Rabu, 23 Maret 2011

Suatu Kisah 33 Jam di Jogja (Sebuah Sinopsis)

21.00-11.00 : Jakarta-Jogja dengan kereta Progo
“ Ternyata rencana yang tertunda atau bahkan rencana yang gagal, berdampak sistemik pada psikologis dan juga aktifitas yang ingin dilakukannya….itulah mengapa saya memaksakan diri untuk berangkat ke Jogja, meski beli tiket ke calo dengan harga 2 kali lipat, penumpang yang padat dan kereta yang terlambat 3 jam tiba di Jogja”
11.00 : Bertemu sahabat
“Tidak ada persahabatan yang sejati di dunia ini kecuali hanya bagaimana cara mempertahankannya. Ternyata komunikasi melalui Hp tidak cukup, itulah mengapa kita harus bertemu”
12.00
“Karakter seseorang itu juga berdasarkan pada urutan anak dalam keluarga”
13.00
“ Seseorang yang marah, ngambek dan merajuk, sebenarnya bukan benci pada kita, tapi justru ada rasa yang lain, yang lebih besar daripada yang kita bayangkan”
14.00
“Menulis itu bukan persoalan ‘Bagaimana’ atau ‘Mengapa’ dan ‘kapan’, tapi ‘apa’ yang membuatmu gelisah”
15.00
“Tidak ada jodoh yang datang dengan ujug-ujug, semuanya adalah sebuah proses karakter yang kita bentuk sendiri dan juga adanya campur tangan Tuhan”
16.00 : di Raminten
“Kebebasan itu adalah melakukan hal yang bisa atau mampu dilakukan, bukan melakukan hal yang diinginkan”
17.00
“Seseorang yang mendominasi pembicaraan dalam sebuah obrolan adalah seseorang yang sebenarnya tidak ingin belajar dan takut kehilangan poweritasnya”
18.00
“Kebenaran itu adalah sesuatu yang diyakini, bukan karena kebetulan benar dari apa yang di ramalkan atau di prediksikan”
19.00
“Prediksi berasal dari teori-teori yang baku, sedangkan ramalan berasal dari pengalaman. Namun pengalaman bukan dinilai dari banyak lamanya melakukan suatu hal , tapi seberapa banyak mengambil pelajaran dari apa yang sudah dialaminya”
20.00 : di café Semesta
“Jika kau belum tuntas mengejar kesempurnaanmu, maka jangan pernah menghentikannya, karena bisa jadi kau akan terus mengejarnya hingga harus mengorbankan aturan dan tradisi yang telah berlaku. Dan itulah mengapa kesempurnaan menjadi hal yang tabu dan bersifat ketagihan”
21.00
“Mencintai itu seperti mencari pohon paling tinggi di Hutan. Ketika kau menemukan pohon yang tinggi di awal, maka masih ada kemungkinan kau menemukan pohon yang lebih tinggi lagi di dalam hutan. Sedangkan pernikahan itu adalah seperti mencari pohon paling besar di hutan. Ketika kau menemukan pohon yang paling besar di awal, maka belum tentu kau akan menemukan pohon yang lebih besar lagi di dalam hutan, karena tingginya pohon dapat di lihat dari luar hutan sedangkan besarnya pohon tak dapat terlihat dari luar hutan”
22.00
“Sebenarnya apa yang ada di dunia ini adalah sama, yang berbeda hanya cara berfikir kita sebagai manusia melihat sesuatu yang sama”
23.00
“Tidak ada kebahagiaan yang butuh pengorbanan, sebagaimana mesin motor yang harus berproses dan mengeluarkan asap melalui knalpot yang sangat merugikan alam dan manusia yang ada di sekitarnya”
24.00
“Menggambarkan wanita itu gampang, cukup kau lihat kerelaan ibumu ketika harus mengandung, melahirkan dan merawatmu. Dan menggambarkan laki-laki itu sangat mudah kecuali menganalogikan pada manusia”
01.00
“Prinsip hukum penghargaan yang paling sederhana dapat dipahami dengan cara memperlakukan diri sendiri sebagaimana kau ingin diperlakukan oleh orang lain”
02.00
“Menikah itu bukan persoalan cinta atau sayang saja, tapi juga butuh persiapan”
03.00
“Memang betul, ketika kita mencintai, maka selamat datang pada penderitaan, namun dengan dicintai, sebenarnya kita akan merasa berada pada penjara yang membuat kita tak mampu melakukan apa-apa selain takut untuk menyakitinya”
04.00 : di depan mini market dengan sebotol bir Heineken dan 2 bungkus rokok mild yang berbeda
“Sebenarnya kita tidak nakal, hanya saja, ini adalah kutukan dari anak kedua, yang suka menampung dan mengayomi hingga tak mampu mengatakan kata ‘tidak’ pada setiap orang yang datang pada kita”
05.00
“Ketika kita mencintai seseorang, maka sebenarnya kita justru tidak mencintai. Yang terjadi hanyalah ketertarikan saja, kecuali setelah memilikinya dan hidup bersamanya, yaitu ketika kelemahan dan keburukan kita terbuka dan terisi oleh pasangan kita”
06.00 : di kamar tanpa lampu
“Sudahlah! Aku sudah bosan dengan ini semua. Mengapa kita tidak mencoba hal yang lebih menantang saja. Kita sama-sama telanjang dan berada dalam satu selimut namun tidak perlu bersentuhan”
06.30
“Itulah mengapa aku tak mau hidup denganmu, karena ketika kau bilang pada istrimu kelak, harus siap kehilangamu di medan perang, maka sebenarnya, aku bukan hanya tak mampu kehilangamu tapi juga tak ingin kehilanganmu”
07.00
“Kebahagiaan itu sungguh menyiksa. Hanya karena kau ingin aku klimaks, maka kau korbankan dirimu untuk tidak klimaks, dan itu hanyalah karena kita sama-sama anak kedua, yang suka mengalah”
07.30
“Pura-pura bodoh itu sangat tipis perbedaannya dengan pura-pura pintar”
08.00
“Bego’ itu bukan hanya tak mampu lagi berbicara, tapi juga selalu mengulang kalimat yang sudah dikatakan berkali-kali”
09.00 : di Pasar minggu UGM
“Aku suka dengan orang yang mengatakan kata ‘tidak’ dengan tegas, daripada mengatakan kata ‘iya’ sementara hanya ingin menghargai, karena aku sudah sering melakukan itu”
10.00
“Pernahkah kau menghubungi seseorang, ( kekasihmu atau sahabatmu atau keluargamu) yang hanya ingin menanyakan kabar mereka atau hanya ingin mendengarkan suara mereka saja, sementara kau sedang memiliki masalah dan tak ingin kau ceritakan pada mereka ?, ya, aku tidak pernah, tapi sering”
11.00
“Kesuksesan sejati itu adalah kerelaan seseorang untuk mensukseskan orang lain”
12.00 : Di kos
“Karena aku hidup hanya untuk hari ini, maka kadangkala saya sering lupa dengan kejadian yang baru saja terjadi dan tidak pernah merasa khawatir dengan apa yang terjadi di kemudian hari, bahkan satu menit yang akan datang”
13.00
“Kita tidak pernah bisa melihat dan menemukan celah sekecil apapun yang menunjukkan bahwa Tuhan tidak mencintai kita. Jika kita menemukannya, yang rusak adalah mata hati kita”
14.00
“Hujan membuat tidurku terganggu dan nyenyak”
15.00
“Aku melihat masa laluku di dirimu, itulah mengapa aku tak berani untuk memberikan komentar bahkan menghakimimu. Biarlah kau nanti tau dengan sendirinya, bahwa itu tak baik”
16.00 : di stasiun Lempuyangaan
“Aku hanya bisa memadang wajah kalian dan tersenyum sambil berbisik dalam hati ; ‘ Makasih cinta…….’,”
17.00
“Jangan biarkan aku menangis, pulanglah! Jangan menunggu keretaku pergi ! “
17.00-04.05 : Jogja-Jakarta dengan berdiri semalaman tanpa tempat duduk di kereta Progo
“Jika aku mati nanti, aku tak pernah menyesal karena hal ini”
Ket : silahkan menunggu kisahnya !!!!

Gunuk, 7 Maret 2011. 14.59

Tidak ada komentar:

Posting Komentar