Rabu, 23 Maret 2011

Mabrur di Dapur…..(Percakapan 5 wanita)

Ketika itu, 5 wanita sedang asyik dengan pekerjaannya masing-masing di dapur. Umma dengan penggorengannya. Bu Rahmah (bu De ku) dengan ulekannya. Bak Titin dengan sayurannya. Bak Kus (pembantuku) dengan bawangnya, dan saya dengan kertas nasi yang sedang dilipat. Lalu aku bertanya pada mereka, “Kalau ada kesempatan, masih pengen naek haji ga’?”.
Serempak mereka menjawab, “ya iyalah…..”. kebetulan, atas nama takdir, keempat wanita itu sudah menjalankan ibadah haji kecuali saya. Namun kemudian bu de ku berkata, “tapi ga tau kenapa, pak de mu malah ga mau naek haji lagi, padahal banyak kesempatan yang datang padanya. gratis pula”.
Aku hanya tersenyum dan berkata, “ Justru itu, pak De sudah mendapatkan mabrurnya haji dan anda semua belum mabrur”. sedikit informasi, pak De ku adalah mantan kepala Depag Bangkalan dan saat ini menjadi penasehat Muhammadiyah di Pamekasan Madura.
“Loh ? kok bisa ?” tanya bu De ku penasaran
“Begini lo bu De, kalo kita bicara tentang haji maka yang muncul adalah konsep panggilan. Banyak orang yang mampu baik fisik maupun materi, namun belum ingin melaksanakan ibadah haji, itu karena belum di ‘panggil’. Iya toh ?, nah konsep panggilan itu kalo dianalogikan seperti ini. Semisal saya memanggil umma, ‘Umma ! tolong ambilkan sendok !’, lalu umma datang bawa gelas. Maka yang terjadi, umma balik lagi ke dapur dan mengambil sendok. Atau jika ternyata umma datang bawa garpu, maka umma akan kembali lagi ke dapur dan terus menerus seperti itu. semakin umma ingin kembali, itu artinya ia belum membawa apa yang diinginkan oleh si pemanggil. Nah ! jika pak De ternyata tidak ingin berhaji lagi, itu artinya beliau sudah membawa apa yang diinginkan oleh si pemanggil, dan itulah haji mabrur”
“Terus…..kenapa kamu ga mau haji, padahal gratis?” tanya Umma dengan antusias, karena sudah beberapa kali ajakan untuk haji padaku, selalu ku tolak.
“Nah, biar jelas, gini aja Mah, sebentar lagi, Buya akan datang ke dapur untuk makan, dan kita lihat, siapa kira-kira yang akan dipanggil untuk menyiapkan makanannya ?”
Tak lama kemudian Buya datang ke dapur untuk makan
“Nov, buya mau makan !”.
Serempak kami berlima saling memandang dan saya hanya bisa tersenyum sambil bertanya.
“Mengapa Buya memanggil saya ? mengapa tidak memanggil Umma sebagai istrinya, atau bak Titin sebagai anak tertuanya, atau bak Kus sebagai pembantunya, atau Bu De sebagai saudaranya ? silahkan jawab sendiri !”
Aku beranjak ke dapur dan menyiapkan makanan untuk buya, meninggalkan ke-empat wanita yang masih berfikir, lalu pembantuku mulai nyeletuk.
“Apa dong jawabannya, dek ? “
“Yaaa… pikir sendiri lah, saya kan dosen, kalo saya memberi jawaban itu artinya saya melakukan pembodohan…..”
Ke-empat wanita itu masih berfikir……………

Gunuk, 08 Maret 2011. 17.51

Tidak ada komentar:

Posting Komentar