Rabu, 23 Maret 2011

Perselingkuhanku yang kedua

Di rumahku
Setelah kami berada pada kelelahan dan kenikmatan
“Peluk aku, Nov!”. aku memeluknya dengan perasaan tanya
“Ada apa, kak ?”
“Ga da pa pa.. aku hanya ingin di peluk. Dan jangan tanya lagi!”
Kami saling berpelukan dan diam tanpa kata seperti orang bego
“Ku buatkan kopi untukmu !”
“Tar aja… 5 menit lagi ! aku hanya ingin berada di pelukmu!”
Aku tersenyum dan memelukknya erat dan semakin erat. Lalu kenangan awal perjuampaan kami mulai melintas di benakku. Ia adalah laki-laki yang cerdas dan sederhana. Ia seorang aktifitis dan juga intelektual. Aku sangat menyukainya, apalagi ia termasuk bagian dari orang-orang hebat di tengah kalangan elit politikus Jakarta. ia banyak memberiku saran dan motivasi. Walaupun ia tak pernah bercerita tentang kehidupan pribadinya, namun aku banyak belajar hidup darinya. Hingga akhirnya kami menjadi akrab dan saling berbagi cerita.
“Sudah 5 menit, akan kubuatkan kopi untukmu !”, aku melepaskan pelukannya dan ia membenarkan posisi tidurnya. Namun ketika aku kembali dari dapur dengan dua gelas kopi, ia malah tidur. Aku hanya tersenyum sambil membenarkan selimut untuknya. Lalu aku memilih pergi untuk melanjutkan tulisanku, namun ia menarik tanganku
“Ku mohon jangan biarkan aku tidur sendirian !”
“Aku hanya ingin menulis”
“Besok saja lah… temani aku !”. aku mengangguk dan mengikuti keinginannya. Ia mengambil tanganku agar memeluknya hingga terlelap
“Manja banget sih ?!”
“Kalo iya memang kenapa ?, aku ingin manja sekarang denganmu. Hanya denganmu”.
Di rumahnya
Ia meletakkan tas kerjanya di atas sofa. Lalu duduk dengan tenang. Tiba-tiba 2 anak laki-lakinya yang masih balita datang menghampirinya dan memeluknya.
“Abi…!tolong jagain anak-anak dulu. Ummi masih ngejemur pakaian. Mereka belum makan semua. Tolong disiapin ya, Bi…”. Dengan senyum yang dipaksain ia menggendong kedua anaknya menuju dapur
Sambil menyuapi kedua anaknya, istrinya datang menghampiri mereka
“Bi.. sepertinya bahan makanan di kulkas mau habis, nanti malam kalo abi keluar sekalian belanja ke market ya,bi. Terus susu formulanya anak-anak ini juga sudah hampir habis. Oh ya bi, genting dapur kayaknya bocor lagi deh, bi.
“Iya…”
“Bi, tadi tetangga baru kita datang ke sini, dia ngasi bingkisan, ternyata isinya kain, buat apa ya bi ?”
“Terserah ummi saja “
“ya Allah ! hampir lupa…galon belum di pasang ke dispenser..nanti tolong di pasangin ya, Bi !?”
“Iya, tar lagi”
Ia masih menyuapi balitanya dengan sabar sambil mendengarkan celotehan istrinya. Ia hanya bisa menjadi pendengar yang baik dan itulah baginya karakter suami yang baik, yaitu sabar.
Epilog
Dialah laki-laki yang menikah karena alasan kebutuhan hidup. Ia menikah dengan wanita pilihan keluarganya yang hanya lulusan pesantren dan tak paham dengan dunia luar. Itulah mengapa ia harus sabar menghadapi tingkah istrinya yang tak bisa membuatnya di manja….

Gunuk, 19 Maret 2011. 15.34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar