hingga saat ini aku dan Langit selalu bersama meski tak ada seorapun yang bisa melihatnya…..

Gunuk, 01 Oktober 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar