Rabu, 23 Maret 2011

Untukmu Hafizenku…

Maaf jika harus melalui surat atau email. Karena jika harus melalui HP, aku tidak yakin, pada apa yang ingin ku ungkapkan padamu. Selain karena gangguan signal, aku juga tidak merasa bebas. Ingin rasanya aku pergi ke jogja dan datang menemuimu untuk membicarakan hal ini. Namun kau sendiri tahu, bahwa aku tak mampu mengontrol tubuh dan pikiranku jika berhadapan denganmu.
Cinta
Yang kutahu dan kusadari, sejak aku berlibur di Madura, sebulan yang lalu, pikiran dan hatiku tiba-tiba berkiblat pada satu nama, yaitu namamu. Meski pernah kuceritakan padamu, aku telah menemukan laki-laki yang hampir sama denganmu, namun kau masih mengusik pikiranku. Aku coba menghilangkannya dan mengusirnya. Karena aku tahu, bahwa apa yang terjadi padaku, hanyalah sesuatu yang sia-sia. Yang tak ada ujungnya.
Pelarian diriku terhadap kenyataan bahwa ketika itu aku sangat merindukanmu dan begitu menginginkanmu ternyata tak mampu menahan ketersikasaan yang ada dalam diriku. Ku coba menelponmu setiap hari, namun ketika ku ketik namamu, aku menahan dan mengurungkan niatku. Karena apa yang kulakukan akan berakibat tak baik.
Hingga saat ini, aku masih belum bisa menahan laju detak jantungku ketika merindukanmu. Aku hanya bisa melihatmu melalui foto yang tersimpan di laptopku. Atau hanya bisa melihat statusmu di FB. Aku benar-benar merindukanmu.
Tadi malam, saat aku menonton acara puisi dan music cinta, aku teringat padamu dan tanpa sadar aku menangis. Aku benci dengan keadaan ini. Ketika itu, puisinya berisi tentang cinta dan ketakutan. Seketika itu, pikiranku terbang jauh ke belakang. Dimana ketika kita pertama bertemu.
Aku mencintaimu sejak kau memperkenalkan namamu. Ya, aku memang mencintai namamu. Karena namamu adalah representasi dari dirimu. Sejak saat itu, aku jatuh cinta padamu.
Aku yang tak terbiasa dengan kondisi ini, terus dihegemonikan oleh ketakutan yang tak beralasan ketika ingin menghubungimu. Aku hanya bisa menghela nafas panjang sambil menahan emosi. namun ternyata harapanku terkabul jua, lambat laun kau mulai intens menghubungiku, meski hanya sekedar menanyakan posisi dan kabarku. Saat itu aku bahagia. Sangat bahagia.
Hingga pertemuan kita yang kedua, ketika acara reunimu. Aku telah melakukan kesalahan. Aku tidur denganmu. Di satu sisi, aku juga mengingkannya, namun di sisi yang lain, aku tak ingin kehilanganmu, karena setelah itu kau pasti meninggalkanku dengan asumsi aku adalah wanita yang tak baik dan penuh dengan kebebasan.
Setelah kau pergi dan berpisah denganku. ternyata apa yang aku prediksikan benar adanya. Kau menghilang dan pergi meninggalkanku. Kau hapus jejakmu di perjalanan kita. Dan disitulah aku mulai gelisah dan membenci diriku sendiri, hingga tanpa berfikir panjang, aku menuju kota Ponorogo dengan alasan mencari aktivitas dan melupakanmu.
Tanpa rencana, kita bertemu lagi. Dan bersama lagi. Sungguh aku bahagia dan tak ingin kebahagian itu berakhir. namun aku tak punya kekuatan memaksamu untuk menerima cintaku. Maka akhirnya yang muncul dari mulutku adalah “ disatu sisi aku ingin bersamamu, namun disisi yang laen, aku ingin kau selektif”. Sejak itu aku mengutuk diriku sendiri, karena mungkin kau akan berasumsi bahwa aku ingin berpisah denganmu.
Dan ternyata benar. Lagi-lagi kau menghilang. Tak ada kabar. Aku begitu sedih namun kupaksakan kuat dengan menghibur diriku sendiri, bahwa kau memang sejak awal tidak pernah mencintaiku. lalu buat apa aku harus memperjuangkanmu?
Belum berakhir cinta yang kutanam untukmu, aku memaksakan diriku untuk menuju kota Jogja, kota yang kau cintai dan mendatangi kampusmu, kampus yang kau cintai. Aku berusaha bersetubuh dengan kota jogja dan kampus UIN SUKA, hanya agar aku mampu berdiri tegak dan menghibur hatiku. Meski kau tak menerima cintaku, minimal aku bisa mencintai apa yang kau cintai. Dan baru kali itu aku menangis karena seorang laki-laki….
Sekembalinya aku ke Jakarta aku mencoba mencari cinta yang lain. Mencari laki-laki yang lain. Namun tetap saja, kau masih mengusik pikiranku. Padahal ketika itu, aku sibuk dengan dunia teaterku. Lagi-lagi aku tak mampu… benar-benar tak mampu.
Hingga suatu ketika kita bertemu di Jogja dan ceritanya menjadi lain. Kau malah memperkenalkan aku dengan wanitamu. Wanita yang memenangkan hatimu. Aku hanya bisa diam dan tersenyum. Senyum yang kupaksakan dengan menggunakan energy matahari. Semoga bahagia.
Kuikuti dinamika perjalanan cintamu dengan wanita itu melalui FB. Saat kau bahagia, aku juga ikut bahagia, namun aku belum rela dan pasrah. Hingga suatu ketika entah dari mana kekuatan itu terus mendorongku untuk merebutmu darinya.
Kutanyakan pada Dida, karena mungkin dia adalah seorang psikolog. Apakah rasa yang hadir padaku ini wajar. Ia hanya memberi saran padaku
“Nov, katakan saja apa yang terjadi padamu ! ini bukan urusan salah atau benar. Ini hanya soal kejujuran dan keyakinan. Siapa tau kau akan mati besok, maka minimal kau tak pernah menyesal, karena harus mengatakan padanya”
Cinta…
Saat itu, aku ragu dan bingung. Kau datang pada kondisi yang tak tepat. Dimana aku sedang gagal masuk UI dan ditekan terus oleh keluarga untuk cepat kuliah S2. Tiba-tiba kau datang dan menawarkan konsep pernikahan juga keluarga. Aku kaget dan shock ! meski itu hanya sekedar wacana saja.
Aku sudah mencoba melupakan dan merelakanmu. Kucari saja kelemahanmu dan keburukanmu, namun hasil nya tetap nihil. Aku justru mencintai kelemahan dan keburukanmu. Aku tak bisa membencimu apalagi sampai melupakanmu.
Cinta…
Maafkan aku karena telah mencintaimu hingga kini. Aku hanya ingin membebaskan diriku dari ketersiksaan ini. Hanya sekedar mengatakan, bahwa aku menyesal telah pergi dan tidak memperjuangkanmu. Aku sudah tak peduli apakah kau mau menerima cintaku atau tidak. Aku juga tidak peduli, apakah aku bisa memilikimu atau tidak. Saat ini aku hanya ingin mengatakan, bahwa aku sangat sangat sangat sangat mencintaimu. Itu saja…
Semua orang tahu, bahwa tidak ada kebenaran di dunia maya. Apa yang aku tulis di FB, hanyalah kebohongan yang menghibur diriku saja. Maka ku kirim tulisan ini melalui emailmu, karena hanya cukup kau saja yang tau.
Cinta…
Ketika aku menanyakan kabar pernikahanmu, sesungguhnya aku rapuh dan tumbang. Dan ketika kutanyakan kabar wanitamu, sesungguhnya aku ingin marah. Tapi, aku sadar, ini semua karena cinta…
Terakhir, aku hanya ingin mengatakan, bahwa semua ini, hanya memiliki satu tujuan, yaitu jika aku mati, aku tak pernah menyesal, karena pernah dan masih mencintaimu. Terima kasih cinta…….
Semoga kau bahagia…..
Dari aku, wanita yang mencintaimu, Novie Chamelia

Gunuk, 15 Februari 2011. 19.03

Tidak ada komentar:

Posting Komentar