Rabu, 23 Maret 2011

Karena Matamu Sipit, maka Kupanggil kau Cin(T)a

Kau adalah lelaki Februariku. Tepat Februari tahun lalu awal pertemuan kita. Hingga saat ini terhitung, satu tahun sudah aku mencintaimu. Mencintai kesederhanaanmu, menyanyangi kebingunganmu dan mengagumi prinsipmu.
Saat kau mengenalkan namamu, seketika itu pula, aktivitas dunia dan akhirat terhenti 2 detik. Malaikat menjadi diam dan setan terpaku kaku. Begitu juga dengan pikiran, aliran darah, dan detak jantungku. Semua terhenti. Tercengang dan memaksaku untuk lebih dekat mengenalmu.
Kau menggenggam tangan ketakutanku di tengah sesaknya penumpang busway. Kau memandangku tajam ketika kujelaskan bahwa pernikahan itu bukanlah solusi. Kau yakinkan aku bahwa kau adalah laki-laki yang tepat untukku dan ayah yang baik untuk anak-anakku kelak. Hanya saja, aku masih diam dengan pikiran yang bergeliat dengan sendirinya diantara mimpi dan cinta. hingga senyuman yang kemudian muncul untuk menyembunyikan kebimbanganku di depanmu. Dan yang kutahu, kau pun mulai meragu.
Ya, kuakui aku telah jatuh cinta padamu. Namun aku harus membuangnya. Itulah alasanku mengapa aku harus menemuimu di kota tua itu. kita habiskan malam minggu di pinggir sungai. Menikmati nasi pecel di pinggir jalan. Dan ketika kita menghitung bintang malam, di bawah pelukanmu, aku menengadah memandang wajahmu dengan dekat sambil berkata, “ Sungguh! Di satu sisi aku tidak ingin jauh dari pelukanmu. Karena aku ingin bersamamu selamanya, namun di sisi yang lain, aku ingin kau lebih selektif menentukan pasangan hidupmu. Datanglah padaku!, jika kau ingin datang, karena aku akan menunggu dan selalu mencintaimu. Jika kau tak datang padaku, aku tetap mencintai keputusanmu”. Dan saat itu, kau hanya memelukku lebih erat tanpa kata hingga aku terlelap.
Aku pergi meninggalkanmu. Melupakan semua cerita yang terjadi pada kita. Kemarin dan yang lalu. Kuhilangkan jejakku untuk memberimu ruang dan waktu mencari cinta yang lain. Dan aku hanya bisa mencintai bayanganmu. Mencintai kota yang kau cintai. Mencintai kampus yang kau cintai. Dan mencintai airmataku. “Aku menangis, cinta….hanya karena kebodohanku, namun aku tak sanggup menelan ludahku sendiri”.
Hingga suatu ketika, kau datang padaku dengan cerita wanitamu. Kau begitu mencintainya dan mengaguminya. Karena cerita tentang wanitamu selalu kau ulang-ulang. Wajahmu sangat kejam padaku tapi aku tahu wajahmu hanya ingin jujur, bahwa kau sedang bahagia. Aku hanya bisa tersenyum dan tertawa melihat mata sipitmu yang mulai membentuk garis horizontal. Hingga aku pun menghilang lagi.

Cinta…
10 tahun yang akan datang, akan kuceritakan pada anakku, bahwa ibunya, di suatu masa, pernah mencintai seorang laki-laki bermata sipit dan dipanggilnya CIN(T)A. seketika itu aku menjadi shaleh dalam menjalankan ibadah cinta, yaitu gelisah tiada henti, rindu yg menyesakkan, kebodohan yg menggila, dan airmata yg tak kenal musim. Dan masa itu adalah saat ini.
“Tidak ! kali ini aku tidak akan menunggumu…”
Hanya itu kata terakhir dariku untukmu….

Gunuk, 15 Februari 2011. 12.46

Tidak ada komentar:

Posting Komentar