Rabu, 23 Maret 2011

Pasangan Itu Seperti Alat Elektronik.

Yup, betul. Mencari pasangan itu seperti membeli alat elektronik. Kita sudah tahu dan paham, bahwa alat elektronik dengan merk A dan dengan harga B menjadi representasi dari kualitas alat tersebut. Biasanya yang lebih mahal atau branded tidak akan cepat rusak alias awet. Namun ketika alat itu sudah kita beli dan kita manfaatkan, ternyata tidak menjamin bahwa alat tersebut tidak cepat rusak. Tergantung bagaimana kita menggunakannya atau dengan kata lain bisa juga karena untung-untungan.
Banyak pria atau wanita yang selama pacaran atau sebelum menikah menunjukkan sikap yang sangat berbeda ketika setelah menikah. Misalnya, sebelum menikah seorang pria berkata pada si wanita, “Aku tidak akan melarangmu untuk berkarier, karena aku suka dengan wanita yang mandiri”, namun kenyataanya, setelah menikah justru pria tersebut menyuruh istrinya hanya menjadi ibu rumah tangga saja.
Contoh yang lain misalnya, seorang wanita berkata pada calon suaminya, “ Aku suka berbagi, termamsuk poligami. Silahkan jika kau nanti ingin menikah lagi, aku tak akan melarangnya”. Namun lagi-lagi yang terjadi adalah sikap yang berbeda dari si wanita tersebut. Tiba-tiba ia meminta cerai ketika suaminya ingin menikah lagi.
Kadang pria atau wanita sebelum menikah terlihat begitu baik, misalnya Menghormati orangtua pasanganya. Tidak posesif. Tidak manja. Tidak kasar. Tidak sombong. Mandiri . Taat beragama. Tanggung jawab dan lain sebagainya. Namun banyak kasus yang terjadi, terutama pada kasus perceraian yang diakibatkan oleh perubahan sikap pasangan yang tak sama ketika masa pacaran atau sebelum menikah. Dan menurut data, motif perceraian bukan ada pada persoalan ekonomi atau adanya orang ketiga, namun justru motif atau sebab perceraian yang ada pada tingkat paling atas adalah karena intervensi keluarga pasangannya.
Tidak ada pengaruh lama masa pacaran terhadap kebahagian dan keharmonisan rumah tangga. Apakah pacaran hingga 10 tahun atau lebih bisa menjadi jaminan pada kebahagian rumah tangga? Tentu tidak, begitu pula sebaliknya, pernikahan yang terjadi (misalnya) karena perjodohan orangtuanya, yang hanya ingin melakukan ‘birrul wa lidain’, hingga tak sempat berpacaran atau mengenal satu sama lain, juga tidak menjadi jaminan akan terciptanya hubungan yang harmonis dalam membangun rumah tangga.
Itulah mengapa memilih pasangan hidup seperti memilih alat elaktronik yang berdasarkan pada untung-untungan. Itu artinya, ada sesuatu hal yang memang tidak bisa dijelaskan secara rasional atau dengan rumusan matematika. Seperti, Jika 1+ 2 = 3.
Hal-hal yang tidak bisa dijelaskan secara rasional itulah yang merupakan bagian dari metafisika, yaitu keluar dari alam nyata atau disebut dengan DOA. Kekuatan doa lah yang membuat kita yakin, bahwa apa yang kita pilih adalah yang terbaik. Selain itu, doa yang merupakan proses peng-ingat-an itu akan membantu kita dengan signal atau tanda yang diberikan oleh leluhur-leluhur, atau orang terdekat kita yang sudah mati. Sebab jiwa-jiwa orang yang sudah mati memiliki sifat bebas ruang dan waktu, yang bisa melihat masa depan dan masa lampau.

Gunuk, 10 Desember 2010. 03.55

Tidak ada komentar:

Posting Komentar