Rabu, 23 Maret 2011

Aku dan Takut…

Baru saja aku menonton film yang sejak kemaren ingin ku tonton namun tak pernah ada waktu. Film itu berjudul “No Strings Attached” yang diperankan oleh Natalie Portman dan Ashton Kutcher. Dan ketika ku tonton film itu, aku merasa sedang bercermin, saat melihat Natalie memainkan perannya sebagai wanita yang takut untuk menjalin sebuah hubungan dengan pria yang memang benar-benar mencintainya, sehingga ia memilih untuk pergi dan menghilang.
Seketika itu aku teringat pada salah satu sahabatku yang sudah kuanggap sebagai kakakku, yaitu mas Sidiq. Sahabat yang tak sengaja ku kenal di Jogja dan kini sedang berbahagia karena kelahiran putrinya beberapa bulan yang lalu. Ia memang tak lama menjadi sahabatku namun serasa sudah akrab dan begitu sangat mengenalku. Karena ketika semua orang mengatakan bahwa aku adalah wanita hebat dan cerdas lalu aku bangga dengan itu semua, namun mas Sidiq dengan lembutnya berkata di salah satu status Facebookku ,”Kau hanya seorang penakut, Nov. Takut untuk menjalin sebuah hubungan dengan seorang pria”. seketika itu aku malu, diam, dan tersungkur sambil menganggukkan kepala, “Kau benar mas…..”
Berbeda dengan ayahku. Meski kami tidak begitu akrab, tidak pernah berbicara, tapi aku yakin, bahwa yang hanya mengenalku dengan benar dan tepat hanyalah orangtua ku sendiri. Terbukti ketika di acara pensiunan Ayahku sebulan yang lalu, banyak orang, baik dari kolega ayahku, keluarga besarku (sanak family) dan keluarga sahabat-sahabat ayahku yang sudah sangat akrab dengan keluarga kami, mengajukan sebuah pertanyaan yang tak jauh dari statusku yang masih sendiri dan belum menikah selayak koor , “Mana pacarnya ?”, “sekalian aja acara pensiunan ayahmu dibarengi dengan acara pernikahanmu”, “ Jangan sekolah terus dong ! nikahnya kapan ?”. aku hanya bisa tersenyum sambil bercanda menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka, “ Iya nih, masih sendiri. Cari’in dong ! habis laki-laki ga ada yang mau sih ?!”. Namun tiba-tiba, ayahku menarik lenganku dan masuk ke kamarnya. Beliau hanya memandangku cukup lama dan hanya berkata, “Jika ingin menangis, menangislah, Buya hanya punya pundak”. Seketika itu aku langsung menangis kencang namun tertahan dan tersungkur di pelukan ayahku sambil berbisik, “Aku takut, yah… takut…takut sekali”.
Begitu juga dengan sahabatku, Dida yang selalu mengejek dan menghina statusku dengan tujuan agar aku bisa menghilangkan ketakutan yang ada dalam diriku. Banyak nasehat dan saran yang ia berikan padaku agar aku mampu dan berani mengambil sebuah keputusan untuk menjalin sebuah hubungan dengan pria.”Kau tahu Nov?, manusia pengecut dan pecundang adalah manusia yang tak berani mencoba untuk menjalin sebuah hubungan yang serius. Karena ia tak ingin kehilangan dirinya sendiri dan itu sungguh sangat sangat sangat egois. “. Aku hanya diam sambil menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku dan bergumam, “ So…? Apa yang harus aku lakukan, Did?”
Sahabatku yang lain yang sudah kuanggap sebagai kakak kandungku sendiri, yaitu Kak Rintis telah membuatku malu dan hina. Sudah berapa kali ia menjadi ‘tempat sampah’ tentang cerita laki-lakiku. “Mbak..! aku lagi jatuh cinta. laki-laki itu sangat tepat untukku. Dan aku sangat mencintainya”, namun ia tak peduli dan langsung mendekatiku dengan wajah yang datar, “Sudah ceritamu ? ga ada yang lain ? mau berapa lagi saya harus mendengarkan cerita tentang laki-lakimu dengan cerita yang sama, tapi ga ada realisasinya. Ga ada buktinya. Sudah hukum alam bagimu, Nov. kamu mencintainya lalu Kau kejar dia hingga dia pun jatuh cinta padamu, tapi setelah itu, kau malah menghilang pergi bersama ketakutanmu ! hufh ingin rasanya aku merekam setiap ceritamu, hingga jika suatu ketika kau datang dengan cerita yang baru, maka akan aku putar rekaman itu. udah basi ! basi, Nov!”. aku hanya bisa menatap dengan wajah pengharapan dan malu, “Maafkan aku, bak…..”.
___________________________________________
Inilah kisahku.
Beberapa tahun yang lalu
Ketika itu, aku menyukai seorang pria. ia lucu dan cerdas. Ia baik dan tampan. Ia nakal dan lembut. Itulah alasanku mencintainya. Itulah tujuanku mengejarnya. Itulah harapanku untuk memilikinya. Itulah keinginanku untuk menerima cintaku. Setiap hari aku seperti orang gila dan orang mabuk yang selalu tersenyum-tersenyum sendiri ketika sedang bercermin. Kadang tiba-tiba aku menjadi pelupa. Lupa meletakkan buku di kamar mandi. Lupa membayar nasi uduk dengan kertas. Lupa jumlah raka’at ketika solat. Lupa dimana kamar mandiku yang harus menghidupkan motorku. Aahhh….. aku sedang jatuh cinta. maka tak salah jika aku mengejarnya.
Beberapa hari kemudian
Demi cinta, maka ku lepaskan baju ke-gengsianku, baju rasa malu-ku dan baju rasa takutku. Aku menelponya. Mengiriminya sms setiap hari. Kukatakan padanya bahwa aku sungguh sangat sangat sangat sangat mencintainya. Kumanjakan ia dengan kata-kata. Kusiapkan sarapan untukknya dan kusiapkan diriku menjadi pendengar setia di setiap cerita dan keluh kesahnya. Aku hanya ingin ia tahu, bahwa aku selalu ada untuknya. Maka aku pun selalu ingin bertemu dengannya dan kukejar ia, meski harus keluar kota. Ternyata cinta itu butuh pengorbanan, termasuk harus berkorban financial. hem
Beberapa minggu kemudian
Ternyata usahaku tak sia-sia. Cintaku pun terbalas. Ia mulai menunjukkan rasa suka dan respekya padaku. ia sering menelponku. Mengirimiku sms meski hanya menanyakan kabar dan posisiku. Bahkan mengajakku untuk bertemu walau hanya makan malam. Aahh.. sungguh sangat menyenangkan. Aku begitu bahagia. Ia juga mulai bercerita tentang keluarganya dan rahasianya padaku…hem. Inilah kebahagiaan yang tiada nilainya bagiku.
Beberapa bulan kemudian
Ragu dan takut mulai mengganggu mengrogoti daya nalar dan hatiku. Aku pun menjadi gelisah dan bingung. Ku coba berbicara pada bayangku sendiri di cermin, “Hai…!” sambil tersenyum, “aku mencintainya, ia mencintaiku, so…..?”, aarrggghhh…… aku hanya bisa mengacak-acak rambutku dan diam sambil memegangi kepalaku……”Oh God ! lahirkan aku kembali, please !”. sehingga aku pun memilih untuk diam dan menghilang darinya… no call…. No sms… no meet… and no respect….so ? aku pun harus pergi dan melupakan semuanya lalu membuat kisah yang baru bersama pria yang baru. Dan begitu seterusnya dengan cerita yang sama..
Hari ini…
Ya, hari ini aku bertekad untuk mengatasi ketakutan yang ada dalam diriku. Apakah aku harus menghilangkannya?, apakah aku harus menikmatinya ?, apakah aku harus mempertahankannya?. Sementara ini aku hanya bisa jujur dengan menulis. semoga tak menjadikan aku tolol dan goblok…

Gunuk, 27 Februari 2011. 02.48

Tidak ada komentar:

Posting Komentar