Kamis, 28 Oktober 2010

M 4 7 4 7 AK

Begitulah nama motorku. Sesuai dengan plat nomernya. Ia ada bersamaku sejak 4 tahun yang lalu. Setelah usaha yang begitu menguras emosi, akhirnya ayahku mengirimkan motor untukku dari rumah. Sudah sekian lama aku meminta motor pada orangtuaku, dengan alasan untuk mempermudah proses belajarku yang ketika itu aku sedang menempuh double degree antara UIN di Ciputat dan ICAS Paramadina di Pondok Indah, namun ibuku yang lebih didominasi oleh rasa takutnya, tidak mengizinkan ayahku untuk mengirimkan motor untukku. Hingga suatu ketika, saat aku divonis gejala ginjal, mau tak mau aku harus memaksa ayahku untuk mengirimkan motor untukku. Dan walhasil, aku punya motor.
Motorku berwarna hitam bermerk Shogun dari Suzuki tahun 2003. Sejak punya motor aku menjadi paham tentang dunia perbengkelan khusus motor. Bahkan aku pun tahu oli mana yang cocok dan pas untuk motorku. Pernah suatu kali, saking ingin keren-nya, ku coba menggunakan oli yang paling top, namun bukannya tambah enak, tapi malah rusak dan aku harus menguras dompet untuk memperbaiki motorku. Ternyata oli itu bukan bagus atau tidak bagusnya untuk motor, tapi harus sesuai dengan merk-nya.
Sejak motorku datang ke Jakarta,tak pernah ku ubah-ubah bentuknya atau sekedar mempercantik penampilannya. Dengan satu spion, motorku tak pernah ditilang. salah satu kawan lelakiku yang pernah menjaganya ketika aku harus keluar kota dengan waktu yang lama, pernah mencoba membelikan spion baru pada motorku, namun tidak bertahan lama, salah satu spion itu terjatuh tanpa sebab. Hingga akhirnya aku berkesimpulan, jangan-jangan motorku memang lebih suka menggunakan satu spion.
Setiap dua bulan sekali aku selalu membawanya ke bengkel untuk di service dan setiap 2 minggu sekali aku membawanya ke tempat steam motor. Namun tak jarang pula aku melanggar disiplin itu. kalau duitku lagi seret, aku pun kadang mengorbankan motorku untuk tidak di service dan ditunda untuk bulan depan. Atau kalau motorku masih keliatan bersih, maka kadang kala sampe sebulan baru aku cuci. Namun saat ini karena rumahku yang baru sudah tersedia kran untuk mencuci motor di halaman depan, maka aku pun jadi rajin untuk mencuci motor.
Pada perjalanannya, ketika aku mendapatkan mata kuliah Filsafat Islam, yang mengatakan bahwa semua benda mati yang berada di disekitar kita adalah makhluk Tuhan juga. Mereka juga punya jiwa dan hati, Maka perlakukan lah mereka selayak makhluk hidup lainnya. Jika kita memukul pada sesama manusia, dan itu adalah perbuatan yang tercela, maka jangan sampai kita melakukan hal itu pada benda mati yang ada di sekitar kita. Jika kita tidak suka di sakiti atau di cuekin, maka jangan pula menyakiti atau tidak peduli pada benda mati di sekitar kita, terutama benda-benda yang sudah menjadi milik kita, dan juga yang ada di rumah kita. Minimal kita bisa mengucapkan kata ‘terima kasih’ untuk benda-benda milik kita.
Dari konsep diatas itulah yang kemudian menjadi alasanku untuk selalu bersikap baik pada benda-benda milikku, terutama dengan motor. Motorku yang selalu bersedia dengan ikhlas menemani kemana pun aku pergi. Entah jauh atau dekat. Kadang kami kehujanan. Kadang pula kami kepananasan. Pernah kami harus melewati lumpur yang kotor dan pernah pula kamu harus melewati jalanan yang penuh dengan batu-batu besar dan keras. Maka tak jarang aku mengelus motorku sambil berkata “ sabar ya, aku tau kamu hebat, jadi mari kita lewati semua rintangan ini bersama-sama”.
Saat kami terjebak macet, seringkali aku mengelus motorku dan mencoba untuk menghiburnya dengan bernyanyi. Kadang pula aku bercerita tentang semua hal padanya. pernah suatu kali ketika aku bersedih,entah karena tertolak, atau karena gagal, aku pun curhat dengan motorku sambil mengelilingi kota Jakarta. Tak enggan pula seringkali aku perkenalkan sahabat-sahabatku yang juga naik di atas motorku. Dan hingga saat ini, motorku adalah sahabatku.
Ketika malam hari, sengaja aku tidur di ruang depan, hanya untuk menjaganya, khawatir berpindah pemilik. Motorku yang kuparkir di depan rumah kadang membuatku meringis dan iba. Maka ku letakkan payung dan jas hujan untuk menutupi tubuhnya agar tak merasa kedinginan dan kepanasan. Dan Setiap kali secara tak sengaja aku menyeggol motor lain atau benda lain, aku selalu meminta maaf pada motorku sambil mengelusnya. Itulah kisahku dengan motorku.
Saat ini, aku merasa bersalah pada motorku. Sudah 2 bulan lebih motorku tak pernah di service. Sehingga olinya sering bocor dan kecepatan motorku semakin berkurang. Namun pada bulan ini, pengeluaranku cukup buanyak untuk keperluan kuliah. Hingga tak mampu untuk sekedar membawa motorku ke bengkel. Aku selalu mengelus motorku sambil menceritakan alasanku, mengapa aku tak bisa memenuhi kebutuhannya untuk di service. “sabar ya “. Begitulah pesan singkatku padanya, namun aku berjanji padanya, bahwa ketika aku mendapatkan duit, aku pasti langsung membawanya ke bengkel untuk di service. Janji !
“Makasih Motorku… kau bukan lagi sebagai orang lain bagiku, tapi kau telah menjadi sahabatku yang tak punya jarak. Jangan pernah bersedih, karena aku selalu di dekat mu….”.

Gunuk, 08 Oktober 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar